Senin, 14 November 2022

DAUN-DAUN YANG GUGUR

Suatu saat, seorang biksu sedang bermeditasi di pondoknya di tengah hutan. Tiba-tiba turun hujan deras dan datang angin topan yang dahsyat.

Sang biksu segera sadar bahwa pondok jeraminya tak akan sanggup melindunginya. Jika sebuah pohon tumbang menimpa pondoknya, atau meskipun cuma sebuah dahan besar, pondoknya akan rata dengan tanah dan meremukkannya sampai mati. Dia tidak tidur sepanjang malam karena suasana yang mencekam.


Beberapa jam sebelum fajar menyingsing, secepat datangnya, begitu pula badai itu berlalu. Pada dini hari, sang biksu keluar dari pondoknya untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Banyak dahan besar dan dua pohon berukuran lumayan yang luput mengenai pondoknya. Dia merasa beruntung masih hidup. Apa yang tiba-tiba menarik perhatiannya, bukanlah pohon yang tumbang  dan dahan-dahan patah yang berserakan di mana-mana, tetapi dedaunan yang sekarang tersebar menyelimuti lantai hutan.


Seperti dugaannya, kebanyakan dedaunan yang berguguran adalah daun-daun yang berwarna cokelat tua dan kering seperti pada umumnya. Di antara dedaunan yang berwarna cokelat terdapat banyak daun yang kuning. Bahkan terdapat pula beberapa daun yang hijau. Dan daun-daun yang berwarna hijau itu masih segar dan cerah, sehingga sang biksu tahu bahwa dedaunan itu baru saja jatuh dari pucuknya. Pada saat itulah hati sang biksu memahami sifat kematian sebagaimana adanya.


Dia ingin menguji kebenaran dari pengetahuan yang baru saja dipahaminya, lalu dia mendongak ke arah dahan-dahan pohon itu. Cukup meyakinkan, hampir sebagian besar dedaunan yang tertinggal di pohonnya adalah dedaunan hijau yang sehat segar. Namun, meskipun banyak dedaunan muda yang gugur di atas tanah, ada sebagian daun berwarna cokelat tua  dan keriting yang tetap bertahan di dahannya. 

Sang biksu tersenyum


Ketika badai kematian datang menghempaskan keluarga kita, badai itu biasanya mengambil orang-orang yang sudah tua, dedaunan yang cokelat dan kering. Badai itu juga mengambil orang-

orang yang paruh baya, seperti daun-daun kuning di pohon. Kadang, anak-anak belia pun meninggal juga, seperti halnya dedaunan yang berwarna hijau.

Inilah sifat hakiki dari kematian dalam kehidupan kita, sebagaimana hakikat badai di sebuah hutan.


Tak seorang pun yang perlu disalahkan dan tak seorang pun yang harus merasa bersalah atas kematian seseorang. Inilah sifat alami dari segala sesuatu. Siapa yang bisa menyalahkan badai? Hal ini dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan mengapa kematian bisa menghampiri anak-anak, orang belia, atau orang yang sudah tua. Jawabnya sama dengan mengapa tidak hanya daun yang tua dan kering saja yang  berguguran dalam sebuah badai.[]


"π™·πš’πšπšžπš™ πšπšŠπš— πš–πšŠπšπš’ πšŠπšπšŠπš•πšŠπš‘ 𝚜𝚊𝚝𝚞 πš‹πšŽπš—πšŠπš—πš, πšπšŠπš›πš’πšœ πš’πšŠπš—πš πšœπšŠπš–πšŠ πšπš’πš•πš’πš‘πšŠπš πšπšŠπš›πš’ πšœπš’πšœπš’ πš’πšŠπš—πš πš‹πšŽπš›πš‹πšŽπšπšŠ."

(Lao Tzu)


Dari buku

"Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “π‘Ίπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ-π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ π’Žπ’‚π’π’–π’”π’Šπ’‚ 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 π’šπ’‚π’π’ˆ π’‘π’‚π’π’Šπ’π’ˆ π’ƒπ’†π’“π’Žπ’‚π’π’‡π’‚π’‚π’• π’ƒπ’‚π’ˆπ’Š π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’.”  (Hadits Riway...