Rabu, 12 November 2025

MENIKMATI PROFESI GURU

"𝐒𝐞𝐧𝐢 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐠𝐮𝐫𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐤𝐢𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐠𝐞𝐦𝐛𝐢𝐫𝐚𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐞𝐤𝐬𝐩𝐫𝐞𝐬𝐢 𝐤𝐫𝐞𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧."

(𝐀𝐥𝐛𝐞𝐫𝐭 𝐄𝐢𝐧𝐬𝐭𝐞𝐢𝐧)


Berprofesi sebagai seorang guru, apalagi guru Taman Kanak-kanak?

Tidak pernah terbayangkan dalam hidup saya.

Guru adalah sebuah cita-cita yang mungkin sudah jarang diminati anak-anak zaman sekarang.

Besarnya gaji yang diterima seorang guru menjadi pikiran saat saya masih kecil. Capek fisik dan perasaan dengan murid-murid yang nakal, gajinya juga kecil. Maka dari itu cita-cita saya waktu kecil adalah bukan ingin jadi guru, tetapi jadi dokter.


Dengan jurusan di SMA yang mengarah ke cita-cita tersebut, saya yakin bisa lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Nyatanya cita-cita saya itu harus kandas. Saya tidak lulus ujian masuk.

Ditengah perasaan frustrasi dan tidak mau kuliah, keluarga cukup meyakinkan saya untuk mengisi waktu dengan berkuliah di jurusan lain sambil menunggu ujian tahun berikutnya.

Begitu ada pilihan jurusan bahasa Inggris yang memang saya menyukainya, saya langsung ambil.

Rupanya saya tidak paham jurusan bahasa inggris itu adalah dibawah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Saya pun menikmati proses belajar di kampus dan bertekad setelah lulus saya akan lanjut belajar kedokteran. 

Rasa kaget campur takut menghantui saat saya tahu bahwa saya harus praktek mengajar untuk anak-anak SMP dan SMA Untuk hal ini, saya sampai tidak bisa tidur nyenyak selama berbulan-bulan.

Barangkali saya terkena hukum karma, karena saya biasa ikut-ikutan teman ngerjain guru saat sekolah... Tapi Tuhan memang memiliki cara yang misterius. Saya menikmati setiap prosesnya dan seusai praktek mengajar, saya langsung menerima tawaran mengajar meskipun saat itu belum lulus kuliah. Dan yang luar biasa, saya begitu menikmati profesi ini.


Kini, enam belas tahun sudah saya menjalani profesi sebagai seorang guru. Saya sudah memiliki pengalaman mengajar tingkat TK sampai Universitas. Sekarang saya tahu, kenapa para guru begitu mencintai pekerjaan ini, mengapa mereka begitu setia dan sabar membimbing anak-anak meskipun mereka super nakal. Itu semua karena mereka mengerjakannya dengan hati yang tulus, karena itu adalah panggilan jiwa mereka. Sulit untuk menjelaskan dengan kata-kata, tapi saya merasakan dan mengalaminya.


Sesulit apa pun rintangan yang kita hadapi, sekecil apa pun upah yang kita terima jika mengerjakannya dengan hati yang tulus semua terasa ringan dan berharga. Melihat murid-murid dari tidak bisa menjadi bisa, melihat mereka bertumbuh kembang menjadi manusia berguna adalah kepuasan yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Kelucuan, keluguan dan kenaifan anak-anak kadang menjadi pecutan bagi saya untuk selalu merefleksi diri. Mereka bukan hanya belajar dari saya tapi saya juga banyak belajar dari tingkah laku mereka.


Intinya, kita tidak pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk kita. Jika rencana tidak sesuai dengan yang kita inginkan artinya Tuhan memiliki rencana lain yang lebih indah. Dan jika kita melakukan suatu pekerjaan apa pun itu, lakukanlah dengan hati yang tulus karena dengan begitu kita bisa menjalankannya dengan semangat, dan rintangan apa pun bisa kita hadapi dengan bijak. Dalam soal materi saya percaya bahwa kebaikan orang-orang kepada saya adalah upah dan bayaran Tuhan kepada saya.[]


"𝙶𝚞𝚛𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚝𝚞-𝚜𝚊𝚝𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚑𝚒𝚕𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚝𝚒𝚍𝚞𝚛 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚊𝚗𝚊𝚔 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚊𝚒𝚗."

(Nicholas A.Ferroni)



(𝑫𝒊𝒌𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝑺𝒖𝒔𝒂𝒏 𝑩𝒂𝒄𝒉𝒕𝒊𝒂𝒓 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒖𝒌𝒖 "𝑲𝒆𝒏𝒂𝒓𝒊 𝑲𝒆𝒄𝒊𝒍 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑲𝒂𝒍𝒂𝒃𝒂𝒉𝒊 𝒅𝒂𝒏 𝟐𝟗 𝑲𝒊𝒔𝒂𝒉 𝑰𝒏𝒔𝒑𝒊𝒓𝒂𝒕𝒊𝒇 𝑨𝒏𝒂𝒌 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂")




MENGAJAR TANPA KEKERASAN

 "𝘗𝘦𝘯𝘥𝘪𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘵𝘪 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘪𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢𝘪, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶, 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪." 

(Ki Hadjar Dewantara)


Barangkali sudah membudaya di Maluku, kekerasan berbanding lurus dengan pengajaran. Jarang sekali ada yang percaya dengan kekuatan pengajaran tanpa kekerasan. Setiap aku pergi ke rumah siswa, bertemu dengan orang tua mereka, banyak yang menitipkanku sebuah amanah. Aku diberi pesan yang mereka anggap paling mujarab untuk mengatasi kenakalan anaknya.


Orang tua berpesan, "Ibu, pukul dia saja."

Aku hanya bisa tersenyum kepada mereka, sambil berkata sehalus mungkin dan hati-hati: "Maaf Ibu dan bapak, saya tidak tega. Saya akan membimbing mereka, sampai mereka mau belajar."

Setelah aku pamit pulang, rasanya langkah kaki ini berjalan lebih cepat. Aku selalu pulang dengan semangat yang besar. Pesan itu selalu jadi bensin yang menyulut kobaran semangatku untuk terus berproses.

Aku akan tunjukkan anaknya akan lebih pintar tanpa kekerasan. Aku memilih untuk tidak berhenti, lalu balik badan. Mari berproses!


Sabtu, 4 Maret 2012.

SD Kristen Werain menggelar pertemuan orang tua untuk menjalin komunikasi orang tua dan guru 

Tak disangka, di pertemuan ini namaku disebut-sebut oleh orang tua murid yang menyampaikan pendapatnya mengenai cara mengajarku yang menurut istilahnya 'kejawa-jawaan'.

Pria yang rupanya seorang guru SMP itu berbicara panjang lebar soal karakter. "Karakter orang Jawa itu bisa kita kasih tahu sedikit, dia sudah menurut. Tetapi karakter orang Maluku ini, dia harus pake rotan kalau mau menurut. Kalau Ibu tetap pertahankan cara mengajar Ibu yang seperti ini, pendidikan di desa ini tidak akan maju. Kita semua harus sepakat di dalam ruangan ini - bahwa anak kita harus diberikan hukuman jika bersalah. Tidak bisa dibiarkan" ucapnya dengan lantang.

Rupanya tanggapan para hadirin mengisyaratkan persetujuan. Banyak dari mereka yang mengangguk-angguk.

Rupanya Bapak kepala sekolahku sependapat denganku. Beliau memberikan tanggapan atas pernyataan dan pertanyaan dari orang tua murid. Beliau menegaskan bahwa yang terpenting bukan memukul atau tidak, tetapi bagaimana cara guru dalam mengajar dan juga cara guru dalam memberikan peringatan.

Dari beliaulah datang bukti bahwa orang Maluku tidak semuanya memiliki sikap keras dan mengerasi orang lain. Beliau adalah sosok yang sangat menghormati orang lain dan mampu bersikap tegas meski tetap menghargai orang tersebut.

Dalam rapat-rapat guru, tidak jarang beliau mengingatkan kami, para guru, untuk mengajari anak dengan kasih sayang, bukan dengan kekerasan. Jarang ada yang percaya pendidikan tanpa kekerasan itu bisa berhasil. Tetapi yang perlu diingat, ketidakpercayaan ini tidak berlaku di sekolahku.


Pelan-pelan sekolahku menjadi tempat yang damai. Hasilnya sudah mulai terlihat. Para guru menjadi semakin percaya. Sambil guru-guru berproses dalam kelas, kepala sekolah berperan sebagai pengawas dan motivator untuk tetap istiqomah. Tidak ada yang tidak mungkin menurut kami.


Lalu apakah pendidikan tanpa kekerasan itu bisa berhasil? 

Kami percaya bisa.[]


 "𝙰𝚗𝚊𝚔 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚙𝚎𝚗𝚒𝚛𝚞 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚊𝚒𝚔, 𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚒𝚔𝚊𝚗𝚕𝚊𝚑 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚜𝚎𝚜𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚑𝚎𝚋𝚊𝚝 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚍𝚒𝚝𝚒𝚛𝚞."


(𝑫𝒊𝒌𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝑨𝒓𝒖𝒎 𝑷𝒖𝒔𝒑𝒊𝒕𝒂𝒓𝒊𝒏𝒊 𝑫𝒂𝒓𝒎𝒊𝒏𝒕𝒐, 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝑴𝒖𝒅𝒂 𝑺𝑫𝑲 𝑾𝒆𝒓𝒂𝒊𝒏 𝑲𝒂𝒃.𝑴𝒂𝒍𝒖𝒌𝒖 𝑻𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒓𝒂 𝑩𝒂𝒓𝒂𝒕, 𝑴𝒂𝒍𝒖𝒌𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒖𝒌𝒖 "𝑷𝒂𝒏𝒈𝒈𝒊𝒍𝒂𝒏 𝑯𝒂𝒕𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝑩𝒆𝒓𝒃𝒂𝒈𝒊")




PERMEN PENYELAMAT

 "𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐡, 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐮𝐬𝐚𝐡𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐨𝐛𝐚. 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐤𝐞𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐢𝐭𝐮 𝐚𝐝𝐚, 𝐓𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐣𝐮𝐤𝐤𝐚𝐧 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚."


Usai Perang Dunia II yang penuh kekacauan pada akhir 1940-an, sebuah keluarga imigran di New York mencoba menghubungi kerabat mereka yang masih hidup di Hungaria.

Keadaan yang kacau usai peperangan, pos tidak bisa dipercaya, catatan dimusnahkan atau tidak akurat atau hilang membuat komunikasi tidak jelas. Perlu waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan agar surat bisa sampai di Eropa dan sampai di tangan penerimanya. Demikian pula balasannya, juga perlu waktu selama itu. Sulit sekali untuk memperoleh informasi yang bisa diandalkan, atau malahan tidak mungkin.


Keluarga imigran itu ingin tahu apakah nasib kerabat mereka masih hidup dan bertahan dari perang yang terjadi.

Lalu, datanglah sepucuk surat dalam bahasa Hungaria, dari Paman Lazlo yang tinggal di sebuah kota kecil dekat Budapest. Surat yang ditulis pada kertas tisu yang kumal itu menceritakan kesulitan mereka akan makanan, sulitnya mencari pekerjaan dan bertahan hidup akibat perang.

Keluarga itu lalu memutuskan untuk mengirimkan bahan-bahan perbekalan kebutuhan hidup kepada saudara sepupu, bibi dan paman mereka agar mereka bisa bertahan hidup. Mereka mencoba membayangkan apa yang diperlukan dan yang penting, tetapi, karena mereka tidak mengalami perang secara langsung, tidaklah mudah bagi mereka untuk memilih barang-barang yang akan dikirimkan. Segera dikumpulkan bahan-bahan seperti daging kaleng, sayuran, dan coklat. Tak lupa juga kertas toilet dan perban.

Akhirnya, paket kiriman yang terdiri atas beberapa karton dan diisi penuh dengan berbagai macam jenis barang siap untuk dikemas. Disela-sela tempat di setiap karton diisi dengan barang-barang kecil apa saja yang mereka miliki: permen, saputangan, kertas surat, dan pensil.


Akhirnya, karton-karton tersebut ditutup dan dibungkus rapat-rapat dengan kertas berwarna coklat dan tali yang kuat agar tahan dalam menempuh perjalanan yang sangat jauh dan lama. Dari kantor pos, karton-karton tersebut memulai perjalanannya yang jauh menuju ke negara tujuan.

Sebulan, dua bulan tidak ada kabar tentang paket yang mereka kirimkan atau surat dari penerima.

Tidak adanya kabar-berita dari keluarga mereka yang berada di tempat yang jauh membuat mereka menderita.

Headline surat kabar semakin membuat mereka khawatir sewaktu surat-surat kabar waktu itu menulis tentang lembaga bantuan Marshall Plan dan yang akan memberi bantuan dalam membangun kembali negara-negara yang porak-poranda akibat perang. Kisah-kisah beredar mengenai orang-orang yang kelaparan yang mendekati ajal mereka dan berita-berita yang lebih mengenaskan mengenai musim dingin yang hebat di Eropa serta menipisnya bahan makan membuat keluarga tersebut semakin sedih.


Tidak putus asa, keluarga tersebut mengirimkan paket lagi, hampir setiap minggu, meskipun mereka tidak memperoleh balasan apakah paket-paket tersebut diterima atau tidak oleh orang-orang yang mereka cintai.


Akhirnya, sebuah surat lainnya mereka terima dari Paman Lazlo. Surat tersebut telah terlipat-lipat, kumal, dan sobek di pinggirnya, tetapi masih bisa dibaca.

"𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖𝒌𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉," tulisnya "𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒕𝒊𝒈𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒌𝒖.

"𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒖𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒂𝒕𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕. 𝑲𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒃𝒆𝒕𝒂𝒑𝒂 𝒕𝒆𝒑𝒂𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒕𝒖. 𝑫𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝑨𝒏𝒏𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒅𝒆𝒎𝒂𝒎 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔-𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒖𝒔. 𝑴𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒓𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊. 𝑺𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒌𝒖𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒊𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒓 𝒈𝒆𝒍𝒂𝒑 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒚𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒘𝒂 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉."

 Selanjutnya, surat itu menceritakan tentang setiap barang yang ada di dalam karton dan untuk apa saja barang-barang itu. Lalu terjadilah misteri itu.

"𝑼𝒄𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌𝒍𝒂𝒉 𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏. 𝑺𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊.

𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖 𝑮𝒆𝒔𝒉𝒆𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏-𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒂𝒍𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒓𝒕𝒂 𝒍𝒖𝒕𝒖𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒌 𝒌𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒏𝒐𝒓𝒎𝒂𝒍 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊. 𝑺𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒑𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒈𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒉𝒂𝒍𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒍𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒅𝒊𝒅𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝑳𝒊𝒛𝒂𝒃𝒆𝒕𝒂.

𝑲𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒉𝒂𝒃𝒊𝒔.

𝑺𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊, 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉. 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒅𝒐𝒂 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊."


Surat itu dibaca ulang kembali oleh keluarga di perantauan sambil mengingat-ingat obat apakah yang dimasukkan kedalam paket? Rasanya saat itu mereka tidak memasukkan obat-obatan dalam paket yang dikirimkan.

Maka dibalaslah surat tersebut sambil menanyakan obat yang mana yang minta dikirim lagi.setelah menunggu dua bulan, datanglah surat balasan 

"𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉," Paman Lazlo memulai, "𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒚𝒖𝒌𝒖𝒓 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒃𝒂𝒓 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊. 𝑺𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒕𝒊𝒈𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒅𝒖𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂, 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒎𝒖𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒃𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒓𝒂𝒕𝒎𝒖. 𝑺𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊, 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒖𝒂𝒓 𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂. 𝑻𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒑𝒆𝒕𝒖𝒏𝒋𝒖𝒌 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒂𝒂𝒏 𝒌𝒉𝒖𝒔𝒖𝒔 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕, 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒂-𝒊𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒋𝒂 𝒅𝒐𝒔𝒊𝒔𝒏𝒚𝒂. 𝑫𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒋𝒆𝒎𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒔𝒂 𝑰𝒏𝒈𝒈𝒓𝒊𝒔 𝒌𝒆 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒔𝒂 𝑯𝒖𝒏𝒈𝒂𝒓𝒊𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑺𝒂𝒏𝒅𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒍𝒂𝒉. 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒃 𝒅𝒊𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒋𝒆𝒎𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒏𝒂𝒎𝒂 𝒐𝒃𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕. 𝑶𝒃𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 '𝑳𝒊𝒇𝒆 𝑺𝒂𝒗𝒆𝒓𝒔'. 𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒐𝒉𝒐𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒃𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏. 𝑺𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉, 𝑳𝒂𝒛𝒍𝒐."


Beberapa saat kemudian keluarga imigran itu memenuhi paket dengan gulungan permen Amerika yang terkenal itu, Life Savers. Rupanya terjemahan harfiahnya telah mengubah permen favorit Amerika itu menjadi sumber harapan yang besar...[]


“𝙺𝚊𝚖𝚞 𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚞𝚊𝚜𝚊 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛𝚊𝚗𝚖𝚞—𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚙𝚎𝚛𝚒𝚜𝚝𝚒𝚠𝚊-𝚙𝚎𝚛𝚒𝚜𝚝𝚒𝚠𝚊 𝚍𝚒 𝚕𝚞𝚊𝚛 𝚜𝚊𝚗𝚊. 𝚂𝚊𝚍𝚊𝚛𝚒𝚕𝚊𝚑 𝚒𝚗𝚒, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚎𝚖𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚔𝚞𝚊𝚝𝚊𝚗.”

(Marcus Aurelius)


Dari buku

 "A 4th Course of Chicken Soup for the Soul" 70 Kisah untuk Membuka Hati dan Mengobarkan Semangat Kembali




BELAJAR DARI AIR

"𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒎𝒂, 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒖𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒂𝒏,"

(Robert Schuller)


Seorang pemuda datang menemui Guru Zen Yuantong untuk menyampaikan keluhannya. Pemuda itu merasa kurang berhasil dalam karier meskipun pendidikannya cukup tinggi.


Usai mendengar keluhan pemuda itu pemuda itu, Guru Zen mengambil air dari tempayan dengan gayung. Saat memegang gayung berisi air, ia bertanya kepada pemuda tersebut, "Apa bentuk air ini?"

"Air mana ada bentuknya?" sahut pemuda itu.

Tanpa menjawab, Guru Zen menuangkan air ke dalam gelas dan vas bunga. Air juga dituangkan ke dalam ember berisi pasir. Dengan cepat air terserap bercampur pasir dan tak tampak lagi bentuknya. Kemudian, sambil memegang pasir basah itu, Guru Zen pun berkata, "Lihatlah, air ini hilang begitu saja. Ini juga sebuah kehidupan."


Pemuda itu mencoba menangkap apa yang ingin diungkapkan sang guru. Dari peragaan tersebut ia mulai dapat menangkap maknanya. "Saya mengerti. Guru sedang mengajari saya bahwa manusia harus bersikap seperti air yang dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan tempat ia berada. Air juga bisa hilang lenyap begitu saja, artinya manusia bisa datang dan pergi begitu cepat dan tak seorang pun yang dapat mengubahnya," kata si pemuda panjang lebar mencoba menguraikan makna peragaan air itu.

Kemudian Guru Zen berdiri dan berjalan menuju halaman depan vihara. Pemuda itu mengikutinya, masih dengan penuh tanda tanya di kepala. Lalu Guru Zen membungkuk dan menyentuh salah satu batu yang juga berfungsi sebagai anak tangga. Pemuda itu melihat ada lekukan di atas batu tersebut. "Apabila hujan turun, air hujan akan mengalir jatuh dari atap ke bawah. Ini adalah hasil dari tetesan air hujan itu," kata Guru Zen.


Pemuda itu memikirkan makna baru atas kondisi batu tersebut. "Itu artinya manusia harus menyesuaikan dengan keadaan. Tetapi, sifat air yang lembut justru mampu membentuk batu yang begitu keras, bahkan dapat menghancurkannya," kata pemuda itu beranalisis. "Benar sekali. Tetesan air akan membuat lubang di batu itu suatu hari nanti," kata sang guru mengakhiri


                       -o0o-


Untuk menjadi manusia yang kuat dan sukses. Sebelumnya kita harus selalu menyadari bahwa proses menuju kesuksesan di bidang tertentu sering kali penuh tantangan. Langkah yang paling jitu supaya lebih kuat menghadapi tantangan untuk sampai ke tujuan adalah bersikap fleksibel seperti air. 

Oleh sebab itu, pelajarilah kesabaran agar kita mampu bersikap lembut. Kelembutan tak jarang mampu menaklukkan tantangan yang paling dahsyat sekalipun, sebagaimana air dengan sifatnya yang lembut ternyata juga mampu melubangi batu atau bahkan batu karang sekalipun.[]


"𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐩𝐚𝐧𝐝𝐚𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫-𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐝𝐢 𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐢𝐚 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧."

(Hellen Keller)


Dari buku "Unleash Your Inner Power with Zen"




MENIKMATI PROFESI GURU

"𝐒𝐞𝐧𝐢 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐠𝐮𝐫𝐮 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐤𝐢𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐠𝐞𝐦𝐛𝐢𝐫𝐚𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐞𝐤𝐬𝐩𝐫𝐞𝐬𝐢 𝐤𝐫𝐞...