وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ#وَفِى الْاَرْضِ اٰيٰتٌ لِّلْمُوْقِنِيْنَۙ#وَفِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ اَفَلَا تُبْصِرُوْنَ#وَفِى السَّمَاۤءِ رِزْقُكُمْ وَمَا
تُوْعَدُوْنَ#
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta. Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.
(QS Adz-Dzariyat [52]: 19-22)
Bagaimana janji Allah bekerja?
Apakah aku sanggup menangkap tanda-tandanya?
Suatu saat aku melakukan pencarian dan pembuktian ayat tersebut. Aku berdialog dengan hatiku, kemana aku harus pergi membawa jatah rezeki yang kuperoleh hari ini.
Bersama Nadia, putriku dengan diantar suami, kami mencari orang yang hari ini berhak menerima sedekah.
Aku sama sekali tidak memberikan arah yang kami tuju kepada suami. Aku hanya bilang "kayaknya kita belok kiri" atau "lurus saja". Hampir-hampir, tak ada komando dari akal, semuanya berjalan melalui rasa. Dan Ekki, suamiku, selalu mengikuti kemana arah yang kuminta. Praktis yang memandu perjalanan kami ada perasaan yang mengalir, namun begitu dekat. Kadang terasa seperti insting, tapi bukan.
Kami menelusuri jalan yang satu ke jalan yang lain, tanpa aku mengetahui daerahnya. Pokoknya asal jalan. Kompasnya adalah hati, petanya adalah perasaan.
Lalu, tepat di suatu jalan, ditepi sebuah tanah lapang, kami berhenti. Namun tiba-tiba dan perasaan yang menuntun juga hilang. Seolah aku disuruh mencari sendiri.
Bersama Nadia aku turun, sementara suamiku menunggu di mobil. Kupasang mata dan telingaku baik-baik. Sayup-sayup terdengar suara seorang ibu-ibu tua yang sedang berbicara dengan anak kecil. Suara itu terdengar dari balik sebuah dinding. Aku menuju ke sana.
Akhirnya kutemukan sebuah rumah gubuk, tepatnya tumpukan kardus yang membentuk sebuah gubuk. Kulihat ada wanita tua sedang melipat baju didepan anak kecil. Dari bola matanya yang keruh nampak dia menderita katarak. Dalam hatiku berkata "Dialah yang berhak menerima pemberianku hari ini"
Dia tidak tahu aku dengan kebutaanya. Aku hanya bisa memandang dengan puas apa yang sudah kuberikan, sesuai kebutuhannya. Aku hanya sedang belajar melihat apa kehendak Allah dan lalu menerapkannya. Jika aku memberi pertolongan, Allah akan memeliharaku. Itu yang ku yakini.
Aku kembali ke mobil dan Nadia pun nampak senang dengan apa yang baru disaksikannya. Dan kuberi tahu Ekki bahwa aku sudah menemukan orang yang tepat. Seperti biasa, aku tak menyebutkan jumlah nominal uang yang kuberikan dan dia juga tak menanyakan, sesuai kesepakatan kita tentang sedekah.
Allahuakbar..! Allah selalu memenuhi janjiNya. Tak lama menunggu, hari itu juga Allah membuktikan. Ternyata aku mendapat balasan dari apa yang kusedekahkan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Cash!, Kontan! Aku tak menunggu berjam-jam untuk mendapatkan pembuktian tersebut. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Sejak itu aku semakin yakin dengan ayat-ayat yang kubaca. Janji Allah adalah nyata.Allah maha melihat. []
(Dituturkan oleh Soraya Haque dalam buku "Soraya Clues" Jejak-jejak Perjalanan Jiwa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar