Sabtu, 19 Maret 2022

KOEFISIEN RESTITUSI JFK

Tidak ada keberanian besar yang tidak disertai dengan rasa percaya diri dan kepastian, dan sebagian dari perjuangan kita terdapat dalam keyakinan diri bahwa kita mampu menghadapi apa yang sedang kita lakukan

(Orison Swett Marden)


Kepulauan Solomon, Agustus 1943

Ditengah malam dengan ganasnya ombak lautan Pasifik, sekelompok pelaut melakukan patroli dengan menggunakan kapal torpedo motor PT-109 berbendera Amerika serikat. Suasana cukup mencekam dalam suasana Perang Pasifik.

Tiba-tiba saja muncul kapal perusak Jepang yang langsung menghantam kapal itu hingga hancur dan tenggelam. Para awak yang selamat segera menyelamatkan diri dengan berpegangan pada kepingan-kepingan kapal yang terserak.

Ditengah ancaman hiu yang ganas dan malam yang pekat mereka mencoba berenang untuk mencari daratan yang terdekat. Setelah berenang dengan bantuan kepingan papan sejauh 6 km  selama lima jam, mereka akhirnya mendarat disebuah pulau tak berpenghuni.

Dalam keadaan yang lelah fisik maupun psikis, mereka kini menghadapi ancaman kelaparan, karena pulau yang mereka darati hanya berupa batu. 

Nakhoda kapal, seorang letnan berwajah tampan, akhirnya memutuskan untuk berpindah ke Olasana, sebuah pulau terdekat dimana terdapat tumbuhan kelapa sehingga bisa bertahan hidup.

Enam hari kemudian, serombongan regu penolong berhasil menyelamatkan sisa-sisa awak kapal yang terdampar itu. Kelak, pulau itu kemudian diberi nama Pulau Kennedy untuk mengenang kegigihan dan kesabaran sang Nakhoda bersama anak buahnya bertahan hidup.

Tujuh belas tahun kemudian, John Fitzgerald Kennedy, sang nakhoda tadi dilantik menjadi Presiden Amerika serikat ke-35, sekaligus presiden termuda dalam sejarah Amerika serikat (43 tahun).

Apa yang dialami oleh Kennedy ini adalah sebuah bentuk elastisitas hidup dimana setelah terbentur kebawah akan melenting keatas.


Koefisien restitusi atau koefisien elastisitas adalah perbandingan tinggi pantulan dengan tinggi benda jatuh yang dirumuskan dengan:


e = ✓(h'/h)

dengan

e: koefisien restitusi

h: tinggi benda jatuh

h': tinggi pantulan benda

Dari rumus diatas terlihat, tinggi pantulan dipengaruhi oleh tinggi benda jatuh.


Seorang yang mempunyai elastisitas tinggi akan mudah menyesuaikan diri. Orang yang menganggap dirinya benar, tak suka dibantah, tidak terampil menyelesaikan masalah adalah tipe orang dengan elastisitas rendah. Seperti batu, benturan tidak membuatnya melenting, justru akan merusak lantai atau memecahkannya.


Hadapilah setiap tantangan yang menghadang dengan lapang dada, seakan Anda tersentuh gairah kemenangan

(George S Patton)


Dari buku

"Mobil Mogok Anggota Dewan" Sebuah Sainspirasi

Minggu, 13 Maret 2022

PELANGI DI SUDUT NEGERI








Hari ini adalah hari terakhir saya di desa yang amat saya cintai. Berat perasaan saya meninggalkan semua keluarga disana. Bagaimana mungkin hari ini menjadi hari terbaik sekaligus terburuk dalam hidup saya. Di satu sisi saya harus kembali ke keluarga saya di Jawa. Pada sisi lain, ini adalah hari terakhir saya di desa Bibinoi.

Pendeta Oskar mengundang saya untuk mengucap salam perpisahan dengan jemaah gereja sekaligus seluruh warga Nasrani. Dengan berat hati, saya berangkat ke pertemuan terakhir dengan warga yang saya kasihi.

Di rumah pendeta, saya dipersilahkan masuk. Kami berbicara dengan hangat dan akrab diselingi minum teh dan makan kue-kue.

Saya ingat sebuah peristiwa dirumah ini beberapa saat lalu. Untuk menjamu makan saya, ibu pendeta bersusah-susah meminjam peralatan makan tetangganya yang muslim untuk menjamin saya tidak termakan sesuatu yang dilarang agama.

Jemaah sudah banyak berkumpul didepan rumah pendeta, demikian juga anak-anak. Pendeta Oskar mengajak saya untuk masuk gereja. Sepertinya saya adalah satu-satunya muslim yang ada didalam gereja dan duduk di bangku terdepan. Saya mengenakan baju koko, karena hari itu masih dalam suasana Idul Adha.

Pendeta Oskar membuka pertemuan dengan memberitahukan bahwa hari ini adalah hari terakhir saya di Bibinoi. Saya berusaha untuk tidak menangis menghadapi perpisahan ini. Hal yang sama nampaknya dialami oleh warga dan anak-anak.

"Bapak deng (dan) ibu boleh jadi petani, boleh jadi nelayan. Tapi ngoni pe anak (anak kalian) harus jadi dokter, harus jadi insinyur, atau jadi guru. Anak-anak harus pergi ke sekolah. Dengan pendidikan, moga-moga hidup kitorang (kita semua) akan jadi lebih baik" demikian saya memberikan sambutan.

Giliran beberapa orang tua murid menyampaikan pesan dan kesan:

"Selama 30 tahun saya hidup di Bibinoi, saya tak pernah melihat guru seperti Pak Bayu. Yang mau berkotor-kotor dengan anak-anak, mandi di kali dengan anak-anak. Pak Bayu sudah banyak mengubah anak-anak kami" demikian seorang bapak memberikan kesan.

Bapak lain berkata "Saya melihat sendiri perubahan yang terjadi pada anak saya. Saya sangat berterimakasih. Kami tidak bisa memberi apa-apa selain doa agar pak Bayu selalu dirahmati oleh Tuhan"

"Jika pak Bayu nanti jadi calon presiden, pasti kami semua warga Bibinoi akan memilih pak Bayu" ujar seorang bapak terakhir.

Beberapa jemaah terlihat mulai menitikkan air mata, sebagian anak juga terlihat matanya berkaca-kaca.

Setahun lalu kami orang asing dan tidak saling mengenal. Hari ini, saya adalah keluarga mereka dan mereka juga keluarga terbaik saya.

Teringat saya pada saat Idul Fitri, semua siswa mengunjungi guru mereka tanpa kecuali. Saat mereka datang, saya siapkan kue-kue kecil untuk dibagi. Mereka mencium tangan, mengucapkan selamat dan meminta maaf. Saya pun tak lupa meminta maaf kepada anak-anak. Demikian pula saat Natal tiba. Bersama orang tuanya, murid-murid dari kampung Nasrani berkunjung ke rumah saya sekedar untuk bersilaturahmi.

Sebelum pulang, pendeta meminta saya untuk mampir ke rumahnya sekali lagi. Ada hal penting yang ingin disampaikan. Saat saya berpamitan, tiba-tiba pendeta memasukkan satu plastik keresek ke kantong baju koko saya.

Rupanya amplop yang saya tolak saat jamaah berpamitan tadi lalu dikumpulkan dan dimasukkan keresek hitam dan meminta pendeta agar menyampaikan ke saya.

Kembali saya tolak. "Pak Os, gunakan saja untuk renovasi gereja" ujar saya memohon.

"Tidak pak Bayu. Ini adalah amanat untuk pak Bayu. Saya tak berhak menerimanya"

"Pak Os, tolonglah. Gunakan uang ini untuk acara Natal sebentar lagi"

"Pak Bayu gunakan ini untuk ongkos kembali ke rumah. Biarpun sedikit, semoga bermanfaat"

Akhirnya keresek plastik itu saya terima. Sebelum pulang, saya minta izin sebentar ke kamar kecil dibelakang rumah. Dalam kamar kecil beratapkan langit itu, saya membuka amplop satu persatu. Sungguh perih hati saya melihat uang seribu, dua ribu, lima ribu yang mereka berikan kepada saya. Ada satu amplop berisi dua puluh ribu yang sangat mungkin uang sebanyak itu adalah hasil kerja keras melaut satu hari.

Pada amplop tertulis "Untuk ongkos Pak Bayu pulang". Hati saya sangat tersentuh, terharu dan akhirnya saya hanya bisa menangis.


                                ---- o0o ----

Perahu mulai menjauh dari bibir pantai. Saya masih melihat semuanya. Semua warga menunggu perahu saya menghilang di kejauhan. Mereka setia, melambaikan tangan. Ketika perahu melewati tanjung, pulau itu tinggal bayangan samar-samar. Namun saya telah menemukan pelangi di ujung negeri.[]


(dikisahkan Bayu Adi Persada, Pengajar Muda di Desa Bibinoi, Halmahera Selatan dalam buku "Mengabdi di Negeri Pelangi")


Keterangan foto: Bayu Adi Persada (berkaca mata) bersama beberapa muridnya di Desa Bibinoi

MENIKMATI PROSES


  
Jika Anda rela melakukan hal-hal yang sulit, maka hidup ini akan menjadi mudah

Saat melewati kandang ayam, seekor itik melihat ayam sedang mengerami telurnya.
"Ay, apa yang sedang kau lakukan? Sepanjang hari hanya duduk diam" tanya itik dengan mencibir.
"Tidakkah kau melihat aku sedang mengerami telurku, It?" jawab ayam.
"Repot sekali pekerjaanmu. Aku tidak perlu berlama-lama mengerami telurku. Tanpa dierami telurku akan menetas dengan sendirinya" kata itik sambil berlalu.
Hari terus berganti, induk ayam dengan setia tetap mengerami telurnya.
"Penderitaan yang kualami tidak akan sebanding dengan kebahagiaan yang akan kuperoleh" gumamnya menguatkan diri.
Pada hari ke dua puluh satu, ia melihat telurnya "wah, masih utuh.....", kembali dia menangkupkan sayapnya. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi " trak..!". Sebutir telurnya mulai gemeretak, disusul dengan telur yang lain. Dan satu-persatu muncullah anak-anak ayam yang mungil dari bawah sayapnya. Kini induk ayam itu bisa turun dari kandangnya diikuti oleh anak-anak ayam yang baru menetas.
Sementara itu, itik menjalani hari-harinya seperti biasa, tidak ada tantangan, tidak ada perjuangan dan tidak ada kejutan yang menggembirakan.
Dua puluh satu hari adalah masa penungguan induk ayam untuk mendapatkan impiannya. Waktu yang dipaksa lebih cepat hanya akan menghasilkan kegagalan menetas dan menghasilkan telur busuk.
Demikian juga pencapaian hidup. Semua orang rindu menjadi yang teratas dan mencapai hal-hal yang luar biasa yang sebelumnya belum pernah diraih. Pemaksaan pencapaian dengan cara-cara yang tidak pantas hanya akan membuahkan kegagalan. []

"Orang memutuskan untuk meraih kesuksesan maksimal harus belajar bahwa kemajuan dibuat selangkah demi selangkah. Sebuah rumah dibangun dari bata demi bata. Pertandingan dimenangkan melalui permainan-permainan. Setiap pencapaian besar adalah rangkaian pencapaian-pencapaian yang kecil"
(David Joseph Schwartz)

Dari buku
"If You Believe You Can Achieve" 40 motivasi tingkatkan produktivitas, kinerja, pencapaian target dan profit secara signifikan

Selasa, 08 Maret 2022

ABE SI RENDAH HATI



"Temukan kemenangan di setiap kekalahan untuk tetap berharap dan temukan kekalahan di setiap kemenangan untuk tetap rendah hati.

Springfield, Illionis 1855 suatu siang,

Lelaki kurus dengan kaki dan tangan yang panjang itu tampak jangkung. Ia membukakan pintu  rumah kayunya untuk tamunya dengan kesan muka yang mengesankan sorot mata  tajam, pilu dan bijak.

Tamu itu adalah PH.Watson, seorang penasihat hukum yang sedang berperkara soal hak paten.

Wajah Lincoln, pemilik rumah, menunjukkan minat  "Kasus Mc.Cormick - Manny?" Watson mengangguk.

Dengan uang muka lima ratus dollar, tentu menarik bagi pengacara yang tidak terkenal itu, apalagi sidangnya dilakukan di Springfield.

Namun, setelah Watson pergi, ia berpikir akan berhadapan dengan dengan pengacara yang berpengalaman, sedangkan dia kurang memahami undang-undang tentang paten yang akan disidangkan.

Lincoln segera menyiapkan diri dan melakukan surat-menyurat dengan Watson untuk persiapan sidangnya.

Kekecewaan mulai muncul saat terjadi perubahan tempat sidang ke Cincinnati. Rupanya Watson tidak mau membebani Lincoln dengan hal yang dianggap sepele tersebut.

Jadi, berangkatlah Lincoln ke Cincinnati untuk bertemu dengan para kliennya. Ia yakin, mereka menghormati kemampuannya dan mengandalkannya. Disakunya tersimpan catatan singkat, hasil kerja kerasnya dan akan menentukan masa depannya.

Ia berpakaian dengan cermat untuk menunjukkan martabatnya. Sayang, ia terlihat seperti orang udik yang canggung dengan celana panjang yang tidak cukup menutup mata kakinya dan mengenakan kain linen yang bernoda keringat.

Kembali Lincoln harus menerima kekecewaan. JH.Manny & son rupanya sudah menyewa pengacara yang lain: Edwin M Stanton. Bahkan ia sudah lebih dulu bekerja.

Saat Manny mengajak Lincoln ke hotel Stanton, pintu kamar terbuka dan Lincoln menunggu diluar. Stanton yang melihatnya berkata dengan keras: "Apa yang dilakukannya disini? Singkirkan dia! Aku tidak mau bekerja sama dengan monyet canggung seperti itu!Kalau aku tidak disediakan orang yang penampilannya rapi untuk persidangan, lebih baik aku mundur!"

Lincoln pura-pura tidak mendengar hinaan itu. Dengan kepala tegak ia menuruni tangga dan dikenalkan dengan pengacara lain satu tim, George Harding. Mereka lalu berangkat ke persidangan.

Saat pihak lawan mengatakan tim Manny hanya diberi kesempatan dua kali berbicara, Stanton dan Harding saling berpandangan. Makin jelas bagi Lincoln ia merasa hanya orang luar.

Dengan pelan Lincoln berkata "Aku sudah menyiapkan catatanku"

Stanton menoleh dan mengangkat bahu dengan gaya menghina.

"Mungkin Pak Stanton ingin mewakili aku untuk berbicara"

Stanton menyambar tawaran itu seolah menganggap pengunduran diri Lincoln dari kasus tersebut. Merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Lincoln meninggalkan ruang sidang.

Dia berdiri sendirian diluar gedung pengadilan. Tetapi dia merasa sudah dibayar untuk menyiapkan risalahnya, kembali ia masuk ke ruang sidang dan berkata kepada Watson "Aku sudah menghabiskan waktu untuk menyusunnya. Barangkali Harding bisa menggunakan" Tapi catatan itu masih tetap tergeletak diatas meja sampai keesokan harinya.

Sepanjang pekan berlangsungnya pengadilan, para pengacara kedua belah pihak sering makan bersama. Hakim juga pernah mengundang makan malam mereka di rumahnya. Hanya satu orang yang tidak diajak: Abraham Lincoln, si Canggung dari Springfield.

Klimaks dari sidang itu adalah kemenangan dari pihak Manny yang diwakili oleh Stanton. Lincoln melupakan harga dirinya yang terluka saat memperhatikan logika brilian Stanton yang membuatnya terpana.

Malam itu, Lincoln berjalan bersama seorang temannya. "Argumen Stanton membuka mataku" katanya " Belum pernah aku mendengar sesuatu yang begitu tuntas dan begitu rapih persiapannya" Kemudian, dia melanjutkan "Aku tak bisa sepiawai mereka. Aku tak bisa bicara seperti mereka, atau berpenampilan seperti mereka!" Tetapi Lincoln bertekad untuk tidak membiarkan dirinya dihina.

Atas argumen Stanton di pengadilan yang memenangkan perkara, datang cek sebesar dua ribu dollar kepada Lincoln. Tetapi, uang yang baginya adalah harta yang besar itu, ia kembalikan dan mengatakan ia tidak patut dibayar mengingat ia tidak ikut ambil bagian dalam penyelesaian kasus tersebut.

Watson merasa bersalah, karena, karena ikut berperan mengesampingkan Lincoln dan menawarkan cek itu sekali lagi. Cek itu datang saat Lincoln dalam kesulitan keuangan. Dia terpaksa menerima uang itu dan memberikan separuhnya kepada rekan kerjanya, Herndon.

Lincoln tidak bisa meniadakan kegetiran hatinya- kenangan pahit itu akan selalu dikenangnya - tetapi, dia bisa mengubah dirinya agar tidak usah menerima hinaan yang menyakitkan hati dengan alasan yang sama. Tampilannya menjadi lebih bermartabat, pidatonya lebih baik, lebih bermakna.[]


Saya tidak terikat untuk menang, tetapi saya pasti benar. Saya tidak terikat untuk berhasil, tetapi saya harus hidup oleh cahaya yang saya miliki. Saya harus berdiri dengan siapa pun yang berdiri dengan benar, dan berdiri dengan dia saat dia benar, dan berpisah dengannya ketika dia salah.

(Abraham Lincoln)


Dari Buku

"Everyday Greatness" Inspirasi untuk Mencapai Kehidupan yang Bermakna

Senin, 07 Maret 2022

MENEMUKAN SIMPUL









Melelahkan sekali membuka karung beras pertama itu. Harus menggunakan garpu atau kawat untuk mengurai agar tali ikatan karung lepas. Tak jarang karena terburu-buru terpaksa menggunakan pisau atau gunting untuk memotong karung agar karung terbuka.

Saat hampir putus asa untuk membuka karung kedua , terlihat ada sebuah simpul pada bagian lain dari karung .Dan,ajaib, saat ujung simpul itu ditarik: srrrrrrreeeeeet....., keseluruhan tali simpul pengikat itu terlepas dengan begitu mudahnya dalam waktu yang singkat. Dengan demikian karung beraspun terbuka dengan rapih, tidak ada beras yang berceceran.

Rupanya pihak pembuat kemasan karung telah memaang tali simpul sedemikian rupa sehingga tali akan sulit untuk dibuka supaya isi karung tidak mudah tumpah, namun pada saat yang sama ada sebuah titik rahasia yang bisa digunakan untuk membuka 'keseluruhan' tali simpul dengan teramat mudahnya. Namun hanya orang yang tahu cara membukanya dengan benar sajalah yang dapat mengurainya dengan mudah.

Jadi untuk menjalani hidup, tidak perlu ditakuti selama kita bisa menemukan simpul-simpul untuk mengurainya. Sang Pencipta kehidupan telah memasang tali simpul agar tidak mudah dibuka. Tujuannya supaya makna kehidupan itu tidak mudah tumpah dan berceceran. Tetapi pada saat yang sama ada sebuah titik simpul rahasia yang bisa digunakan untuk membuka 'keseluruhan' tali simpul itu dengan sangat mudah.Dan hanya orang tertentu yang tahu cara membukanya.

Jadi bukan pandangan kemudahan akan datang setelah kesulitan, karena harus menjalani episode kesulitan dulu sebelum mendapat kemudahan, tetapi "Sesungguhnya dalam setiap kesulitan, terdapat kemudahan"

Jadi, tiap nenghadapi kesulitan, yakinlah bahwa ada kemudahan didalamnya. Sehingga kita mempunyai kesempatan untuk menemukan simpul kemudahan agar kita bisa keluar dari kesulitan secepat mungkin.

Kepuasan terletak pada usaha,bukan pada hasil.Usaha keras adalah kemenangan hakiki

(Mahatma Gandhi)


Dari buku

AKU BISA

Temukan potensi dan dahsyatnya diri

Jumat, 04 Maret 2022

MENTERI DAN GAJAH


Seorang raja dibuat gundah atas kelakuan para menterinya. Setiap bersidang, hampir tidak pernah ditemukan kata mufakat. Rupanya para menteri itu mengikuti tradisi politik kuno. Masing-masing menyatakan pendapatnya paling benar, sementara yang lain salah. Namun demikian, saat raja mengadakan pawai di depan istana, para menteri itu bisa sepakat untuk hadir menyaksikan.

Meriah sekali pawai itu. Ada badut, rombongan musik, akrobat dan atraksi yang lain. Puncaknya adalah munculnya sang raja yang menuntun seekor gajah dan diikuti oleh tujuh orang buta.

Didepan panggung, raja berhenti. Dia meraih tangan orang buta pertama dan menuntunnya untuk memegang belalai gajah dan mengatakan itulah gajah.

Berikutnya, raja membantu orang buta kedua untuk meraba gading dan mengatakan itulah gajah. Orang buta ketiga meraba kupingnya, yang keempat memegang kepalanya, orang buta kelima memegang badannya, yang keenam memegang kakinya dan yang ketujuh memegang ekornya, lalu mengatakan kepada masing-masing orang buta itulah gajah.

Kembali raja menemui orang buta pertama untuk menyebutkan dengan lantang apakah gajah itu.

"Menurut pendapat saya yang ahli ini" kata orang buta pertama, yang meraba belalai "saya nyatakan dengan yakin gajah itu adalah sejenis ular piton"

"Sungguh, omong kosong" seru si buta kedua, yang meraba gading gajah "seekor gajah terlalu 'keras' untuk dianggap seperti ular. Fakta yang saya terima gajah itu seperti bajak petani"

"Ha...ha..." gelak si buta ketiga yang meraba kuping gajah "seekor gajah adalah daun kipas yang besar"

"Bodoh....!" kata si buta keempat yang memegang kepala gajah "jelas sekali gajah itu adalah sebuah gentong air besar"

Tak mau kalah, orang buta kelima yang meraba badan gajah berkata "seekor gajah adalah sebuah dinding yang besar dan tinggi"

"Apa..?" tanya sibuta keenam yang memegang kaki gajah "seekor gajah adalah sebatang pohon kayu"

"Dasar picik" kata sibuta ketujuh yang memegang ekor "Dengar semuanya, gajah itu seperti tali. Sudah kubilang itu!"

"Sampah! Gajah itu seekor ular"

"Tidak bisa! Itu gentong air!"

"Bukan...Gajah itu...."

Semuanya bicara berbarengan, membuat kata-kata itu melebur jadi teriakan yang lantang dan panjang. Saat kata penghinaan sudah terlontar, maka kelanjutannya adalah adu jotos. Para orang buta itu tidak yakin betul siapa yang ditinjunya, tapi itu tidak penting dalam tawuran semacam itu. Mereka sedang berjuang demi prinsip, demi integritas, demi kebenaran. Kebenaran masing-masing tentu saja.

Saat para prajurit melerai tawuran membuta diantara orang buta itu, kerumunan tamu yang terdiri para menteri diam terpaku. Mereka malu oleh kejadian yang baru saja disaksikan. Setiap yang hadir menangkap pesan yang disampaikan raja melalui pelajaran itu.


Masing-masing dari kita hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Bila kita memegang teguh pengetahuan kita yang terbatas itu sebagai kebenaran mutlak, kita tak ubahnya seperti salah satu dari orang buta yang memegang satu bagian dari seekor gajah dan menyimpulkan bahwa pengalaman parsial mereka itu sebagai sebuah kebenaran, dan yang lain salah.

Alih-alih beriman buta, kita dapat berdialog. Bayangkanlah seperti apa jadinya jika ketujuh orang buta itu, tidak mempertentangkan, tapi menggabungkan pengalamannya. Mereka bisa menarik sebuah kesimpulan bahwa "seekor gajah" adalah sesuatu yang seperti dinding, ditopang oleh empat batang pohon. Di bagian belakang ada seutas tali, dan didepannya ada gentong air besar. Pada setiap sisi gentong terdapat dua daun kipas lebar, dengan dua bajak yang mengapit ular piton besar.

Bukan gambaran yang buruk-buruk sekali akan seekor gajah, bagi orang yang tak akan pernah melihatnya.[]


Dari buku

"Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya" 108 Cerita Pembuka Pintu Hati

Kamis, 03 Maret 2022

TUKANG BATU


"Dunia tidak menuntut Anda untuk menjadi seorang Arsitek ternama, Presiden, Politikus, Ilmuwan, Dokter atau seorang Pengusaha.Dunia hanya menuntut Anda untuk menjadi seorang yang terbaik pada apapun yang Anda kerjakan"

(Orison Sweet Marden)

Seorang ayah tanpa sengaja mendengar percakapan istrinya yang menasehati anaknya, karena merasa rendah diri mempunyai ayah seorang tukang batu.

"Nak, apakah kamu tahu? bagaimana gedung-gedung bertingkat dan apartemen mewah itu bisa berdiri? Jalan tol dan jembatan layang bisa dibangun? Atau pelabuhan dan bandara bisa digunakan? Semua itu membutuhkan orang-orang seperti ayahmu untuk mengerjakannya.Memang ada para pengusaha dan pemilik modal yang membiayai proyek-proyek besar itu.Ada arsitek dan disain interior yang merancang bangunan itu.Juga ada para manajer dan mandor yang mengawasi jalannya pekerjaan itu, tapi tanpa ada orang-orang seperti ayahmu yang menggali tanah dan meletakkan batu-batu kali sebagai fondasi, yang mengaduk pasir dan semen untuk menyusun batu bata hingga menjadi tembok yang kokoh, semua impian mereka itu tidak dapat terwujud" Ungkap di Ibu pada putranya.

" Di setiap Rumah Sakit, Bank, gedung perkantoran terdapat sidik jari dan butiran keringat ayahmu yang melekat pada dinding bangunan itu" lanjut Ibu itu dengan penuh kasih sayang.

Si Anak lalu menghampiri dan memeluk ibunya sambil berkata "Terima kasih ibu, engkau telah membuat saya percaya diri dan bangga memiliki ayah seorang tukang batu"

Sang Ayah terharu mendengar pengakuan anak dan istrinya, kemudian ia memasuki ruangan dan menghampiri mereka berdua sambil berkata "Terimakasih, kalian telah membuat hidupku jadi berarti..."

Apapun profesi dan pekerjaan Anda, lakukan dengan penuh suka cita dan rasa bangga seperti kata Marthin Luther King "Jika seorang terpanggil menjadi penyapu jalan, dia harus melakukannya sama seperti Michaelangelo melukis Beethoven mengarang lagu,atau Shakespeare menulis puisi.Dia harus menyapu jalan dengan begitu bersih, sehingga seluruh penghuni surga dan dunia berkata,'Di sini hidup seorang penyapu jalan yang agung yang menyelesaikan pekerjaannya dengan baik'"


Dari buku

UBAH SLOGAN JADI TINDAKAN

Rabu, 02 Maret 2022

SEBUAH PEMBUKTIAN


وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ#وَفِى الْاَرْضِ اٰيٰتٌ لِّلْمُوْقِنِيْنَۙ#وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ#وَفِى السَّمَاۤءِ رِزْقُكُمْ وَمَا

تُوْعَدُوْنَ#

Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta. Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.

(QS Adz-Dzariyat [52]: 19-22)

Bagaimana janji Allah bekerja?

Apakah aku sanggup menangkap tanda-tandanya?

Suatu saat aku melakukan pencarian dan pembuktian ayat tersebut. Aku berdialog dengan hatiku, kemana aku harus pergi membawa jatah rezeki yang kuperoleh hari ini.

Bersama Nadia, putriku dengan diantar suami, kami mencari orang yang hari ini berhak menerima sedekah.

Aku sama sekali tidak memberikan arah yang kami tuju kepada suami. Aku hanya bilang "kayaknya kita belok kiri" atau "lurus saja". Hampir-hampir, tak ada komando dari akal, semuanya berjalan melalui rasa. Dan Ekki, suamiku, selalu mengikuti kemana arah yang kuminta. Praktis yang memandu perjalanan kami ada perasaan yang mengalir, namun begitu dekat. Kadang terasa seperti insting, tapi bukan.

Kami menelusuri jalan yang satu ke jalan yang lain, tanpa aku mengetahui daerahnya. Pokoknya asal jalan. Kompasnya adalah hati, petanya adalah perasaan.

Lalu, tepat di suatu jalan, ditepi sebuah tanah lapang, kami berhenti. Namun tiba-tiba dan perasaan yang menuntun juga hilang. Seolah aku disuruh mencari sendiri.

Bersama Nadia aku turun, sementara suamiku  menunggu di mobil. Kupasang mata dan telingaku baik-baik. Sayup-sayup terdengar suara seorang ibu-ibu tua yang sedang berbicara dengan anak kecil. Suara itu terdengar dari balik sebuah dinding. Aku menuju ke sana.

Akhirnya kutemukan sebuah rumah gubuk, tepatnya tumpukan kardus yang membentuk sebuah gubuk. Kulihat ada wanita tua sedang melipat baju didepan anak kecil. Dari bola matanya yang keruh nampak dia menderita katarak. Dalam hatiku berkata "Dialah yang berhak menerima pemberianku hari ini"

Dia tidak tahu aku dengan kebutaanya. Aku hanya bisa memandang dengan puas apa yang sudah kuberikan, sesuai kebutuhannya. Aku hanya sedang belajar melihat apa kehendak Allah dan lalu menerapkannya. Jika aku memberi pertolongan, Allah akan memeliharaku. Itu yang ku yakini.

Aku kembali ke mobil dan Nadia pun nampak senang dengan apa yang baru disaksikannya. Dan kuberi tahu Ekki bahwa aku sudah menemukan orang yang tepat. Seperti biasa, aku tak menyebutkan jumlah nominal uang yang kuberikan dan dia juga tak menanyakan, sesuai kesepakatan kita tentang sedekah.

Allahuakbar..! Allah selalu memenuhi janjiNya. Tak lama menunggu, hari itu juga Allah membuktikan. Ternyata aku mendapat balasan dari apa yang kusedekahkan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Cash!, Kontan! Aku tak menunggu berjam-jam untuk mendapatkan pembuktian tersebut. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

Sejak itu aku semakin yakin dengan ayat-ayat yang kubaca. Janji Allah adalah nyata.Allah maha melihat. []


(Dituturkan oleh Soraya Haque dalam buku "Soraya Clues" Jejak-jejak Perjalanan Jiwa)

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “𝑺𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒎𝒂𝒏𝒇𝒂𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏.”  (Hadits Riway...