"Dewi mau jadi badut, Bu"
Bagaimana reaksi awal seorang guru jika ada muridnya yang bercita-cita menjadi badut? Adalah hal yang diluar dugaan.
Disaat sebagian besar anak bercita-cita sebagai dokter, pilot, atau polisi, Dewi justru memilih menjadi badut.
Dewi memang anak yang spesial. Dia tidak seperti anak-anak yang lain. Di saat anak-anak seumurnya berlarian pada jam olahraga, Dewi hanya berjalan gontai karena keterlambatan perkembangan motoriknya. Di saat teman-teman sekelasnya sudah bisa mengeja rangkaian kata, Dewi sedang berjuang keras mengingat huruf a dan b karena disleksia yang ia derita. Ketika anak-anak seumurannya menangis saat jatuh atau dipukul kawannya, Dewi akan tetap diam, karena seringnya perlakuan tersebut membuatnya refleknya kurang responsif.
Dewi tetaplah Dewi, seorang anak bertubuh mungil berusia tujuh tahun dengan segala keistimewaannya. Seorang anak kecil berhati besar dan mampu mengajari gurunya arti kasih sebenarnya. Karena keistimewaannya itulah, guru kelasnya, menitipkan Dewi untuk mendapat pelajaran tambahan.
Suatu saat aku memperlihatkan tiga buah gambar, yaitu gambar polisi, dokter dan badut. Kemudian aku jelaskan bahwa tugas polisi adalah menangkap penjahat sehingga semuanya aman. Dokter bertugas mengobati orang sakit, sehingga menjadi sehat. Saat akan menjelaskan tentang badut, aku agak bingung juga tugasnya. Akhirnya kukatakan tugas badut adalah membuat orang tertawa dan senang.
Aku bertanya "Dewi, kalau besar ingin jadi apa?"
Dewi menjawab " Mau jadi badut, Bu. Buat orang senang"
Seketika itu aku menangis. Seorang Dewi dengan keistimewaannya. Dewi, seorang anak kecil yang sudah mengalami masa sangat sulit dengan kemiskinan yang dialami keluarganya yang membuatnya harus berjalan tiga kilometer melewati jalan rusak menuju sekolah. Kekerasan fisik yang hampir tiap hari dilakukan orangtuanya, kekerasan verbal yang sering dilontarkan orang-orang, perundungan oleh teman-temannya. Dalam kondisi demikian, dia masih bisa mengatakan ingin membuat orang lain bahagia. Aku belajar tentang kasih yang begitu besar, kasih yang mampu mengampuni tanpa syarat.
Tidak ada dendam dalam diri Dewi.
Dikisahkan oleh Fidelis Permana Dari, Pengajar Muda di SD Negeri 6 Kadur, Bengkalis, Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar