Senin, 02 September 2024

ANGKA SEPULUH PADA DAHI MEREKA

 

"𝑴𝒆𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒎𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒊𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒘𝒂𝒃 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊."

(Charles F.Glassman)

"Jangan menilai buku dari sampulnya"

Rasanya sering kali ucapan itu dilontarkan untuk tidak menghakimi pada kesan pertama. Memang, ada buku yang sampulnya menarik dengan ilustrasi yang indah, tetapi isinya tidak bagus. Demikian juga sebaliknya...

Namanya Arep Sinlae. Posturnya cukup tinggi, berbadan langsing, dahi lebar dan berkulit gelap.

Anak itu tinggal di dusun Lolopain, setengah jam jalan kaki SDN Daepapan, Rote Ndao NTT. Pendiam, tertutup dan mahal senyum.

Kali pertama saya menyalami, dia tidak berani melihat mata saya, seperti pada umumnya anak-anak disini.

Slogan "di ujung rotan ada emas" rupanya berlaku disini yang mengisyaratkan guru harus ditakuti.

Tak seperti temannya, Arep terlalu pendiam, terlalu pemalu. Suara yang keluar dari mulutnya seperti mendengar lirihan. Ketidakpercayaan dirinya mempengaruhi linguistiknya dan pergaulan dengan teman sebayanya. la sering bermain sendirian saat istirahat, mengejar kupu-kupu di halaman sekolah.

Arep adalah salah satu dari 28 muridku di kelas V,  kelas yang kuajar.

”Apakah anak seperti ini memiliki salah satu dari  kecerdasan majemuk Howard Gardner ? saya bertanya dalam hati.

Saat saya tanyakan ke guru yang mengajar pada kelas sebelumnya, dia malah mengatakan, "Waduh Pak Rian, si Arep itu talalu lamban sekali Pak"

Kubilang, " Apa betul, lbu?”

Dia bilang, ”Betul, Pak!” dia mengatakan ini dengan ekspresi yang sangat menyakinkan. Saya jadi tertantang mengangkat seorang Arep dari ketidaktahuan menjadi tahu. Dari tidak percaya diri menjadi yakin.

Arep mulai ada perubahan setelah saya panggil secara pribadi sepulang sekolah dan saya ajak bicara.

"Kamu jangan pernah merasa rendah diri dengan cibiran banyak orang. Pak Rian yakin, kamu pintar!"

"Mari kita buktikan ke semua orang yang mencibir kamu, bahwa mereka semua salah!" lanjut saya

Arep tidak mengucapkan kata balasan, tetapi dari tatapan matanya, saya tahu bahwa dia mengerti maksud saya. Melihat matanya, saya tahu bahwa dia mau berusaha bersama saya.

Saya amati, tampaknya anak ini telah dihakimi oleh teman dan gurunya, karena ya itu tadi: dia tidak menonjol dalam seluruh bidang pelajaran. Bahkan untuk berbicara atas nama dirinya sendiri saja sulit sekali. Setiap kali dia berbicara di depan kelas, saya selalu meneriakkan kata "HARD!" Itu adalah sinyal yang kuberikan kepada anak yang lemah volume suaranya, agar diperkuat sehingga terjangkau sampai ke belakang kelas.

Pendiamnya di banyak pelajaran akan berubah saat pelajaran matematika, matanya terlihat bercahaya sekali. Dia sangat senang berhitung. Matanya lebih bercahaya Iagi apabila sedang mengerjakan soal. Senyum mahalnya akan terkembang, disertai sedikit lidah menjulur keluar, seperti mencoba mengatakan, "Saya pasti bisa mengerjakan ini!"


Angka 10, dari skala 10...

Adalah sebuah nilai yang diidamkan setiap guru untuk dimiliki siswanya. Pada saat masuk kelas, kita harus bayangkan ada angka 10 di dahi tiap anak-anak di sekolah. Dan ini diterapkan di setiap sesi mengajar. Bayangkan bahwa si anak adalah anak sempurna. Bahwa setiap anak adalah angka 10 sempurna. Hal ini sangat penting karena anak-anak adalah psikologotodidak terhebat yang sangat perasa dengan setiap ekspresi dan segala ucapan kita. Mata adalah organ yang dapat menceritakan segalanya. Mata kita tidak pernah bohong. Dan anak-anak akan bisa membaca arti tatapan kita. Bila Anda sudah dekat dengan anak-anak, Anda mungkin akan dapat mempraktekkan "tatapan percaya dan yakin", "tatapan marah" "tatapan kecewa", "tatapan jangan-ulangi-lagi", "tatapan ayo semangat". Pelajarilah tatapan ini, dan niscaya pita suara Anda akan terawat selama Anda menjadi guru.

Anak-anak butuh diberi apresiasi dan perhatian. Inilah celah yang harus diisi oleh pengajar, Jadi mari kita bayangkan bahwa ada angka 10 di dahi tiap anak yang kita ajar. Setiap anak tanpa terkecuali. Imajinasikan secara mendalam dan konsisten. Niscaya, binar mata guru akan berbeda. Mata guru akan memancarkan kepercayaan dan keyakinan kepada tiap anak. Mereka akan tahu bahwa guru tidak benci kepada kegagalan mereka. Mereka akan berani mencoba dan mencoba lagi. Mereka tahu bahwa guru selalu memberikan mereka kesempatan kedua. Mata kita seolah menyampaikan, "Nak, jangan takut untuk jatuh! Setelah jatuh, kamu akan mencapai tujuanmu!"

Saya coba pancing mereka dengan perumpaan sebagai berikut: 

"Siapa yang sudah bisa mengendarai sepeda?"

"Sayaaa!!! Hampir seluruh kelas mengacungkan tangan.

"Siapa yang waktu belajar mengendarai sepeda pernah jatuh?"

"Sayaaa!!! Kali ini kembali hampir semua mengaku serupa.

"Akhirnya bisa naik sepeda tidak? Siapa yang akhirnya bisa naik sepeda?"

Sayaaa!!! Seisi kelas serempak.

"Nah, namanya belajar juga begitu. Pasti kalian pernah salah. Tetapi akhirnya kalian akan bisa menguasai pelajaran!"

Kembali ke Arep Sinlae. Dia memberi saya salah satu momen terindah datam hidup saya. Setelah saya menanamkan 'keyakinan' kepada dia, Arep mendapatkan nilai 10 pada ulangan matematika pertamanya. Ya, 10! Mengalahkan si juara kelas selama empat tahun berturut-turut! Sepanjang minggu tak henti-hentinya saya ceritakan hal ini kepada tiap guru di sekolah![]

"𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐀𝐧𝐝𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧, 𝐀𝐧𝐝𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐬𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚, 𝐀𝐧𝐝𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐬𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐀𝐧𝐝𝐚 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢."

(Earl Nightingale)

(Dikisahkan oleh Rian Ernest Tanudjaja, Pengajar Muda dari SDN Daepapan, Kab Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur dalam buku "Panggilan Hati untuk Berbagi. Kisah Nyata 46 Pengajar Muda di Beranda Depan Indonesia")


Keterangan foto: Murid-murid SDN Daepapan sedang bermain di halaman sekolah



BALASAN SEDEKAH

 

Tidak seperti yang sudah-sudah, pulang kampung Zainal kali ini membawa uang buat sedekah lebih banyak. Biasanya pengusaha yang bergerak di bidang forwarding (pengiriman barang) tiap mudik ke kampung halamannya di Maninjau Bukittinggi membawa uang 10-15 juta untuk para kerabatnya.

"Kok seperti orang yang kebanyakan duit saja Pak" kata Ima, istrinya 

"Apa salahnya berbagi dengan saudara Bu, mumpung kita diberi kelapangan" kata sang suami.

Zainal Kembali ke ibukota masih dalam suasana idul Fitri dan sempat bersilaturahmi dengan para karyawannya. Saat masuk ke ruang kerjanya, terdengar nada panggil dari ponselnya.

"Assalamualaikum pak Zainal, selamat Idul Fitri dan mohon maaf lahir batin! Ini Joko rekanan kerja Bapak," Terdengar suara di seberang telepon Zainal.

"Oh, sama-sama Pak Joko. Mohon maaf lahir batin juga ya! Sahut Zainal.

"begini Pak Haji, saya minta tolong, tapi sedikit mendesak. Barangkali pak haji bisa mencarikan saya barang, tapi ini bukan bidang Pak Haji" Jelas Joko.

"Barangnya apa ya Pak ?!" Tanya Zainal.

"Low Bed Trailer" Kata Pak Joko "Kira-kira bisa mencarikan tidak, Pak. Yang seken saja." Kendaraan jenis truk berroda banyak dengan bagian belakang rendah itu biasa digunakan untuk mengangkut alat-alat berat.

"Kalau bisa dalam waktu tiga hari ini ya pak Haji"

Zainal menyanggupi dan pembicaraan ditutup.

Namun menjelang tenggat waktu yang diberikan Zainal belum mendapatkan truk dengan sebutan 'pantat low Bed' tersebut.

"Subhanallah!!!" Zainal terhenyak dari duduknya di dalam mobil. Seolah ia baru saja mendapatkan ilham dari Allah atas keberadaan sebuah pantat low-bed yang pernah ia lihat. "Kita ke Padalarang Pak...!" Seru Zainal kepada sopirnya.

Hati Zainal harap-harap cemas. la teringat, bahwa ia pernah melihat sebuah pantat low-bed ditaruh di pinggir jalan Padalarang dengan sebuah papan bertuliskan DIJUAL. Padahal saat itu kondisi jalan gelap karena malam dan hujan pun mengguyur sepanjang perjalanan. Tiga tahun yang lalu itu, Zainal melihat barang itu tanpa sedikit pun perhatian. Namun kini, ia berharap kepada Allah, semoga pantat low-bed itu masih teronggok di sana.

Allah mengabulkan doa Zainal. Setibanya di sana, ia dapati pantat low-bed berwarna kuning itu sudah banyak berkarat. Segera saja ia mengontak pemiliknya, dan pemiliknya mau menjual murah barang tersebut. Maka disepakatilah antara Zainal dan pemilik pantat low-bed itu senilai Rp. 50 juta.

Malam itu juga Zainal menelepon Joko, ia memberitahukan bahwa sudah menemukan barang yang dimaksud. Joko senang mendengar kabar ini, dan ia berjanji esok pagi akan membawa serta bosnya, seorang expatriat bernama Phillip. Keesokan paginya, mereka semua datang ke lokasi pantat low-bed untuk check fisik.

Sebelumnya Zainal agak khawatir dengan barang yang ditawarkan tersebut, mengingat orang bule biasanya rewel dengan barang bekas 

Namun jauh di luar dugaan Zainal, Phillip merasa puas dan ia merekomendasikan agar barang tersebut langsung dibeli.

Usai melihat barang tersebut, maka masing-masing mereka pulang dengan kendaraannya.

"Pak Haji, bos saya setuju dengan barang yang kita lihat tadi" begitu telepon Joko saat Zainal meninggalkan Padalarang. "Segera buat saja penawaran harganya dan dikirim lewat Faks saja" lanjutnya.

"Baik Pak Joko" 

Keesokan harinya Zainal segera membuat surat penawaran lengkap dengan spesifikasi pantat low-bed yang telah dilihat sebelumnya.

Saat akan mencantumkan harga, Zainal sempat ragu, karena memang bekum pernah melakukan jual beli kendaraan seperti ini. Maka dengan mengucap "Bismillah" dia tuliskan harga dengan nominal 175 juta, dan fakspun segera dikirim.

Tak lama kemudian, ada telpon dari Joko

"Pak Haji, terimakasih faks sudah saya terima. Tapi boleh saya tawarkan kan harganya?"

"Silakan" kata Zainal 

"Kurangi 10 juta ya, jadinya 165 juta, sekalian minta nomor rekeningnya"

"Baik, jadi" kata Zainal 

Pembicaraan pun selesai, dan setelah mendapatkan surat pembelian barang dari perusahaan Joko, maka Zainal mengirimkan pantat low-bed itu ke gudang perusahaan Joko Dalam beberapa hari, dana Rp. 165 juta sudah terkirim  rekening Zainal.

Melihat suaminya pulang kerumah dengan gembira, Ima menghampiri Zainal "Gembira amat Pak, ada apa ini?"

"Rupanya Allah mengganti sedekah kita saat pulang kampung kemarin" kata Zainal "Alhamdulillah, kita dapat rezeki dari penjualan barang yang asal kusebutkan harganya"

"Dapat berapa Pak?" Penasaran istrinya bertanya

 "165 juta"


إِنَّ ٱلْمُصَّدِّقِينَ وَٱلْمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقْرَضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ

"𝑺𝒆𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉𝒏𝒚𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 (𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝑹𝒂𝒔𝒖𝒍-𝑵𝒚𝒂) 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒍𝒂𝒌𝒊-𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒎𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒏𝒋𝒂𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒊𝒏𝒋𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒊𝒌, 𝒏𝒊𝒔𝒄𝒂𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒍𝒊𝒑𝒂𝒕𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂𝒌𝒂𝒏 (𝒑𝒆𝒎𝒃𝒂𝒚𝒂𝒓𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂) 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂; 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒑𝒂𝒉𝒂𝒍𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌".

(QS Al Hadid ayat 18)


Dari buku 

"Cahaya Langit " Hidup tak selamanya Hitam

Minggu, 25 Agustus 2024

NOMOR 5

 

"𝐃𝐨𝐬𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐩 𝐝𝐢𝐫𝐢𝐦𝐮 𝐥𝐞𝐦𝐚𝐡."

(Swami Vivekananda)


Sebuah wajah manis  melintas dalam benak Bu Sofi. Pada kertas karton yang membingkai foto Fitri penuh dengan kesan dari siswa baru peserta Masa Pengenalan beberapa saat sebelumnya.

"Barangkali ia memiliki satu atau dua sifat negatif,” wali kelas 8d itu berkata dalam hati. Tiga kali dibaca, tiga kali kesimpulan. "Nol.” Bu Sofi mengorek ingatan tentangnya selama Masa Pengenalan Siswa yang barangkali menyingkap sesuatu yang masih tersembunyi dalam dirinya.


Kesehariannya Fitri selalu paling dulu masuk kelas dan keluar paling belakang, seragam yang dikenakan selalu rapi dan bersih.Tanpa diminta tangannya cekatan membersihkan meja guru dan merapikan buku meski bukan gilirannya piket.

"Ah ia selalu membawa tas kecil berisi peralatan shalat.”

Bu Sofi melihat daftar siswa yang meminta waktu untuk berjumpa secara pribadi. "No. 1 Fitri.”

Sebuah ketukan lembut diikuti paras elok menyembul dari balik pintu.

"Bunda kecewa karena saya hanya ranking 5 di sekolah," ujarnya membuka pembicaraan.

"Dari berapa banyak siswa?" tanya Bu Sofi

"Delapan kelas paralel"

"Prestasi yang sangat bagus bukan, dari 8 kelas kali 30 siswa?"

"Bunda menginginkan nomor 1. Saya telah mengerahkan segenap kemampuan."

Setelah terdiam sesaat akhirnya Bu Sofi berbicara

"Apakah yang terbaik buat Fitri selalu harus no. 1?"

Sambil merapihkan kerudung putih yang dikenakan gadis itu tertunduk. Isakan lembut terdengar.

"Andai Ibu adalah bunda..."

"Seperti bundamu, Ibu juga punya keterbatasan" tutup Bu Sofi sambil membelai kepala Fitri.[]


"𝑺𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒆𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒌𝒖𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊."

(Shusaku Endo)


Dari buku

"JUST FOR YOU

BALASAN SEDEKAH

Tidak seperti yang sudah-sudah, pulang kampung Zainal kali ini membawa uang buat sedekah lebih banyak. Biasanya pengusaha yang bergerak di bidang forwarding (pengiriman barang) tiap mudik ke kampung halamannya di Maninjau Bukittinggi membawa uang 10-15 juta untuk para kerabatnya.

"Kok seperti orang yang kebanyakan duit saja Pak" kata Ima, istrinya 

"Apa salahnya berbagi dengan saudara Bu, mumpung kita diberi kelapangan" kata sang suami.


Zainal Kembali ke ibukota masih dalam suasana idul Fitri dan sempat bersilaturahmi dengan para karyawannya. Saat masuk ke ruang kerjanya, terdengar nada panggil dari ponselnya.

"Assalamualaikum pak Zainal, selamat Idul Fitri dan mohon maaf lahir batin! Ini Joko rekanan kerja Bapak," Terdengar suara di seberang telepon Zainal.

"Oh, sama-sama Pak Joko. Mohon maaf lahir batin juga ya! Sahut Zainal.

"begini Pak Haji, saya minta tolong, tapi sedikit mendesak. Barangkali pak haji bisa mencarikan saya barang, tapi ini bukan bidang Pak Haji" Jelas Joko.

"Barangnya apa ya Pak ?!" Tanya Zainal.

"Low Bed Trailer" Kata Pak Joko "Kira-kira bisa mencarikan tidak, Pak. Yang seken saja." Kendaraan jenis truk berroda banyak dengan bagian belakang rendah itu biasa digunakan untuk mengangkut alat-alat berat.

"Kalau bisa dalam waktu tiga hari ini ya pak Haji"

Zainal menyanggupi dan pembicaraan ditutup.

Namun menjelang tenggat waktu yang diberikan Zainal belum mendapatkan truk dengan sebutan 'pantat low Bed' tersebut.

"Subhanallah!!!" Zainal terhenyak dari duduknya di dalam mobil. Seolah ia baru saja mendapatkan ilham dari Allah atas keberadaan sebuah pantat low-bed yang pernah ia lihat. "Kita ke Padalarang Pak...!" Seru Zainal kepada sopirnya.

Hati Zainal harap-harap cemas. la teringat, bahwa ia pernah melihat sebuah pantat low-bed ditaruh di pinggir jalan Padalarang dengan sebuah papan bertuliskan DIJUAL. Padahal saat itu kondisi jalan gelap karena malam dan hujan pun mengguyur sepanjang perjalanan. Tiga tahun yang lalu itu, Zainal melihat barang itu tanpa sedikit pun perhatian. Namun kini, ia berharap kepada Allah, semoga pantat low-bed itu masih teronggok di sana.

Allah mengabulkan doa Zainal. Setibanya di sana, ia dapati pantat low-bed berwarna kuning itu sudah banyak berkarat. Segera saja ia mengontak pemiliknya, dan pemiliknya mau menjual murah barang tersebut. Maka disepakatilah antara Zainal dan pemilik pantat low-bed itu senilai Rp. 50 juta.


Malam itu juga Zainal menelepon Joko, ia memberitahukan bahwa sudah menemukan barang yang dimaksud. Joko senang mendengar kabar ini, dan ia berjanji esok pagi akan membawa serta bosnya, seorang expatriat bernama Phillip. Keesokan paginya, mereka semua datang ke lokasi pantat low-bed untuk check fisik.


Sebelumnya Zainal agak khawatir dengan barang yang ditawarkan tersebut, mengingat orang bule biasanya rewel dengan barang bekas 

Namun jauh di luar dugaan Zainal, Phillip merasa puas dan ia merekomendasikan agar barang tersebut langsung dibeli.

Usai melihat barang tersebut, maka masing-masing mereka pulang dengan kendaraannya.


"Pak Haji, bos saya setuju dengan barang yang kita lihat tadi" begitu telepon Joko saat Zainal meninggalkan Padalarang. "Segera buat saja penawaran harganya dan dikirim lewat Faks saja" lanjutnya.

"Baik Pak Joko" 

Keesokan harinya Zainal segera membuat surat penawaran lengkap dengan spesifikasi pantat low-bed yang telah dilihat sebelumnya.

Saat akan mencantumkan harga, Zainal sempat ragu, karena memang bekum pernah melakukan jual beli kendaraan seperti ini. Maka dengan mengucap "Bismillah" dia tuliskan harga dengan nominal 175 juta, dan fakspun segera dikirim.

Tak lama kemudian, ada telpon dari Joko

"Pak Haji, terimakasih faks sudah saya terima. Tapi boleh saya tawarkan kan harganya?"

"Silakan" kata Zainal 

"Kurangi 10 juta ya, jadinya 165 juta, sekalian minta nomor rekeningnya"

"Baik, jadi" kata Zainal 

Pembicaraan pun selesai, dan setelah mendapatkan surat pembelian barang dari perusahaan Joko, maka Zainal mengirimkan pantat low-bed itu ke gudang perusahaan Joko Dalam beberapa hari, dana Rp. 165 juta sudah terkirim  rekening Zainal.


Melihat suaminya pulang kerumah dengan gembira, Ima menghampiri Zainal "Gembira amat Pak, ada apa ini?"

"Rupanya Allah mengganti sedekah kita saat pulang kampung kemarin" kata Zainal "Alhamdulillah, kita dapat rezeki dari penjualan barang yang asal kusebutkan harganya"

"Dapat berapa Pak?" Penasaran istrinya bertanya 

"165 juta"


إِنَّ ٱلْمُصَّدِّقِينَ وَٱلْمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقْرَضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ


"𝑺𝒆𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉𝒏𝒚𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 (𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝑹𝒂𝒔𝒖𝒍-𝑵𝒚𝒂) 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒍𝒂𝒌𝒊-𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒎𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒖𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒏𝒋𝒂𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒊𝒏𝒋𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒊𝒌, 𝒏𝒊𝒔𝒄𝒂𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒍𝒊𝒑𝒂𝒕𝒈𝒂𝒏𝒅𝒂𝒌𝒂𝒏 (𝒑𝒆𝒎𝒃𝒂𝒚𝒂𝒓𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂) 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂; 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒑𝒂𝒉𝒂𝒍𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌".

(QS Al Hadid ayat 18)


Dari buku 

"Cahaya Langit " Hidup tak selamanya Hitam

PENJAGA KEBUN YANG JUJUR

Budak hitam yang berasal dari India itu bernama Mubarak. Dia bertugas memelihara perkebunan anggur milik Nuh, walikota yang merangkap Qadhi di kota Muru. Dia berpesan kepada budaknya itu, "Peliharalah buah-buahan yang ada di kebun ini."

Maka, tinggallah Mubarak di kebun itu.

Dua buIan kemudian, tuannya datang ke kebun itu dan berkata kepadanya, "Wahai Mubarak, coba ambilkan setangkai buah anggur!"

Mubarak pergi memetik setangkai anggur, lantas dia berikan kepada tuannya. Tuannya mencicipi buah anggur itu, ternyata rasanya asam. Lalu tuannya berkata kepadanya, "Coba ambilkan yang Iainnya!"

Ketika Mubarak memetik buah anggur Iainnya, ternyata buah itu pun terasa asam. 

"Mengapa kau petik yang adam, bukankah di kebun ini banyak anggur yang Iain?"

"Tuanku, sebenarnya saya tidak mengetahui mana buah yang manis dan mana yang asam."

Dengan heran tuannya bertanya, "Subhanallah, sudah dua bulan kau tinggal di sini, tetapi tidak tahu mana buah yang asam dan mana yang manis?"

Mubarak menjawab, "Benar Tuan, sebab saya belum pernah mencicipinya. Karena Tuan hanya menyuruh saya untuk menjaganya, bukan untuk memakannya. Saya tidak mau mengkhianati milik Tuan atau melanggar perintah Tuan," jawabnya.


Tuannya sangat kagum melihat keteguhannya agama dan amanahnya yang tinggi. Akhirnya tuannya berkata "Aku mempunyai seorang putri yang cantik. Cukup banyak para pembesar dan orang-orang kaya yang melamarnya, tapi aku tidak tahu, kepada siapa aku harus menikahkannya. Nah, sekarang bagaimana pendapatmu?"

Mubarak menjawab, "Tuanku, dahulu orang-orang Jahiliyah mendasarkan pernikahan itu atas asal keturunan (nasab), agama dan kemuliaan leluhur mereka. Orang-orang Yahudi atau Nasrani mendasarkan pernikahan itu atas kecantikan. Sedangkan pada masa Rasulullah Saw., berdasarkan agama dan takwa. Pada masa kita sekarang ini, pernikahan itu didasarkan atas keinginan memiliki harta dan pangkat. Tuan boleh memilih di antara hal tersebut yang Tuan sukai."

Tuannya menjawab, "Aku menginginkan yang beragama dan bertakwa. Dan yang kuinginkan adalah menikahkan kau dan putriku itu. Sebab, kulihat pada dirimu terkumpul agama, kesalehan, dan amanah."

Mubarak menjawab, "Tuanku, saya seorang budak hitam yang telah Tuan beli dengan harta Tuan, Bagaimana Tuan akan menikahkan saya dengan putri Tuan, dan bagaimana putri Tuan dapat menyukai saya?”


Tuannya berkata, ”Mari, kita pergi ke rumah untuk membicarakan perkara ini” Ketika mereka telah sampai di rumah, qadhi itu berkata kepada istrinya, ”Pemuda ini seorang yang saleh, memegang teguh ajaran agama serta takwa. Bagaimana pendapatmu kalau dia kita nikahkan dengan putri kita?”


Istrinya menjawab, ”Urusan ini terserah Kanda. Tetapi sebaiknya kita minta pendapat putri kita dahulu. Saya akan menemuinya sekarang.”


Saat putrinya dimintai pendapat, ia menjawab, ”Terserah kepada Ayah dan Ibu. Saya menurut saja.”

Kembalilah istrinya memberitahukan jawaban putrinya. Kemudian kedua muda-mudi itu dinikahkan. Keduanya diberi harta yang cukup banyak. Dari mereka berdua lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdullah. Setelah dewasa, anak itu dikenal di kalangan ulama dan para wali dengan sebutan Abdullah ibn Al-Mubarak, seorang ulama dan ahli hadis terkenal.[]


Dari buku 

"KALAU SUDAH REZEKI TAKKAN KEMANA" 99 Kisah Teladan Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme



SAMPAN TANTANGAN

"𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐝𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠-𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐢𝐭𝐮 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐣𝐞𝐥𝐚𝐬 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧"


Mengetahui ada seorang hakim tinggal di seberang sungai tempatnya dia tinggal, Lincoln memutuskan untuk menemuinya dengan bersampan .Saat itu sungai yang harus diseberangi cukup dingin dan sebagian telah membeku.Untuk menempuh perjalanan itu tentu menguras tenaga.Saat tiba ditengah sungai ,sampan yg dinaiki Lincoln mengalami kerusakan karena terus bergesekan dengan lapisan es.Tak putus asa, Lincoln meneruskan perjalanannya dengan berenang dalam air yang dingin sampai akhirnya tiba diseberang.

Sampai di rumah tujuan itu, ternyata hakim itu sibuk mengurus kebutuhan rumah nya,maka dengan senang hati Lincoln menyingsingkan lengan bajunya untuk kemudian mencari kayu bakar dihutan, mengambil air di sumur dan berbagai pekerjaan lain tanpa meminta imbalan sedikitpun.Ia hanya minta diperbolehkan membaca buku-buku yang ada di perpustakaan milik sang hakim.Tentu saja sang hakim dengan senang hati mengizinkannya pada anak muda yg penuh semangat ini.Tekad yang kuat ini kelak mengantarkan Abraham Lincoln menjadi Presiden Amerika serikat.[]

"𝑺𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒔𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒎𝒆𝒘𝒖𝒋𝒖𝒅𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒊𝒎𝒑𝒊𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒌𝒂𝒅 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒖𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒆𝒏𝒄𝒂𝒏𝒂𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈.𝑻𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒄𝒖𝒂𝒍𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒊𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒕𝒆𝒏𝒈𝒈𝒆𝒍𝒂𝒎 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒏𝒈𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒏𝒈𝒂𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒌𝒖"


Dari buku

JANGAN MENYERAH



Senin, 08 Juli 2024

DOKTER LO

 

"𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧."

(Booker T Washington)


Ada seorang dokter sepuh di kota Solo, Jawa Tengah bernama dokter Lo Siaw Ging. Pada usianya yang menjelang 75 tahun, beliau tetap berpraktik untuk memeriksa pasien.


Ditengah meningginya biaya perawatan dokter dan rumah sakit, dia masih memberikan tarif periksa yang sangat rendah. Bahkan banyak pasien yang tidak mampu, tidak dimintai bayaran. Karena itulah pasien dokter Lo tidak hanya dari Solo, tetapi juga dari Sukoharjo, Karangnyar, Sragen, Klaten, Boyolali, dan Wonogiri.


Setiap pagi dan sore, dokter Lo melayani pasiennya di tempatnya praktik sekaligus rumah tinggalnya di sebuah rumah tua di Jl. Jagalan 27, Kelurahan Jebres, Kota Solo. 

Mayoritas pasien Lo adalah keluarga tak mampu secara ekonomi. Mereka itu, jangankan membayar ongkos periksa, untuk menebus resep dokter Lo pun sering kali tak sanggup.


Bagi dokter Lo, apa yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang istimewa. Dia dapat memahami kondisi sebagian pasiennya itu.

Ada seorang pasiennya, karena terlalu sering berobat ke dokter Lo dan tak membayar, ia merasa tidak enak hati. Dia lalu bertanya berapa biaya pemeriksaan dan resep obatnya.

''Memangnya uangmu sudah banyak?", demikian jawab dokter Lo.


Kardiman, seorang penjual bakso di samping rumah dokter Lo, mengatakan para tetangga tidak dimintai bayaran ketika periksa, cukup ucapan terima kasih saja.


Tentu saja, dokter Lo yang membayar semua biaya-biaya pasiennya itu. Bagaimana lagi, banyak pasien yang benar-benar tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu menebus obat. Akhirnya, dokter Lo menulis resep dan memintanya mengambil di apotek langganannya. Resep itu sudah ditandatangani dokter Lo. Petugas akan memberi obat yang diinginkan. Setiap akhir bulan, pihak apotek yang kemudian menagih harga Obat tersebut kepada dokter Lo.

Tagihan obat itu perbulan besarnya antara ratusan ribu sampai Rp. 10juta.

Tak jarang pula, untuk pasien yang cukup parah dokter Lo memberikan rekomendasi gratis berobat ke RS Kasih Ibu, Solo.


Saat kerusuhan Mei 1998 di mana terjadi aksi sentimen rasial, dokter Lo tetap membuka prakteknya, meski tetangganya melarang.

Tetangganya malah dimarahi, karena kasihan orang yang sudah jauh-jauh datang mau berobat. Para tentara juga datang untuk mengevakuasinya, tetapi dokter Lo menolaknya.

"Saya ini orang Solo, jadi tak perlu ke mana-mana. Buat apa?" katanya.

Akhirnya wargalah yang kemudian berjaga-jaga di sekitar kediaman dokter Lo, agar tidak menjadi sasaran kerusuhan.


Dokter Lo selalu teringat pesan ayahnya, "Ayah saya berkali-kali mengatakan, kalau mau jadi dokter jangan dagang. Kalau mau dagang, jangan jadi dokter. Makanya, siapa pun yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus terbuka."


Selain itu, dia juga terinspirasi oleh Dr Oen. "Dokter Oen itu jiwa sosialnya tinggi dan kehidupan sehari-harinya begitu sederhana."

"Ini bukan berarti saya tak menerima bayaran sama sekali dari pasien. Tetapi kepuasan bisa membantu sesama yang tidak bisa dibayar dengan uang," katanya sambil bercerita bahwa ada sebagian pasien yang membawakannya pisang.

Keseharian dokter Lo dan keluarga juga sangat sederhana. Sehingga pendapatannya sebagai dokter cukup untuk hidup berdua dengan istrinya. "Kebutuhan kami hanya makan. Lagi pula orang seumur saya, seberapa banyak Sih makannya?" ujar dokter Lo.


Sebenarnya, mantan Direktur RS Kasih lbu ini justru tidak suka pada publikasi. Beberapa kali dia menolak permintaan wawancara dari media. "Enggak usahlah diberita-beritakan. Saya bukan siapa-siapa," ujarnya.


Bagi Lo, apa yang dia lakukan selama ini sekadar membantu mereka yang tak mampu dan membutuhkan pertolongan dokter. "Apa yang saya lakukan itu biasa dilakukan orang Iain juga. Jadi, tak ada yang istimewa," ujarnya.[]


"𝑴𝒆𝒎𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏, 𝒕𝒂𝒏𝒑𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒓𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒎𝒃𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒂 𝒑𝒖𝒏 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒓𝒕𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂."

(Gavin Bird)


Dari buku

"BUKU UNTUK DIBACA" All About Love, Live, and Hope


(𝑷𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒍 𝟗 𝑱𝒂𝒏𝒖𝒂𝒓𝒊 𝟐𝟎𝟐𝟒 𝒅𝒐𝒌𝒕𝒆𝒓 𝑳𝒐 𝒘𝒂𝒇𝒂𝒕 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒖𝒔𝒊𝒂 𝟗𝟎 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒅𝒊𝒓𝒂𝒘𝒂𝒕 𝒅𝒊 𝑹𝑺 𝑲𝒂𝒔𝒊𝒉 𝑰𝒃𝒖 𝑺𝒐𝒍𝒐)

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “𝑺𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒎𝒂𝒏𝒇𝒂𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏.”  (Hadits Riway...