"𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐡, 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐚𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐮𝐬𝐚𝐡𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐨𝐛𝐚. 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐤𝐞𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐢𝐭𝐮 𝐚𝐝𝐚, 𝐓𝐮𝐡𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐣𝐮𝐤𝐤𝐚𝐧 𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚."
Usai Perang Dunia II yang penuh kekacauan pada akhir 1940-an, sebuah keluarga imigran di New York mencoba menghubungi kerabat mereka yang masih hidup di Hungaria.
Keadaan yang kacau usai peperangan, pos tidak bisa dipercaya, catatan dimusnahkan atau tidak akurat atau hilang membuat komunikasi tidak jelas. Perlu waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan agar surat bisa sampai di Eropa dan sampai di tangan penerimanya. Demikian pula balasannya, juga perlu waktu selama itu. Sulit sekali untuk memperoleh informasi yang bisa diandalkan, atau malahan tidak mungkin.
Keluarga imigran itu ingin tahu apakah nasib kerabat mereka masih hidup dan bertahan dari perang yang terjadi.
Lalu, datanglah sepucuk surat dalam bahasa Hungaria, dari Paman Lazlo yang tinggal di sebuah kota kecil dekat Budapest. Surat yang ditulis pada kertas tisu yang kumal itu menceritakan kesulitan mereka akan makanan, sulitnya mencari pekerjaan dan bertahan hidup akibat perang.
Keluarga itu lalu memutuskan untuk mengirimkan bahan-bahan perbekalan kebutuhan hidup kepada saudara sepupu, bibi dan paman mereka agar mereka bisa bertahan hidup. Mereka mencoba membayangkan apa yang diperlukan dan yang penting, tetapi, karena mereka tidak mengalami perang secara langsung, tidaklah mudah bagi mereka untuk memilih barang-barang yang akan dikirimkan. Segera dikumpulkan bahan-bahan seperti daging kaleng, sayuran, dan coklat. Tak lupa juga kertas toilet dan perban.
Akhirnya, paket kiriman yang terdiri atas beberapa karton dan diisi penuh dengan berbagai macam jenis barang siap untuk dikemas. Disela-sela tempat di setiap karton diisi dengan barang-barang kecil apa saja yang mereka miliki: permen, saputangan, kertas surat, dan pensil.
Akhirnya, karton-karton tersebut ditutup dan dibungkus rapat-rapat dengan kertas berwarna coklat dan tali yang kuat agar tahan dalam menempuh perjalanan yang sangat jauh dan lama. Dari kantor pos, karton-karton tersebut memulai perjalanannya yang jauh menuju ke negara tujuan.
Sebulan, dua bulan tidak ada kabar tentang paket yang mereka kirimkan atau surat dari penerima.
Tidak adanya kabar-berita dari keluarga mereka yang berada di tempat yang jauh membuat mereka menderita.
Headline surat kabar semakin membuat mereka khawatir sewaktu surat-surat kabar waktu itu menulis tentang lembaga bantuan Marshall Plan dan yang akan memberi bantuan dalam membangun kembali negara-negara yang porak-poranda akibat perang. Kisah-kisah beredar mengenai orang-orang yang kelaparan yang mendekati ajal mereka dan berita-berita yang lebih mengenaskan mengenai musim dingin yang hebat di Eropa serta menipisnya bahan makan membuat keluarga tersebut semakin sedih.
Tidak putus asa, keluarga tersebut mengirimkan paket lagi, hampir setiap minggu, meskipun mereka tidak memperoleh balasan apakah paket-paket tersebut diterima atau tidak oleh orang-orang yang mereka cintai.
Akhirnya, sebuah surat lainnya mereka terima dari Paman Lazlo. Surat tersebut telah terlipat-lipat, kumal, dan sobek di pinggirnya, tetapi masih bisa dibaca.
"𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖𝒌𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉," tulisnya "𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒕𝒊𝒈𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒌𝒖.
"𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒖𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒂𝒕𝒂𝒔 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕. 𝑲𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒃𝒆𝒕𝒂𝒑𝒂 𝒕𝒆𝒑𝒂𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈-𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒕𝒖. 𝑫𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝑨𝒏𝒏𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒅𝒆𝒎𝒂𝒎 𝒕𝒆𝒓𝒖𝒔-𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒖𝒔. 𝑴𝒂𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒓𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊. 𝑺𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒌𝒖𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒊𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒑𝒂𝒔𝒂𝒓 𝒈𝒆𝒍𝒂𝒑 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒚𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒘𝒂 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉."
Selanjutnya, surat itu menceritakan tentang setiap barang yang ada di dalam karton dan untuk apa saja barang-barang itu. Lalu terjadilah misteri itu.
"𝑼𝒄𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌𝒍𝒂𝒉 𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏. 𝑺𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊.
𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖 𝑮𝒆𝒔𝒉𝒆𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏-𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒂𝒍𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒓𝒕𝒂 𝒍𝒖𝒕𝒖𝒕𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒌 𝒌𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒏𝒐𝒓𝒎𝒂𝒍 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊. 𝑺𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒑𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒈𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒉𝒂𝒍𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒍𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒅𝒊𝒅𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝑳𝒊𝒛𝒂𝒃𝒆𝒕𝒂.
𝑲𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒑𝒊𝒓 𝒉𝒂𝒃𝒊𝒔.
𝑺𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊, 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉. 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒊𝒏𝒕𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒅𝒐𝒂 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒆𝒎𝒖 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊."
Surat itu dibaca ulang kembali oleh keluarga di perantauan sambil mengingat-ingat obat apakah yang dimasukkan kedalam paket? Rasanya saat itu mereka tidak memasukkan obat-obatan dalam paket yang dikirimkan.
Maka dibalaslah surat tersebut sambil menanyakan obat yang mana yang minta dikirim lagi.setelah menunggu dua bulan, datanglah surat balasan
"𝑺𝒆𝒑𝒖𝒑𝒖𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉," Paman Lazlo memulai, "𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒚𝒖𝒌𝒖𝒓 𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒃𝒂𝒓 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊. 𝑺𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒕𝒊𝒈𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒅𝒖𝒂 𝒑𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂, 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒎𝒖𝒅𝒊𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒃𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒓𝒂𝒕𝒎𝒖. 𝑺𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒍𝒂𝒈𝒊, 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒖𝒂𝒓 𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂. 𝑻𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒑𝒆𝒕𝒖𝒏𝒋𝒖𝒌 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒂𝒂𝒏 𝒌𝒉𝒖𝒔𝒖𝒔 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒐𝒃𝒂𝒕-𝒐𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕, 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒓𝒂-𝒊𝒓𝒂 𝒔𝒂𝒋𝒂 𝒅𝒐𝒔𝒊𝒔𝒏𝒚𝒂. 𝑫𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒋𝒆𝒎𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒔𝒂 𝑰𝒏𝒈𝒈𝒓𝒊𝒔 𝒌𝒆 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒔𝒂 𝑯𝒖𝒏𝒈𝒂𝒓𝒊𝒂 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒖𝒍𝒊𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝑺𝒂𝒏𝒅𝒐𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒍𝒂𝒉. 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒃 𝒅𝒊𝒂 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒓𝒋𝒆𝒎𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒏𝒂𝒎𝒂 𝒐𝒃𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕. 𝑶𝒃𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 '𝑳𝒊𝒇𝒆 𝑺𝒂𝒗𝒆𝒓𝒔'. 𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒐𝒉𝒐𝒏 𝒌𝒊𝒓𝒊𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒃𝒂𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒔𝒆𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏. 𝑺𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉, 𝑳𝒂𝒛𝒍𝒐."
Beberapa saat kemudian keluarga imigran itu memenuhi paket dengan gulungan permen Amerika yang terkenal itu, Life Savers. Rupanya terjemahan harfiahnya telah mengubah permen favorit Amerika itu menjadi sumber harapan yang besar...[]
“𝙺𝚊𝚖𝚞 𝚙𝚞𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚞𝚊𝚜𝚊 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛𝚊𝚗𝚖𝚞—𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚊𝚝𝚊𝚜 𝚙𝚎𝚛𝚒𝚜𝚝𝚒𝚠𝚊-𝚙𝚎𝚛𝚒𝚜𝚝𝚒𝚠𝚊 𝚍𝚒 𝚕𝚞𝚊𝚛 𝚜𝚊𝚗𝚊. 𝚂𝚊𝚍𝚊𝚛𝚒𝚕𝚊𝚑 𝚒𝚗𝚒, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚎𝚖𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚔𝚞𝚊𝚝𝚊𝚗.”
(Marcus Aurelius)
Dari buku
"A 4th Course of Chicken Soup for the Soul" 70 Kisah untuk Membuka Hati dan Mengobarkan Semangat Kembali

Tidak ada komentar:
Posting Komentar