Ada dua keputusan penting dalam hidup: menerima kondisi sebagaimana adanya, atau menerima tanggung jawab untuk mengadakan perubahan
(Denis Waitley)
Setelah menggunakan semua siasat dan adu tembak yang menewaskan beberapa anak buahnya, akhirnya Landon Tyler berhasil menyeret Fabio Joaquin, pimpinan Kelompok Penjahat terbesar di New Orleans, kedepan pengadilan.
Pengadilan telah memutuskan bahwa Fabio terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman mati.
"Ada apa Fabio?"
Ini adalah kunjungan ke sekian kali agen Polisi itu berkunjung ke sel Fabio.
"Ah, tidak. Aku hanya ingin bercerita padamu saja" jawab Fabio "Mau kau mendengarkannya?"
Tanpa menjawab, Landon duduk di lantai depan sel Fabio, sehingga dua orang itu hanya dibatasi oleh jeruji besi.
"Dulu sekali...tiga puluh tahun lalu, aku dibesarkan dalam keluarga yang mengerikan. Ayahku sangat jahat. Hampir tiap hari dia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan merusak semua barang-barang dirumah. Apalagi kalau kalah berjudi.Semua anaknya dipukuli satu-persatu. Bagiku tidak masalah, asal dia tidak memukul Ibu kami" ia menarik nafas sejenak "aku sangat mencintai ibuku dan tak ingin dia terluka.
Yang lebih menyakitkan, jika ayah membawa perempuan lain kerumah dan mengusir ibu dari kamarnya dan menyuruh tidur di beranda"
Fabio menyeka air matanya yang mulai menggenang, dibawah tatapan keheranan Landon.
"Tak hanya itu, Ayah tidak hanya menyakiti kami dengan kekerasan, tetapi juga tidak pernah mengucapkan kata-kata sayang. Tiap hari lelaki itu hanya menyebut kami "terkutuk", "anak jahanam" dan sebutan lain yang tidak pantas. Terkutuklah dia, Mr.Tyler. Kalau aku jadi seperti ini, semua itu akibat salah ayahku!" teriak Fabio dengan suara gemetar.
Landon mulai paham dan memandang Fabio dengan perspektif baru. Tak disangka, dibalik perawakannya yang kejam tersimpan hati yang rapuh dan tersakiti.
"Aku turut menyesal, Fabio" kata Landon akhirnya.
"Aah..., lupakan itu" Fabio mengebaskan tangannya.
"Sekarang aku punya sebuah permintaan, bolehkah?"
"Apa itu, Fabio?" sela Landon "kuharap kau tidak minta kunci sel ini"
Fabio tertawa terbahak-bahak, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
"Bisa saja kau bergurau, kawan" katanya berusaha menahan geli."Tolong hubungi saudara kembarku yang ada di Roma. Dia seorang pengusaha sukses.Aku ingin bertemu dengannya untuk yang terakhir"
Landon mengangguk, "Akan kuusahakan, Fabio" janjinya "semoga ia tidak datang terlambat"
"Terimakasih, Mr.Tayler" ucap Fabio tulus yang membuat Landon terhenyak.
Bagaimanapun, Landon adalah pria yang selalu menepati janjinya. Ia segera menghubungi saudara kembarnya, seorang pengusaha properti yang sukses. Suara diujung telpon terdengar terkejut, dan ia berjanji akan mengejar penerbangan terakhir malam ini agar bisa sampai di New Orleans keesokan paginya.
Persis seperti jam yang dijanjikan Raphael Joaquin muncul di penjara.
"Terimakasih sudah menghubungi saya, Mr. Tayler" kata Raphael dengan ramah.
Raphael mengulurkan tangannya pada Landon yang menyambutnya dengan terkejut. Bagaimana tidak keduanya tidak ada perbedaan, meski Raphael wajahnya tidak ditumbuhi brewok, dan ada bekas luka. 'Untung ia berbisnis di Roma, kalau tidak kami bisa salah tangkap'...
Landon pun membawa Raphael ke sel Fabio dan menyaksikan bagaimana dua saudara kembar terisak-isak, menangisi pertemuan mereka yang pertama dalam dua puluh tahun terakhir ini. Tanpa sadar Landon ikut terharu dan matanya berkaca-kaca.
Sejam kemudian Raphael kembali dengan wajah sedih dan Landon mengajaknya minum kopi.
"Terimakasih sudah mengajakku ke sini, Mr. Tyler. Aku memang sedang butuh ketenangan"
"Sama-sama, Mr.Joaquin" sahut Landon lembut. "Aku turut menyesal atas saudara Anda. Kemarin dia ceritakan betapa pahitnya masa kecil kalian dulu"
"Oh ya" sahut Raphael, " boleh dibilang kami memang tak beruntung mendapatkan seorang ayah yang kejam. Karena itu, saat ayah kami meninggal sepuluh tahun lalu -- saat kami lulus dari sekolah menengah atas -- aku berjanji pada diriku sendiri: aku takkan menjadi orang seperti ayah"
Ia menghela nafas dan memandang jauh. "Karena itu, saat bertemu Fabio tadi, aku tidak bisa menyembunyikan kesedihanku. Aku... sangat menyayangkan, mengapa Fabio memilih untuk menjadi seperti Ayah".
Saat pesanan mereka datang, baik Raphael maupun Landon menikmatinya dalam diam. Dua orang yang berwajah sama -- Raphael dan Fabio -- dibesarkan dalam keluarga yang sama, juga menempuh pendidikan yang sama, namun menganggapi kehidupan dengan cara yang sangat berbeda...[]
Anda selalu bisa menentukan sikap terhadap kehidupan. Baik menjadi korban keadaan maupun pemenang, pilihan ada di tangan Anda
Dari buku
A CHAPTER OF KINDNESS