"π±πππ πππππππ ππππππ πππππππππ ππππ ππ, πππππππ πππππ πππππ ππππ, πππππ π¨ππππ πππππππ πππππ ππππππ ππππ ππππ π ππππππππ ππππ π¨ππππ."
(Syekh Imam Nawawi al- Bantani)
Mak Paerah,
Demikian wanita sepuh itu biasa dipanggil. Ia biasa berjualan pecel di depan gedung DPRD Sumatera Utara, Medan.
Kalau ditanyakan umur, dia akan katakan 86 tahun, padahal dari penampilannya sepertinya itu terlalu muda. Namun ia tetap gesit melayani para pembelinya.
Setiap hari, biasanya sekitar pukul 11.00, Mak Paenah sudah tiba di depan gedung DPRD dari rumah cucunya di Glugur yang berjarak sekitar lima kilometer dan menggelar dagangannya.
Mengenai banyaknya uang hasil dagangnya dalam tas pinggangnya itu, Mak Paenah sering tidak mengetahuinya. Ia memang tidak peduli dengan pendapatannya setiap hari. Tidak jarang ada beberapa lembar ribuan tercecer di bawah kakinya, yang akhirnya diambilkan oleh orang lain. Baginya, yang penting, ia tidaklah merugi. Ia berucap, "π©ππππ ππππ πππ πππ ππππ-ππππ. π²ππππππ πππππππ" (Mengambil untung itu jangan besar-besar. Serakah namanya). Sikap inilah yang membuat Mak Paenah cenderung royal dan para pembeli sering belanja menjelang dagangnya mau habis, karena ia pasti memberikan porsi pecel yang lebih banyak. Karena keyakinan akan dagangannya yang tidak rugi itu pula, sering kali Mak Paenah membelikan rokok untuk orang lain yang tampak memerlukannya. Misalnya, Andi Lubis, fotografer harian "Analisa", Medan, yang perokok berat, beberapa kali diberi rokok oleh Mak Paenah kalau tampak sedang bengong dan tidak merokok. Ia berkata kepada Andi Lubis, "π΅πππ πππππ. π²πππ ππππ ππ π πππ π ππππ ππ?" (Nih rokok. Kamu sedang tidak punya uang kan?).
Bagi Mak Paenah, apa salahnya menyisihkan uang untuk menyenangkan orang lain? Tidak jarang ia memberikan pecelnya secara gratis kalau ada yang lapar, tetapi tak punya uang.
Jadi, untuk apa Mak Paenah berjualan pecel dalam usianya yang sudah sangat senja itu?
"Aku bekerja karena memang manusia itu harus bekerja. Aku sakit kalau nganggur. Menganggur adalah bersahabat dengan setan. Kerja selalu ada kalau kita mau mencarinya. Jangan mau menganggur sampai kita mati."
Saat ada orang yang bertanya, "Setelah anak-anak Mak Paenah bisa hidup mandiri, uang hasil penjualan pecel digunakan untuk apa?", maka ia akan menjawab, "Keuntungan penjualan kusimpan di bawah bantal setiap hari. Uang itu kugunakan untuk menolong orang lain bila ada yang membutuhkannya. Siapa tahu, kan?" Inilah jawabannya yang sangat arif.
Mak Paenah menceritakan bahwa ia pernah menolong tetangganya yang mendadak membutuhkan uang. Tetangganya itu tidak menyangka ketika tiba-tiba Mak Paenah yang hanya berjualan pecel mampu meminjaminya uang dalam jumlah cukup besar tanpa bunga.
Setiap pagi, Mak Paenah mengambil Rp150.000,00 dari simpanannya untuk berbelanja di Pasar Glugur. Pada pukul 04.00, ia sudah bangun. Lalu, pada pukul 06.00, ia sudah mulai memasak bumbu-bumbu pecel dan sayuran. Mengenai hal itu, ia berkata, "Bangun pagi membuatku sehat. Tiap hari berbelanja dan menawar juga tidak membuatku pikun."
Pada bulan Juni dan Juli 2002, para wartawan Medan yang biasa mangkal di depan Gedung DPRD kehilangan Mak Paenah. Selama dua bulan lebih, wanita tua itu menghilang. Banyak orang yang mengkhawatirkan kondisi Mak Paenah. Ada yang beranggapan bahwa Mak Paenah menderita sakit, atau bahkan sudah meninggal dunia.
Akhirnya, Mak Paenah baru muncul pada akhir Juli. Ternyata, Mak Paenah pulang ke kampungnya di Blitar untuk menengok sanak saudaranya.
Menurutnya, semua yang dikenalnya di sana sudah meninggal dunia. Ia bercerita kepada para pelanggannya, "Uangku Rp3.500.000,00 kugunakan untuk membeli oleh-oleh. Tetapi, aku senang bisa melihat Blitar lagi. Aku sama sekali tidak bisa mengenali tempat mana pun di sana." Matanya berbinar-binar saat membicarakan kota yang ditinggalkannya pada awal tahun 1940-an.
Ketika beberapa orang memberitahukan bahwa mereka sangat mengkhawatirkan kondisi Mak Paenah selama tidak berjualan di depan gedung DPRD, Mak Paenah justru marah. Ia berkata, "Kalian kan masih muda, tapi kok tidak punya perasaan. Kalian tahu rumahku kan? Kalau khawatir terhadap kondisiku, kenapa kalian tidak menengokku di rumahku? Gimana jika aku benar-benar sakit? Iya, kan?"
Namun, sejak awal Agustus ini, Mak Paenah menghilang kembali. Setelah ditengok ke rumahnya, ternyata ia tidak kurang suatu apa. Ia berucap, "Aku pindah tempat jualan. Aku mengalah demi orang yang lebih muda dariku dan lebih memerlukan uang." Perkataannya itulah yang menimbulkan tanda tanya. Ternyata, Mak Paenah kini memilih berjualan di Lapangan Merdeka.
Menurutnya, di depan Gedung DPRD itu sudah muncul seorang saingan penjual nasi pecel. Penjual pecel itu masih muda dan selalu terlihat berusaha menyaingi Mak Paenah dalam merebut hati pembeli. Mengenai hal ini, Mak Paenah berkata tanpa emosi, "Aku tidak ingin bersaing dengan orang lain. Bagiku, jatah rezeki sudah ada yang mengatur. Biarlah aku yang sudah tua ini pindah tempat jualan."[]
"π±ππππππ πππ πππππ πππππππ ππππππ πππππ ππππππππ ππππ."
(Jakob Oetama)
Dari buku "Ibu yang Hebat" Kisah-kisah Inspirasional tentang Keajaiban dan Kehebatan Para Ibu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar