Purwosari, Jum'at, 10 Desember 2010
Tiba-tiba dari arah Malang sebuah truk nyelonong menghantam mobil yang saya kendarai tepat pada bagian depan.
Sebelum semuanya menjadi gelap, saya sempat memberikan nomor kontak kantor dan keluarga untuk dikabari.
Ketika sadar, saya sudah berada di RS Saiful Anwar Malang. Luka yang saya alami cukup parah; tengkorak muka remuk dan kedua tulang tangan kanan saya patah sama sekali.
Di rumah sakit, saya ditangani dokter spesialis syaraf yaitu Dr. Widodo, dengan tim medis yang terdiri 7 dokter syaraf, bedah syaraf, bedah tulang, bedah kosmetik,internist,mata, dan dokter THT.
Sebelum kecelakaan, saya sudah menderita diabetes.Jadi, saya tidak bisa langsung dioperasi untuk memperbaiki tulang-tulang tengkorak muka dan lengan. Sebab, kata dokter, kadar gula darah saya masih tinggi sehingga harus diturunkan dan distabilkan dulu.
Sepekan kemudian, pada 17 Desember 2010, akhirnya dokter memutuskan saya bisa menjalani operasi bedah tulang dan kosmetik.
Dua hari jelang operasi, istri saya berkeliling rumah sakit dan pasar di dekat situ untuk bersedekah. Dia bagikan uang kepada orang-orang tua dan para pasien di IRD yang tidak memiliki biaya untuk berobat, sambil meminta doa untuk kesembuhan saya.
Sehari jelang operasi, tulang tengkorak wajah saya difoto rontgen oleh dokter bedah plastik. Hasilnya, Subhanallah, Allahuakbar, hampir seluruh tengkorak muka saya sudah tersambung kembali dengan sendirinya! Sehingga menurut dokter, hanya diperlukan pemasangan satu pen di pipi kanan saya.
Untuk tulang lengan saya yang patah, masih tetap harus dioperasi untuk memasang pen.
Setelah kesadaran saya membaik,saya ditangani oleh dokter syaraf. Waktu diperiksa olehnya, saya tidak sanggup melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti memegang telinga kiri dengan tangan kanan, menulis satu kalimat sederhana, membedakan bentuk-bentuk sederhana seperti bola,kubus,piramid, dan lain-lain. Bahkan, saya tidak bisa mengingat nama benda-benda di sekitar saya!
Dengan hasil pemerikasaan seperti itu, dokter syaraf menyampaikan kabar seram pada istri saya, bahwa saya akan kehilangan 50% memori ingatan saya. Dan, biasanya perlu beberapa bulan perawatan untuk memulihkannya.
Namun, baru 2 minggu menjalani rawat inap, saya sudah boleh pulang. Kondisi saya secara umum sudah baik, walau memori otak saya belum 100% pulih.
Kenyataan ini betul-betul mengherankan dokter syaraf yang menangani saya. Sebab, katanya, dia pernah memiliki pasien yang kondisinya mirip saya dan harus dirawat di RS sampai 7 bulan lamanya.
Rawat jalan di rumah, saya masih belum bisa mengingat beberapa nama benda di sekitar saya. Secara berkala, saya masih tetap harus kontrol ke dokter, terutama untuk kesehatan syaraf dan internist.
Alhamdulillah, sekitar 2 bulan di rumah, memori saya terus membaik. Dan yang luar biasa lagi, menurut dokter internist yang menangani saya, diabetes saya dinyatakan sembuh!
Allahuakbar!
Untuk mengatasi sakit kepala dan pusing (vertigo), saya juga berobat dengan akupunktur (tusuk jarum). Pengobatan alternatif ini cukup efektif, sehingga rasa sakit terus berkurang.
Menjawab keheranan tim medis maupun sanak-saudara yang membesuk atas "keajaiban" kesembuhan saya, terus terang saya pun belum menemukan jawaban yang pas.
Namun setelah merenungi semuanya, jawaban atas keajaiban itu tak lain adalah sedekah.Baik yang dilakukan istri saya ketika di rumah sakit, maupun yang saya lakukan sebelum kecelakaan.
Ya, dua hari sebelum ditabrak truk, saya mengajak anak-anak penghuni Panti Asuhan Nurul Hayat Malang makan disebuah resto cepat saji dari Amerika. Sebelumnya, mereka pun pernah saya traktir makan di sebuah resto makanan Italia.
Bukan apa-apa, saya sekadar ingin memberi pengalaman mereka makan di rumah makan waralaba mancanegara. Sehingga, meskipun tinggal di asrama yatim-piatu, mereka bisa "mengimbangi" cerita pengalaman serupa teman-teman mereka dari keluarga mampu.
Duh, betapa bahagia saya menyaksikan binar bahagia di wajah mereka tatkala makan di resto tersebut. Saya yakin, itu jadi pengalaman luar biasa dalam hidup mereka.
Maka ketika saya mendapat musibah kecelakaan, doa mereka usai shalat fardhu dan tahajud terpanjatkan untuk kesembuhan saya. Begitulah yang saya dengar dari pengasuh mereka.
Sebagai tanda rasa terima kasih sekaligus syukuran, setelah lumayan sembuh saya ajak mereka makan di sebuah resto cepat saji yang lain lagi. Biar lebih lengkaplah pengalaman anak-anak dhuafa tersebut.
Dari pengalaman ini, sekarang saya hampir tak berpikir panjang untuk bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Tentu, juga diiringi dengan meningkatkan amal ibadah yang lain seperti shalat fardhu tepat waktu dan berjamaah, shalat rawatib, dhuha, tahajud, taubat, hajat, puasa sunnah, dan lain-lain.[]
Bersedekah ibarat menanam bibit tetumbuhan. Agar bibit tumbuh subur dan berbuah manis, harus rajin dirawat, dipupuk, dan disirami. Pun begitu dengan sedekah, yang harus dilengkapi dengan amalan-amalan ibadah sunah.
Dari buku
"CATATAN SEJUTA KEAJAIBAN"