Pagi itu sebelum berangkat ke Surabaya bersama istriku, aku bersedekah pada pembantuku sebesar 50 ribu. Aku merasa ia benar-benar membantu kami dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Semalam aku melanjutkan membaca buku "Ternyata Sedekah Nggak Harus Ikhlas", setelah seharian melanjutkan pekerjaan berkeliling kota pahlawan. Hal yang terngiang dalam buku tersebut adalah tugas kita sedekah, sedekah yang besar, nanti Allah akan membalas minimal 10 kali lipat bahkan lebih, dan pagi itu langsung kuaplikasikan dengan bersedekah kepada pembantuku.
"Bun, Berikan ini pada office boy kantormu ya? "pintaku saat sampai di depan lobi kantornya sembari memberikan uang 20 ribuan tiga lembar
"Tumben .... Untuk apa, Yah?" tanya istriku keheranan dengan alis mengerut.
"Udaahh, pokoknya berikan saja," jawabku sembari tersenyum.
Istriku hanya tersenyum menerima uang 20 ribuan tersebut, dan aku juga membalas dengan senyuman sembari dalam hati tetap yakin pada Sang Maha Pemberi.
Kulanjutkan untuk berkeliling menyebarkan brosur penjualan sapi kurban.
Keluar dari masjid, sebelum melanjutkan perjalanan aku memasukkan uang lembaran 50 ribu rupiah ke dalam kotak infak masjid. Seperti biasanya, ketika memberi peminta-minta di jalan, dalam hatiku malu kepada Allah. Aku biasanya memasukkan dalam kotak infak masjid paling besar dua ribu rupiah saja.
Dengan motor kesayanganku ini, langsung aku menuju rumah orangtua dan rumah beberapa kerabatku di wilayah Surabaya utara. Aku bermaksud memberi rezeki kepada mereka masing-masing 100 ribu rupiah. Pulangnya, arah perjalanan ke rumah Sidoarjo, aku mampir ke yayasan yatim piatu dan duafa untuk bersedekah lagi. Entahlah kenapa aku jadi keranjingan sedekah begini.
Begitulah tiap hari aktivitasku berkeliling menyebar brosur usaha sapi kurban sembari keyakinan untuk berbagi hingga tidak terasa sudah H-5. Aku berhenti berkeliling dan fokus di stan penjualan bersama ayahku melayani konsumen. Namun pemasaran online tetap jalan melalui pesan pendek, jejaring sosial, milis dan lainnya.
10 Dzulhijjah,
Seperti biasa, bersama Ayah aku melakukan hitung laba rugi setelah dikurangi biaya marketing, gaji pegawai selama lima hari di stan, tukang rumput, sewa stan, sewa transportasi pengiriman, dan sisanya bagi hasil berdua dengan ayahku.
"Alhamdulillah, Din, sudah selesai, "ucap ayahku dalam forum kecil perhitungan akhir usaha keluarga kami.
"Alhamdulillah," sambungku juga.
"Semuanya sudah akan Ayah bayarkan, Din! Namun, Ayah minta maaf karena bagi hasil tahun ini untukku dan untukmu tidak ada sama sekali," ucap Ayah dengan tegas.
Deeg! Kaget mendesir dalam hatiku
"Lha, kenapa, Yah?" tanyaku sembari mengerutkan alis. "Ternyata setelah melihat daftar harga jual sapinya, Ayah keliru dengan harga kulakannya, sehingga hasilnya hanya untuk bayar yang lain, sedangkan bagi hasil kita berdua tidak ada," jawabnya lagi mengalir.
Aku masih terdiam dan tidak terima dengan kenyataan ini, seolah-olah tidak percaya dan tidak mungkin hal ini terjadi.
"Yaaa ... Allah!!" keluhku pada-Nya.
"Sudahlah, khusnudzon pada Allah," kata ayahku.
Sedikit keyakinan membuatku tak henti-hentinya beristighfar.
Dalam perjalanan pulang dari rumah orangtua, hanya kalimat istighfar yang kulafalkan pada Allah, meski hanya untuk menenangkan hati. Aku mencoba khusnudzon pada yang Menciptaku. Namun, terkadang setan menggoda untuk tidak terima atas keputusan Allah akan hal ini, padahal aku sudah banyak bersedekah dan berikhtiar atas usaha hewan kurban ini.
Tasyrik hari terakhir,
Semalam aku sudah berunding dengan istri untuk mencari pinjaman secara personal guna melunasi pinjaman dari investor yang notabene teman istri sendiri.
Brrtt .... !
Tiba-tiba getar handphone-ku berbunyi tanda ada SMS masuk. Ternyata pengirimnya dari sahabatku yang bergerak di lembaga kemanusiaan Islam.
"Assalamualaikum akhi, ana minta tolong antum bisa carikan kambing qurban untuk disalurkan ke kaum dhuafa wilayah kumuh dan miskin? Aqadnya jual beli aja ga pa-pa". Begitu bunyi SMS darinya.
Aku pun langsung membalas dan bertanya berapa ekor yang dibutuhkan. Sambil kutunggu balasan darinya.
Kembali HP ku bergetar, tanda ada SMS masuk, benar darinya, "Sekitar 120-an ekor bisa? Dan antum langsung koordinir orang untuk sembelih dan salurkan ke yang membutuhkan", begitu bunyi SMS balasan temanku itu.
Aku tidak langsung menjawab karena masih bingung, kambing sebanyak itu apa bisa kujalankan pada akhir hari tasyrik. Dan dengan keyakinanku Allah pasti menolong, karena masih banyak umat yang tidak merasakan daging kurban.
"Bismillah, insya Allah bisa akhi", aku membalas SMS tersebut singkat dengan penuh keyakinan.
Tak lama aku terima balasannya, "Ok, kirimkan rek antum untk transfer dananya dari total 125 kambing, sekaligus aq email nama pengkurban dan untuk wilayah penyaluran di Surabaya, Syukron".
Subhanaallah ... walhamdulillah .. ! Hatiku benar-benar bahagia dan senang, langsung aku bersujud syukur dan bercerita kebahagiaan ini pada istriku.
Setelah sujud syukur aku langsung cek daftar mutasi via mobile banking, ternyata sudah masuk dengan total 75 juta rupiah. Setelah kuhitung, laba bersihnya mencapai 17 jutaan. Aku masih ingat betul bersedekah ke keluarga, kerabat, yatim, peminta, dan lainnya senilai 1,7 juta.
Sembari berucap hamdalah, aku langsung bergerak menghubungi orang-orang yang bisa menyembelih dan menyalurkan kurban daging kambing, serta langsung menuju mitraku untuk membeli kambing kurbannya.
Ya Allah, Subhanallah ... walhamdulillah! ucap hatiku berkali-kali. Insya Allah bisa melunasi utang pada teman kuliah istriku, dan sisanya masih bisa untuk menafkahi istriku tercinta.[]
Dari buku
"Keajaiban Rezeki" Kisah-kisah Inspiratif yang Menggugah Hati tentang Menjemput Rezeki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar