Sabtu, 28 Mei 2022

SAMURAI TAK PERNAH BERHENTI BELAJAR



Seorang yang pernah menjadi Samurai berkata:
"𝑲𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒓𝒂𝒎𝒑𝒊𝒍𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒔𝒆𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂. 𝑷𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍, 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒖𝒓𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒍𝒊. 𝑰𝒏𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒑𝒖𝒉 𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌. 𝑷𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒊𝒏𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒂𝒑𝒂-𝒂𝒑𝒂, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒈𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓.

"𝑵𝒂𝒏𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂, 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒌𝒊𝒕 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒓𝒂𝒎𝒑𝒊𝒍𝒂𝒏, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒓𝒂𝒌𝒕𝒆𝒌𝒌𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂, 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒌𝒆𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒏-𝒌𝒆𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒌𝒆𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒏-𝒌𝒆𝒍𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏.

"𝑫𝒊 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒏𝒋𝒖𝒕𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒖𝒂𝒔𝒂𝒊 𝒃𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒉𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒐𝒍𝒐𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂. 𝑫𝒊𝒔𝒊𝒏𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒈𝒖𝒏𝒂.

"𝑷𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊, 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒏𝒂𝒎𝒑𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒂𝒑𝒂-𝒂𝒑𝒂, 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒈𝒂𝒍𝒂 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒂 𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒖𝒑𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒌𝒊𝒕𝒑𝒖𝒏. 𝑫𝒊𝒔𝒊𝒏𝒊𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒑𝒂𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒓𝒂𝒔 𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒖𝒂𝒍𝒊𝒕𝒂𝒔, 𝒅𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒕𝒂𝒉𝒖 𝒂𝒑𝒂-𝒂𝒑𝒂"

Yagyu Sensei mengatakan :"𝑫𝒊 𝒔𝒆𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓𝒂𝒏, 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏, 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒅𝒊 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊, 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊"

𝙱𝚎𝚛𝚞𝚜𝚊𝚑𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞 𝚖𝚊𝚓𝚞.𝙱𝚎𝚛𝚓𝚞𝚊𝚗𝚐𝚕𝚊𝚑 𝚍𝚎𝚖𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚌𝚊𝚙𝚊𝚒 𝚙𝚎𝚗𝚌𝚎𝚛𝚊𝚑𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚝𝚒𝚗𝚐𝚐𝚒 𝚜𝚎𝚝𝚒𝚊𝚙 𝚑𝚊𝚛𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊
 𝙹𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚛𝚗𝚊𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚎𝚗𝚝𝚒.

Dari buku
HAGAKURE
The Wisdom of Samurai

Selasa, 24 Mei 2022

𝐒𝐔𝐆𝐄𝐒𝐓𝐈 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐄𝐍𝐘𝐄𝐌𝐁𝐔𝐇𝐊𝐀𝐍


"𝑨𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒎𝒊 𝒃𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒎𝒆𝒕𝒐𝒅𝒐𝒍𝒐𝒈𝒊 𝒑𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒃𝒆𝒅𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏-𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 – 𝒌𝒐𝒏𝒔𝒆𝒍𝒊𝒏𝒈, 𝒔𝒆𝒎𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒍𝒇-𝒉𝒆𝒍𝒑, 𝒅𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒄𝒂 – 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑𝒊, 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒑𝒖𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒊𝒕𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒌𝒆𝒄𝒖𝒂𝒍𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉." 

𝑳𝒊𝒏𝒅𝒔𝒂𝒚 𝑾𝒂𝒈𝒏𝒆𝒓


Pada tahun 1957,Wright sudah menderita sakit kanker stadium akhir, dengan kondisi organ-organ dalam yang sudah mengalami pembengkakan luar biasa. Usianya diprediksi Dokter sudah tidak lama lagi. Suatu kali, di tengah-tengah kesakitannya, ia mendengar bahwa Dokter Klopfer, yang merawatnya, sedang melakukan percobaan spektakuler tentang obat kanker, yakni krebiozen. Wright pun meminta kepada Dokter Klopfer untuk melakukan uji coba keampuhan krebiozen kepadanya. Dia meyakinkan dokter bahwa cepat atau lambat dia akan mati. Lalu, menurut Wright, kenapa tidak ia mati karena pencobaan yang justru akan membawa kepastian harapan hidup penderita kanker. Menerima desakan Wright, dengan sedikit menyalahi prosedur, Dokter Klopfer pun melakukan injeksi pertama kreibiozen kepada pasiennya itu dengan segala risiko dan tentu saja jika gagal akan menghancurkan kariernya sebagai dokter senior.


Keesokan harinya, Dokter Klopfer mendapati Wright, bukan dalam keadaan meninggal dunia atau sekarat, justru menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Kankernya mengecil dan keadaan Wright tampak lebih fit dan sehat. Dokter Klopfer semakin yakin bahwa penemuannya ini paling ampuh untuk membunuh sel kanker dan bakal memperpanjang harapan hidup penderita kanker di seluruh dunia. Wajah optimis, ungkapan decak kagum, hingga senyum Dokter Klopfer "menular" kepada Wright yang juga semakin yakin bahwa ia akan sembuh total. Benar saja, setelah 10 hari menerima suntikan kreibiozen secara rutin dan teratur, kanker Wright hilang sama sekali dan sembuh total. Keajaiban terjadi luar biasa. Namun anehnya, kreibiozen yang disuntikkan kepada Wright tidak berlaku pada pasien lainnya.


Dua bulan kemudian, The Food and Drug Administration membantah penemuan Dokter Klopfer. Mereka mengumumkan bahwa kreibiozen tidak terbukti ampuh membunuh sel kanker, dan mungkin hanya berlaku untuk orang tertentu saja, dan tidak bisa dikategorikan berlaku umum untuk seluruh penderita kanker. Mendengar sanggahan demikian, Wright perlahan-lahan mulai sakit lagi, seakan-akan kankernya kambuh dan muncul kembali. Dia pun masuk kembali ke rumah sakit untuk perawatan.


Sang dokter menemukan kesimpulan bahwa sembuh dan kambuhnya penyakit Wright bukanlah karena kreibiozen semata-mata, melainkan karena pikiran, keyakinan, dan "sugesti" yang ditanam dalam dirinya.


Oleh karena itu, Dokter Klopfer mengatakan bahwa ia akan memberikan suntikan yang lebih ampuh dengan dosis dua kali lipat dan dijamin akan berhasil. Dokter Klopfer pun menginjeksikan "air steril" (H2O steril) ke tubuh Wright sambil berujar, "Ini pasti yang terbaik dan lebih ampuh daripada suntikan periode pertama kemarin!" Herannya, tidak berapa lama kemudian, kondisi Wright mulai membaik dan sembuh kembali seperti sedia kala. la pun kembali menjalankan aktivitasnya sehari-hari dalam keadaan normal. Hingga suatu kali Wright kembali membaca pernyataan di surat kabar, bahwa The American Medical Association mengatakan penelitian kreibiozen sama sekali tidak ada manfaatnya untuk pengobatan kanker yang belum terbukti secara ilmiah. Membaca pernyataan tersebut, Wright kembali sakit dan beberapa hari kemudian meninggal dunia.


𝚂𝚒𝚜𝚝𝚎𝚖 𝚔𝚎𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊𝚊𝚗 (𝙱𝚎𝚕𝚒𝚎𝚏 𝚂𝚢𝚜𝚝𝚎𝚖) 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚌𝚊𝚛𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚙𝚎𝚗𝚐𝚊𝚛𝚞𝚑𝚒 𝚘𝚕𝚎𝚑 "𝚖𝚎𝚗𝚞 𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚊𝚜𝚞𝚔" 𝚜𝚎𝚝𝚒𝚊𝚙 𝚑𝚊𝚛𝚒 𝚔𝚎 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞𝚒 𝚖𝚊𝚝𝚊 (𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝) 𝚍𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚕𝚒𝚗𝚐𝚊 (𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚛). 𝙺𝚎𝚝𝚒𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚊𝚜𝚞𝚔 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚑𝚊𝚕-𝚑𝚊𝚕 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚊𝚒𝚔 𝚍𝚊𝚗 𝚙𝚘𝚜𝚒𝚝𝚒𝚏 (𝚋𝚊𝚌𝚊𝚊𝚗 𝙺𝚒𝚝𝚊𝚋 𝚂𝚞𝚌𝚒, 𝚌𝚎𝚛𝚊𝚖𝚊𝚑-𝚌𝚎𝚛𝚊𝚖𝚊𝚑 𝚖𝚘𝚝𝚒𝚟𝚊𝚜𝚒, 𝚏𝚒𝚕𝚖-𝚏𝚒𝚕𝚖 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚗𝚐𝚞𝚗 𝚍𝚒𝚛𝚒, 𝚋𝚊𝚌𝚊𝚊𝚗 𝚙𝚘𝚜𝚒𝚝𝚒𝚏, 𝚑𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊 𝚙𝚎𝚛𝚐𝚊𝚞𝚕𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚘𝚜𝚒𝚝𝚒𝚏), 𝚖𝚊𝚔𝚊 𝚜𝚎𝚖𝚊𝚔𝚒𝚗 𝚋𝚊𝚒𝚔 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚘𝚔𝚘𝚑𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚢𝚊𝚔𝚒𝚗𝚊𝚗 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚑𝚊𝚍𝚊𝚙 𝚑𝚊𝚕 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚊𝚒𝚔 𝚝𝚎𝚛𝚜𝚎𝚋𝚞𝚝. 𝙽𝚊𝚖𝚞𝚗 𝚓𝚒𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚊𝚜𝚞𝚔 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚑𝚊𝚕-𝚑𝚊𝚕 𝚗𝚎𝚐𝚊𝚝𝚒𝚏, 𝚖𝚊𝚔𝚊 𝚑𝚊𝚕 𝚒𝚗𝚒 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚗𝚐𝚊𝚛𝚞𝚑𝚒 𝚔𝚎𝚢𝚊𝚔𝚒𝚗𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊, 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝𝚗𝚢𝚊 𝚔𝚎𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚌𝚊𝚛𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚙𝚒𝚔𝚒𝚛, 𝚍𝚊𝚗 𝚕𝚒𝚗𝚐𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚙𝚞𝚗 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒 𝚒𝚗𝚍𝚒𝚟𝚒𝚍𝚞 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚙𝚎𝚛𝚒𝚕𝚊𝚔𝚞 𝚋𝚞𝚛𝚞𝚔 𝚍𝚒 𝚕𝚒𝚗𝚐𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊. 

𝙼𝚊𝚛𝚒 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚖𝚎𝚖𝚒𝚕𝚒𝚑 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚖𝚎𝚖𝚊𝚜𝚞𝚔𝚔𝚊𝚗 𝚑𝚊𝚕-𝚑𝚊𝚕 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚙𝚘𝚜𝚒𝚝𝚒𝚏, 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚞𝚐𝚊.[]


Dari buku

"Setengah Pecah Setengah Utuh"

𝕄𝔼ℕ𝔾ℍ𝔸𝕂𝕀𝕄𝕀

 SUATU hari, ketika sedang terburu-buru, sepasang suami istri mencegat saya. Sang suami menggendong seorang bocah perempuan berusia sekitar empat tahun. Wajah sang suami tampak kusut. Istrinya, walau mencoba tenang, tidak mampu menyembunyikan kegalauan hatinya.


Sang suami menceritakan bahwa dia dan istrinya baru saja mendatangi kantor KONI di kawasan Senayan Jakarta. Kedatangannya untuk bertemu pengurus KONI karena dia membutuhkan bantuan. "Kakaknya sedang sakit dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit," ujar sang suami sembari menunjuk bocah di gendongannya. "Kami kebingungan bagaimana membayar rumah sakit nanti. Kami tadinya berharap bisa minta bantuan pengurus KONI."


Saya lupa namanya. Tapi, sang suami mengaku dia atlet senam yang pernah mempersembahkan sejumlah medali bagi Indonesia. Sepintas saya melihat sang istri memegang beberapa foto yang tampaknya foto sang suami ketika meraih medali. Entah pada kejuaraan apa.


Mereka mengaku juga sudah mendatangi Hotel Century di kawasan Senayan, yang menjadi pusat penampungan atlet-atlet, tapi tidak ada satu pun teman atlet yang sanggup menolong. "Suami saya dulu jadi pahlawan bagi negara. Tapi kini hidup kami terlunta-lunta," sang istri bergumam lirih. "Kami sebenarnya malu, tapi bingung bagaimana membayar rumah sakit nanti," dia menambahkan.


Menghadapi situasi yang mendadak seperti itu, ketika saya sedang bergegas, yang pertama terpikir adalah ini modus penipuan baru. Kalau Anda tinggal di Jakarta, pikiran seperti ini sangat lumrah. Di ibu kota, segala jenis penipuan dengan modus yang beraneka sering terjadi.


Saya minta maaf karena harus segera berlalu dan meminta nomor telepon mereka yang bisa saya hubungi. Juga alamat lengkap. Dengan wajah kuyu, mereka mengatakan tidak punya telepon. "Untuk makan saja susah," ujar sang suami. Sementara wajahnya tampak ragu-ragu ketika mencatat alamat rumahnya. Dia seakan tidak yakin saya dapat menemukan alamat mereka. Alamat yang memang sulit dilacak.


Karena harus bergegas, saya terpaksa meninggalkan mereka. Tetapi, pertemuan tadi tetap mengganggu ketenangan hati saya. Kalau ternyata suami istri itu memang membutuhkan uang, dan anak mereka saat itu betul-betul membutuhkan perawatan, alangkah teganya saya! Hati saya terus gelisah.


Di tempat pertemuan, saya tidak bisa tenang. Dorongan kuat membuat saya akhirnya memutuskan kembali ke lokasi tadi untuk mencari suami istri tersebut walau hanya dengan sejumlah uang yang ada di dompet.


Tapi apa mau dikata, sepasang suami istri itu sudah tidak terlihat lagi. Mereka sudah pergi. Dada saya terasa sesak. Saya menyesal tidak segera mengambil keputusan saat itu juga. Ego saya ternyata mengalahkan hati. Ego saya menahan hati saya untuk segera memberi bantuan. Ego saya tidak merelakan saya ditipu.


Setelah pergulatan batin itu, saya menyadari apalah artinya tertipu sejumlah uang ketimbang sampai sekarang hati tidak bisa tenang. Saya terus memikirkan jika anak mereka memang sedang sakit, betapa saat itu suami istri tersebut harus kebingungan dan sedih memikirkan nasib anak mereka yang sedang dirawat di rumah sakit.


Mungkin karena beberapa kali Kick Andy menampilkan tayangan berupa bantuan kepada sejumlah narasumber yang kami tampilkan, ada kesan saya memiliki dana untuk filantropi, untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Jujur saja saya tidak punya. Selama ini saya hanya berusaha mencari donatur yang memiliki visi sama dengan topik-topik yang diangkat di Kick Andy.


Karena itu, saya bermimpi suatu hari kelak saya bisa mengumpulkan sejumlah dana dari para donatur, di mana dana tersebut dapat saya gunakan untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkannya. Saya yakin di tengah kondisi masyarakat yang cenderung individual belakangan ini, masih banyak hati manusia yang mudah terketuk melihat penderitaan sesama. Masih banyak orang yang tergerak untuk rasa kemanusiaan.


Saya bermimpi suatu hari kelak Kick Andy dapat menjadi jembatan yang mempertemukan dua kepentingan. Kepentingan orang-orang yang ingin membantu-tetapi kerap tidak tahu cara yang tepat-dengan mereka yang membutuhkan. Semoga Tuhan mengabulkan mimpi saya.[]




Dari buku

"Andy's Corner"

Kumpulan Curahan Hati Andy F Noya

KEMURAH HATIAN


𝙸𝚗𝚒 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚙𝚊 𝚋𝚊𝚗𝚢𝚊𝚔 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚒𝚔𝚊𝚗, 𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚙𝚊 𝚋𝚊𝚗𝚢𝚊𝚔 𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚖𝚊𝚜𝚞𝚔𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚙𝚎𝚖𝚋𝚎𝚛𝚒𝚊𝚗.

(Mother Theresa)

Mahatma Gandhi bepergian dari satu kota ke kota lain, dari satu desa ke desa lain mengumpulkan dana untuk Charkha Sangh. Di salah satu singgahannya, dia berceramah di Orissa. Setelah ceramahnya, seorang perempuan bangkit dari duduknya. Tubuhnya bungkuk karena usia, rambutnya putih dan pakaiannya compang-camping. Petugas berusaha untuk menghentikannya, tetapi dia tetap memaksa untuk mendatangi tempat di mana Gandhi duduk. "Aku harus bertemu dia," dan akhirnya dia berhasil dan menyentuh kaki Gandhi.

Kemudian dari balik lipatan sarinya, dia mengeluarkan sebuah uang koin dan menaruh uang itu di kaki Gandhi. Gandhi memungut uang itu dengan hati-hati. Semua dana untuk Charkha Sangh dikumpulkan dan diurus oleh Jamnalal Bajaj. Dia kemudian meminta uang itu dari Gandhi, tetapi Gandhi menolak. "Saya menyimpan cek senilai 1000 rupe untuk Charka Sangh," Jamnalal Bajaj berkata sambil tertawa, "dan sekarang Anda tidak mempercayai saya untuk satu koin itu."

"Uang koin ini nilainya lebih banyak dari pada ribuan rupee itu," kata Gandhi.  "𝑱𝒊𝒌𝒂 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊 𝒃𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒍𝒂𝒌𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒂 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒊𝒃𝒖 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒅𝒖𝒂 𝒓𝒊𝒃𝒖, 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒅𝒂 𝒂𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂. 𝑻𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒐𝒊𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒂𝒕𝒖-𝒔𝒂𝒕𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒊𝒕𝒖. 𝑫𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒌𝒖. 𝑫𝒊𝒂 𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒎𝒖𝒓𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒕𝒊. 𝑫𝒊𝒂 𝒔𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖𝒉 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒓𝒃𝒂𝒏𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒔𝒂𝒓. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂𝒊 𝒌𝒐𝒊𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒆𝒔𝒂𝒓 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒓𝒊𝒃𝒖𝒂𝒏 𝒓𝒖𝒑𝒆𝒆." 


Dari buku

 "The Power of Motivation of Soul". 

56 Kisah Motivasi dan Pengembangan Diri Penyejuk Jiwa.



Rabu, 18 Mei 2022

HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN



"𝕶𝖊𝖍𝖎𝖉𝖚𝖕𝖆𝖓 𝖆𝖉𝖆𝖑𝖆𝖍 𝖘𝖊𝖗𝖆𝖓𝖌𝖐𝖆𝖎𝖆𝖓 𝖕𝖊𝖒𝖇𝖊𝖑𝖆𝖏𝖆𝖗𝖆𝖓, 𝖐𝖎𝖙𝖆 𝖍𝖆𝖗𝖚𝖘 𝖒𝖊𝖑𝖊𝖜𝖆𝖙𝖎𝖓𝖞𝖆 𝖚𝖓𝖙𝖚𝖐 𝖇𝖎𝖘𝖆 𝖒𝖊𝖒𝖆𝖍𝖆𝖒𝖎𝖓𝖞𝖆"
(Hellen Keller)

Seorang pemuda mendatangi Guru Zen Fanchen
"Guru, saya ingin menjadi orang yang berbahagia dan disukai banyak orang. Menurut Guru, apa yang harus saya lakukan?"
Guru Zen tersenyum mendengar pertanyaan yang cukup unik itu. "Diusiamu yang masih belia, kamu sudah memiliki keinginan luhur. Kamu memang luar biasa, dan saya hanya dapat memberi hadiah empat kalimat untukmu", kata guru setengah memuji.

"Kalimat pertama adalah  𝑴𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏. Apakah kamu bisa menjelaskan artinya?"
"Maksud Guru, 𝒃𝒊𝒍𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒄𝒆𝒘𝒂, 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂. 𝑫𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒂𝒏, 𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒄𝒆𝒘𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒖𝒓𝒂𝒏𝒈. 𝑳𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒊𝒍𝒂 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈, 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏. 𝑫𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒂𝒏, 𝒌𝒆𝒔𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉𝒂𝒏 kata sang murid panjang lebar.

Guru Zen mengangguk membenarkan jawaban pemuda itu. Lalu melanjutkan dengan kalimat kedua 
"𝑨𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑𝒍𝒂𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊"
"𝑨𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂, 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕𝒊 𝒕𝒆𝒓𝒉𝒂𝒅𝒂𝒑 𝒌𝒆𝒂𝒅𝒂𝒂𝒏 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏. 𝑫𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒅𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒎𝒆𝒎𝒂𝒉𝒂𝒎𝒊 𝒌𝒆𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒂𝒈𝒂𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌" jawabnya.

Guru Zen sangat senang dengan jawaban tersebut. Kemudian melanjutkan dengan kalimat ketiga "𝑨𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑𝒍𝒂𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏"
Pemuda itu menjawab "𝑰𝒕𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒓𝒕𝒊 𝒔𝒂𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏, 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒐𝒓𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒉𝒂𝒌 𝒑𝒓𝒊𝒃𝒂𝒅𝒊 𝒅𝒂𝒏 𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊-𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒚𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏"

"Luar biasa!" kata Guru Zen "pemahamanmu sungguh bagus". Perhatikan sekarang kalimat keempat yang akan saya berikan  "Mungkin kalimat ini agak sulit. Renungkan dulu sebelum menjawab "𝑨𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑𝒍𝒂𝒉 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖" kata Guru Zen.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya pemuda itu berkata "Kali ini saya benar-benar tidak dapat mengartikan kalimat tersebut, Guru. Tiga kalimat sebelumnya saling bertolak belakang, tapi kali ini berbeda. Apa yang saya bisa temukan dari kalimat ini? tanya sang pemuda.
Kemudian Guru Zen menjawab "Sebenarnya jawabannya sangat mudah, yaitu 𝑴𝒆𝒏𝒈𝒈𝒖𝒏𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒖𝒓𝒖𝒉 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌𝒏𝒚𝒂. Pemuda itu tercenung, namun akhirnya dapat mengerti maknanya. 

Pesan:
𝙺𝚞𝚗𝚌𝚒 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚝𝚎𝚗𝚝𝚎𝚛𝚊𝚖𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚝𝚎𝚛𝚒 𝚊𝚝𝚊𝚞 𝚔𝚎𝚔𝚞𝚊𝚜𝚊𝚊𝚗, 𝚝𝚎𝚝𝚊𝚙𝚒 𝚖𝚎𝚖𝚊𝚗𝚏𝚊𝚊𝚝𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚝𝚒𝚊𝚙 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞, 𝚙𝚎𝚗𝚐𝚊𝚕𝚊𝚖𝚊𝚗 𝚑𝚒𝚍𝚞𝚙, 𝚒𝚕𝚖𝚞 𝚙𝚎𝚗𝚐𝚎𝚝𝚊𝚑𝚞𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚊 𝚙𝚘𝚝𝚎𝚗𝚜𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒𝚖𝚒𝚕𝚒𝚔𝚒 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛. 𝙳𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚍𝚎𝚖𝚒𝚔𝚒𝚊𝚗, 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚑𝚊𝚛𝚖𝚘𝚗𝚒𝚜𝚊𝚗 𝚑𝚞𝚋𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚜𝚘𝚜𝚒𝚊𝚕 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚒𝚗𝚐𝚔𝚊𝚝 𝚜𝚎𝚒𝚛𝚒𝚗𝚐 𝚙𝚎𝚛𝚓𝚊𝚕𝚊𝚗𝚊𝚗 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚖𝚊𝚓𝚞𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚙𝚎𝚛𝚘𝚕𝚎𝚑
.[]

Dari buku
"Unleash Your Inner Power With Zen" 
50 Kisah Zen untuk Memaksimalkan Potensi Diri

ELLENA DAN MARIANO

 


Seorang gadis cilik berumur tujuh tahun mondar-mandir di depan pintu sambil sesekali memandang ke jalan raya dan kembali jam dinding. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang.

"𝑫𝒊𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒎𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒅𝒖𝒔𝒕𝒂, 𝒂𝒚𝒂𝒉," katanya kepada ayahnya

 "𝑺𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒖𝒅𝒌𝒂𝒏, 𝑵𝒂𝒌?" tanya Ayahnya

"𝑨𝒌𝒖 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒏𝒋𝒂𝒎𝒌𝒂𝒏 𝒖𝒂𝒏𝒈𝒌𝒖 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒍𝒆𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒆𝒏𝒈𝒈𝒐𝒕 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒊𝒂 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒂𝒏𝒋𝒊 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊𝒌𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒐𝒓𝒆 𝒊𝒏𝒊."

Ayahnya bertanya dengan ketus ,"𝒍𝒂𝒌𝒊-𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒑𝒆𝒎𝒂𝒃𝒖𝒌 𝒊𝒕𝒖, 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒖𝒅𝒎𝒖?"

"𝑩𝒆𝒏𝒂𝒓, 𝒀𝒂𝒉."

Ayahnya menegurnya dengan keras karena berhubungan dengan laki-laki tua pemabuk yang tidak punya pekerjaan. 

Tetapi dengan polos gadis itu menjawab,"𝑻𝒂𝒑𝒊 𝒂𝒚𝒂𝒉, 𝒂𝒌𝒖 𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒚𝒂 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂." Banyak orang menjuluki gadis itu sebagai malaikat kecil, karena kebaikan dan kasihnya yang sangat besar kepada orang lain.


Keesokan harinya seorang perawat dari rumah sakit datang ke rumah gadis itu dan memperkenalkan dirinya lalu bertanya; "𝑨𝒑𝒂𝒌𝒂𝒉 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝑬𝒍𝒍𝒆𝒏𝒂?"

Sebelum sempat menjawab, gadis kecil itu menyela; "𝑩𝒆𝒕𝒖𝒍, 𝒂𝒌𝒖 𝑬𝒍𝒍𝒆𝒏𝒂."


Perawat itu mengambil sebuah amplop coklat dari tasnya dan memberikannya kepadanya sambil berkata;

"𝑰𝒏𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝑴𝒂𝒓𝒊𝒂𝒏𝒐, 𝒍𝒂𝒌𝒊-𝒍𝒂𝒌𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒋𝒆𝒏𝒈𝒈𝒐𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒎𝒂𝒓𝒊𝒏 𝒅𝒊𝒓𝒂𝒘𝒂𝒕 𝒅𝒊𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒓𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒋𝒂𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒊𝒂 𝒔𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒌𝒆 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉𝒎𝒖."

Gadis bernama Ellena meyakinkan kepada Ayahnya bahwa laki-laki berjenggot itu dapat dipercaya walaupun ia dikenal sebagai sosok laki-laki pemabuk dan seringkali meresahkan orang lain. Perawat itu juga menyampaikan pesan bahwa Mariano ingin sekali bertemu dengan Ellena. 

Maka berdua dengan ayahnya, Elenna pergi ke rumah sakit untuk menemui pria berjenggot itu


Ketika mereka  menjumpainya, laki-laki berjenggot itu menangis sambil berkata; "𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒊𝒌𝒂𝒕 𝒌𝒆𝒄𝒊𝒍𝒌𝒖. 𝑺𝒂𝒕𝒖-𝒔𝒂𝒕𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒚𝒂𝒊𝒌𝒖 𝒅𝒊 𝒅𝒖𝒏𝒊𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖, 𝑵𝒂𝒌." Sambil terisak-isak laki-laki itu bercerita bagaimana ia terus bermabuk-mabukan selama ini, karena merasa putus asa dan tertolak. Tetapi pertemuannya dengan Ellena kecil telah mengubah segalanya. "𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊, " katanya.


Rupanya Sang Ayah belajar hal yang sangat berharga tentang bagaimana menyembuhkan orang melalui kasih sayang dan kepercayaan yang tulus kepada mereka.


𝙺𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚛𝚝𝚒 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊𝚒, 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚛𝚝𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚝𝚞𝚙𝚒 𝚜𝚎𝚐𝚊𝚕𝚊 𝚜𝚎𝚜𝚞𝚊𝚝𝚞, 𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚛𝚝𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚎𝚛𝚒𝚖𝚊. 𝚂𝚎𝚛𝚒𝚗𝚐 𝚔𝚎𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚙𝚊𝚍𝚊 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚊𝚒𝚗, 𝚒𝚝𝚞 𝚖𝚎𝚖𝚞𝚕𝚒𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊, 𝚒𝚝𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚢𝚎𝚖𝚋𝚞𝚑𝚔𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊.

𝙺𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚒𝚝𝚞, 𝚖𝚊𝚛𝚒𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚜𝚊𝚗𝚊, 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚒𝚔𝚖𝚊𝚝 𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒𝚖𝚊𝚗𝚊 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚖𝚎𝚖𝚙𝚎𝚛𝚕𝚊𝚔𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐-𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚒 𝚜𝚎𝚔𝚒𝚝𝚊𝚛 𝚔𝚒𝚝𝚊. 𝙿𝚎𝚛𝚕𝚊𝚔𝚞𝚊𝚗 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚑𝚊𝚍𝚊𝚙 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚜𝚎𝚛𝚒𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚎𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚔𝚊𝚛𝚊𝚔𝚝𝚎𝚛 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚙𝚛𝚒𝚋𝚊𝚍𝚒𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊.[]


Dari buku

"Inspirasi Sukses 2"

Buku Wajib Bagi Mereka Yang Ingin Sukses

Kamis, 12 Mei 2022

MALAIKAT PENJAGA DARI KAMP KONSENTRASI


𝗞𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗻𝗶𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗲𝘁𝗮𝗸𝘂𝘁𝗮𝗻 𝘀𝗲𝘁𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝗺𝗮𝘁𝗶 -- 𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗶 𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽 𝘀𝗶𝗮𝗽 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗮𝗿𝘂𝗻𝗴

(𝗝𝗼𝗵𝗻 𝗪𝗮𝘆𝗻𝗲)


Luba dibesarkan dalam komunitas Yahudi di Polandia yang kemudian menikah dengan Hersch Gercak dan dikaruniai seorang anak bernama Isaac.

Kehidupan keluarga yang nyaman itu porak-poranda dengan pecahnya perang. Tentara Nazi memburu orang-orang Yahudi untuk dimasukkan ke kamp Konsentrasi Auschwitz-Birkenau yang terkenal dengan kekejamannya.

Saat memasuki gerbang kamp, tentara SS merenggut Isaac dari pelukannya dan melemparkan anak berusia 3 tahun itu kedalam truk bersama anak-anak lain dan orang-orang tua untuk dibawa ke kamar gas. Tak lama kemudian datang truk menyeret suaminya yang sudah tak bernyawa. Sejak saat itu, Luba tidak punya gairah hidup lagi.

Namun, kekerasan hatinya mendorong ia untuk tidak menyerah. Sepertinya Tuhan memiliki tujuan untuk itu.  Dengan kulit kepala yang dicukur plontos dan nomor tatto 32967 di lengannya, dia dipekerjakan di Rumah Sakit Auschwitz, sebuah bangunan dimana orang-orang dibiarkan meninggal.

Perlahan Luba berhasil mengatasi ketakutannya, belajar sedikit demi sedikit bahasa Jerman.

Desember 1944, Luba dikirim ke Kamp Bergen-Belsen. Tak ada kamar gas disitu, tapi angka kematian tetap banyak sehingga menjadi tempat pemusnahan yang praktis.

Keadaan semakin memburuk menjelang kedatangan tentara sekutu. Kendaraan pembawa orang kelaparan dan sakit makin berdatangan ke kamp.

Terdengar suara tangisan anak. Luba melihat ada sekelompok anak menggigil ketakutan. Dia memberikan isyarat agar tidak takut dan mendekati mereka.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian ada disini?" tanya Luba.

Dengan bahasa Jerman yang patah-patah, seorang anak yang terlihat lebih besar bernama Jack Rodri menceritakan tiba-tiba saja tentara SS membawa mereka tanpa tahu tujuannya. Hetty Werkendam, bocah perempuan berumur 14 tahun adalah anak tertua dari kelima puluh empat anak itu. Dia sedang menggendong Stella Degen yang berusia dua setengah tahun. Ada lagi beberapa anak yang lebih muda lagi.

Beberapa penghuni kamp mencegahnya membawa anak-anak itu kedalam barak, namun Luba tidak mengindahkan. "Kalau ini anak-anak kalian, apakah kalian akan menyuruhku mengusir mereka? Mereka ini anak manusia" jawaban itu membuat mereka terdiam.

Dari Jack diperoleh cerita mereka selamat dari kekejaman tentara Nazi, karena orang tua mereka yang ahli memotong berlian diperlukan Jerman. Mereka lalu dipisahkan dengan anak-anaknya di kamp Bergen-Belsen.

Hati Luba membumbung tinggi, bersyukur kepada Tuhan akan datangnya anak-anak ini. Tuhan telah mengembalikan makna hidupnya dengan jalan menyelamatkan anak-anak ini agar tidak seperti anaknya.

Karena tidak bisa disembunyikan, Luba memberitahu perwira SS  dan berjanji mereka tidak akan membuat keributan.

"Apa yang akan kamu lakukan terhadap sampah Yahudi ini?" tanya perwira itu.

"Karena aku adalah seorang ibu" kata Luba "Karena aku kehilangan anakku di Auschwitz"

Sadar tangannya masih dipegang oleh Luba yang seorang tawanan, perwira itu meninju wajah Luba hingga terjengkang ke lantai.

Luba bangun, bibirnya berdarah. "Mengapa Anda ingin menyakiti anak-anak yang tidak berdosa? Mereka akan mati kalau tidak ada yang mengurus"

"Urus mereka!" kata perwira itu akhirnya.

"Mereka perlu makan. Izinkan aku minta roti"

Perwira itu menulis catatan yang oleh Luba lalu digunakan untuk mengambil roti.

Sejak itu Luba berkeliling ke gudang, dapur, tempat pemanggangan roti, melakukan barter, sesekali mencuri untuk anak-anak itu.

Anak-anak akan bersorak didepan pintu barak saat melihat Luba di kejauhan. "Dia datang! Dan membawa makanan untuk kita".

Mereka mencintai Luba seperti ibunya sendiri, karena Luba mencarikan makanan, memenuhi kebutuhan mereka, merawat yang sakit, dan menghibur. Tidak ada halangan bahasa Belanda mereka yang tidak dipahami Luba, karena adanya bahasa cinta.

Mendekatnya pasukan sekutu pada musim semi 1945, membuat kamp semakin porak-poranda. Mayat-mayat bergelimpangan, orang sekarat, penyakit tifus dan disentri merajalela.

Beberapa anak asuh Luba tak luput dari wabah ini. Dengan sabar ia menjaga, mengobati, menyuapi dan mendoakan mereka.

Minggu, 15 April 1945 pasukan Inggris tiba dan membebaskan mereka. "Kalian bebas...Kalian bebas" diserukan dalam beberapa bahasa.

Tinggal limapuluh dua anak yang diasuh Luba yang bertahan hidup. Saat sudah cukup kuat, mereka diterbangkan dengan pesawat militer untuk pulang didampingi Luba. Seorang pegawai Belanda menulis "Berkat dialah anak-anak itu bisa bertahan hidup. Sebagai orang Belanda, kami sungguh berutang Budi atas pertolongannya"

Luba masih menemani mereka sampai mereka bertemu dengan ibunya, yang hampir semuanya selamat.

Oleh Palang Merah Internasional, Luba ditugaskan pula untuk menemani 40 anak yatim piatu dari beberapa kamp ke Swedia untuk memulai hidup baru.

Di Swedia Luba bertemu dengan Sol Frederick, seorang korban selamat dari Holocaust. Mereka menikah dan dikaruniai dua orang anak, namun Luba tak bisa melupakan anak-anaknya yang lain.

Dimana mereka?

Jack Rodri menjadi pengusaha sukses dan tinggal di Los Angeles. Hetty Werkendam sukses bekerja di bidang properti di Australia. Gerard Lakmaker hidup makmur sebagai pemilik pabrik. Stella Degen tak bisa mengingat peristiwa di Bergen-Belsen, namun ibunya menceritakan tentang wanita hebat bernama Luba Gercak yang menjaganya.

Anak-anak lainnya memutuskan untuk mencari Luba. Jack Rodri berhasil tampil di TV dan menceritakan kisah Luba. "Jika ada yang mengetahui dimana dia berada" kata Jack "tolong hubungi stasiun TV ini".

Seseorang menelepon ke TV dari Washington DC "Dia berada di kota ini"

Sepekan kemudian Jack mendatangi apartemen Luba dan mereka berpelukan sambil menangis tanpa malu-malu.

Tak lama kemudian, Gerard Lakmaker yang tinggal di London mengatur pemberian penghargaan untuk Luba. Beberapa anak asuh Luba yang lain yang saling berhubungan, berusaha mengumpulkan anak-anak lain tanpa lelah.

April 1995, tepat 50 tahun perayaan kebebasan mereka, sekitar tiga puluh orang pria dan wanita yang selama ini belum pernah bertemu sejak anak-anak, berkumpul di Balaikota Amsterdam untuk menghormati Luba.

Dengan suara parau karena terharu, wakil walikota, mewakili Ratu Beatrix memberikan penghargaan kepada Luba Medali Perak Kehormatan Belanda untuk Jasa Kemanusiaan. Luba terharu menerimanya.

Usai upacara, Stella Degen-Fertig menghampiri Luba. "Aku selalu memikirkan ibu selama hidupku" kata Stella"Ibuku sering mengatakan ia telah melahirkanku, tapi kepada Luba aku telah berutang nyawa. Dia mengingatkan agar aku tidak lupa akan hal itu". Sambil memeluk Luba dan menangis ia berbisik "Aku tidak akan pernah lupa"

Luba membalas pelukan itu dengan air mata berlinang. Karena inilah penghargaan sejati baginya: "anak-anaknya", mendapatkan kembali cinta yang menyelamatkan mereka - dan dirinya- dari bayangan Kamp Kematian.

𝑲𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊𝒂𝒏 𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒖𝒏𝒄𝒖𝒍 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒊𝒕𝒖𝒂𝒔𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒄𝒂𝒎 𝒋𝒊𝒘𝒂. 𝑵𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒅𝒆𝒎𝒊𝒌𝒊𝒂𝒏, 𝒌𝒊𝒕𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒏𝒕𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒂𝒌𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒆𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂, 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌𝒊 𝒌𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊𝒂𝒏 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒄𝒂𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌

Dari buku

Everyday Greatness

Inspirasi Untuk Mencapai Kehidupan yang Bermakna

Keterangan foto: Pertemuan Luba Gercak (depan) bersama anak-anak asuhnya setelah limapuluh tahun berpisah

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “𝑺𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒎𝒂𝒏𝒇𝒂𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏.”  (Hadits Riway...