Pria bernama Sutrisno akrab dipanggil dengan nama Pak Tris.
Sebagai Kepala Sekolah di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta, dia mempunyai komitmen untuk menegakkan disiplin di sekolahnya.
Saat itu kondisi sekolah masih sangat sederhana. Pak Tris pun mengajak semua guru untuk merumuskan sejumlah langkah terobosan untuk membuat perubahan besar di sekolah. Salah satu hasil musyawarah yang disepakati adalah pentingnya penerapan disiplin bagi semua warga sekolah. Bagi guru, kepala sekolah, maupun staf tata usaha yang terlambat, dikenai hukuman berlari di halaman sekolah dan disaksikan para murid. Maksudnya jelas, agar menimbulkan efek jera.
Sebelum kesepakatan itu dibuat, Pak Tris sebagai kepala sekolah hampir tidak pernah terlambat, meskipun harus menempuh perjalanan puluhan kilometer. Ketika ia sengaja terlambat, tak ada seorang pun guru atau staf tata usaha yang menghukum Pak Tris. Tetapi Pak Tris sebagai kepala sekolah tetap konsisten mematuhi kesepakatan rapat. la pun berlari di halaman sekolah disaksikan oleh para murid dan guru-gurunya.
Ketika jam istirahat, Pak Tris menanyakan kepada guru dan staf tata usahanya, mengapa ia tidak dihukum. Para guru dan staf tata usahanya pun menyampaikan kalau mereka tidak enak kalau harus menghukum pimpinan mereka sendiri.
"𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒃𝒂𝒑𝒂𝒌 𝒅𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒆𝒏𝒂𝒌 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎 𝒔𝒂𝒚𝒂. 𝑻𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒎𝒐𝒉𝒐𝒏 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒕𝒂𝒉𝒖𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒔𝒊𝒌𝒂𝒑 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒊𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒎𝒃𝒂𝒕 𝒑𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏. 𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒌𝒐𝒎𝒊𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒌𝒐𝒏𝒔𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒔𝒆𝒑𝒂𝒌𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂. 𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒃𝒂𝒑𝒂𝒌 𝒊𝒃𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎 𝒔𝒂𝒚𝒂, 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊" begitulah kurang lebih yang disampaikan Pak Tris kepada guru dan staf tata usahanya ketika itu.[]
𝕵𝖎𝖐𝖆 𝖔𝖗𝖆𝖓𝖌 𝖒𝖊𝖓𝖏𝖆𝖉𝖎 𝖇𝖆𝖎𝖐 𝖐𝖆𝖗𝖊𝖓𝖆 𝖒𝖊𝖗𝖊𝖐𝖆 𝖙𝖆𝖐𝖚𝖙 𝖒𝖊𝖓𝖉𝖆𝖕𝖆𝖙 𝖍𝖚𝖐𝖚𝖒𝖆𝖓 𝖆𝖙𝖆𝖚 𝖒𝖊𝖓𝖌𝖍𝖆𝖗𝖆𝖕𝖐𝖆𝖓 𝖍𝖆𝖉𝖎𝖆𝖍, 𝖒𝖆𝖐𝖆 𝖒𝖊𝖗𝖊𝖐𝖆 𝖇𝖊𝖗𝖆𝖉𝖆 𝖉𝖆𝖑𝖆𝖒 𝖕𝖊𝖓𝖞𝖊𝖘𝖆𝖑𝖆𝖓 𝖞𝖆𝖓𝖌 𝖇𝖊𝖘𝖆𝖗.
(Albert Einstein)
Dari buku
Learning Metamorphosis "Hebat Gurunya Dahsyat Muridnya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar