Dengan santainya lelaki tua asing itu menghamparkan tikar persis di koridor istana. Seolah-olah dia melakukannya bukan diistana. Hal ini membuat raja tidak bisa menahan diri dan menghampirinya.
"Siapa kau pak Tua, yang berani-berani memasuki istanaku tanpa izin?"
Dengan santai pria asing itu menjawab "O, Baginda, menurutku tempat ini adalah tempat persinggahan para musafir"
"Apa katamu?. Apa kau sudah gila menyebut istanaku sebagai tempat persinggahan?" sergah raja yang sudah tidak bisa menahan diri.
"Tunggu dulu, Baginda. Jangan marah. Jawab dulu pertanyaan hamba ini. Siapakah yang tinggal disini sebelum Baginda?"
"Tentu saja Ayahku" jawab raja.
"Lalu, dimana beliau sekarang?"
"Dia sudah meninggal dan pergi untuk selamanya"
"Lalu, siapakah yang menempati istana sebelum ayahanda Baginda?"
" Kakekku" jawab raja.
"Dimana dia sekarang?"
"Dia juga sudah pergi"
"Sebelum kakek Baginda, siapa yang tinggal di istana ini?"
"Tentu saja ayah kakekku. Kenapa itu kau tanyakan" kata raja makin tidak sabar.
"Dimana moyang Baginda itu sekarang?"
"Tentu telah tiada. Dia telah meninggalkan dunia ini"
"Jika begitu," kata pria asing itu,"di tempat ini, yang baginda sebut dengan istana, orang ternyata datang dan pergi. Lantas, apakah aku salah jika menyebutnya sebagai tempat persinggahan musafir? Baginda menyebutnya istana, tapi aku menyebutnya persinggahan musafir. Ingatlah, Baginda: engkau pun adalah seorang musafir. Dan akan tiba saatnya bagimu untuk pergi dari sini"
Tiba-tiba suasana terasa beku. Senyap dan menggigit. Beberapa saat kemudian, sang raja tersadar namun tidak melihat lagi lelaki asing tadi. Orang itu telah lenyap. Tapi kalimat demi kalimat yang dikatakannya terus terngiang di telinganya dan mengisi seluruh kalbunya. Kelak, saat tiba waktunya, raja memutuskan meninggalkan istana beserta seluruh kemewahan di dalamnya lalu pergi mencari kebijaksanaan Tuhan.
Ketidakabadian hendaknya dijadikan untuk bersikap menjaga, memelihara, dan menggunakannya sebaik mungkin. Karena hanya jejak memori yang baik sajalah yang bisa ditinggalkan
Dari buku
KAFE ETOS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar