Bayangan untuk segera sampai di rumah dan beristirahat akhirnya pudar melihat jalan yang menjadi ajang parade kendaraan bermotor roda dua maupun empat.
Aku segera menepikan kendaraanku ke sebuah ruko di Jalan Barito yang menuju jalan Radio Dalam untuk ikut menggunakan kamar kecilnya.
Selesai dengan urusan tersebut, kuputuskan untuk istirahat di sebuah kios sambil membeli minuman dan makanan kecil pengganjal perut. Pemilik kios yang ramah akhirnya mengajak ngobrol sambil menunggu kemacetan mencair.
Pada saat itu, tiba-tiba aku melihat sebuah sedan Mercedez-Benz tahun terbaru berhenti dekat kendaraanku. Sayang, aku tidak bisa melihat pengemudi dan penumpangnya dengan jelas karena kaca filmnya yang gelap dan hari yang mulai malam.
Tiba-tiba dari pintu depannya yang terbuka keluar seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar enam atau tujuh tahun berpakaian rapi.
Anak belia itu segera menyeberang jalan dan menuju ke sebuah gardu PLN. Aku heran, ada apa dia berjalan ke sana. Rupanya didekat gardu itu ada seorang wanita tua dengan buntalan besar disampingnya. Tak jauh darinya, dari keremangan lampu jalan nampak seekor kucing sedang tidur.
Dari jauh, aku melihat anak laki-laki itu merendahkan posisinya sehingga wajah mereka hampir berhadapan. Karena dari tempatku duduk jaraknya jauh, aku hanya bisa melihat mereka, tanpa mengetahui apa yang dibicarakan.
Tak lama kemudian, anak itu merogoh kantongnya celananya dan mengeluarkan sebuah amplop putih dan menyerahkannya kepada wanita tersebut. Ibu itu menerima amplop dengan terkejut dan menciumnya berulang-ulang.
Saat anak tadi akan beranjak pergi, tangan ibu itu menahannya. Kedua tangan ibu itu ditengadahkan keatas dengan kepala tertunduk. Anak belia itu melakukan hal yang sama. Setelah itu disalaminya anak itu sambil mengusap kepalanya.
Aku tertegun, rupanya ibu tua itu sedang mendoakan bocah belia itu atas sedekah yang diberikan. Mungkin ia memohon kepada Yang maha Kuasa agar diberikan imbalan terbaik kepada anak belia atas kebaikan yang ditanamkan pada malam itu.
Dari kendaraan yang dinaiki, pakaian yang dikenakan anak itu sudah terlihat bagaimana keadaan kehidupannya, sehingga wajar ia berbagi kepada yang tidak berpunya. Namun ada yang istimewa sehingga hampir membuatku tak percaya.
Anak itu pandai dan paham benar bagaimana adab sopan-santun memberi. Tak hanya belajar dari sekolah atau mengaji, namun dia melakukan dan mengalami sendiri betapa manisnya arti dari kata ketulusan dan keikhlasan. Itulah sebabnya, ia mengulurkan tangan tidak sambil berdiri. Falsafah 'berdiri sama tinggi, duduk sama rendah' dia lakukan untuk menjauhkan dari perbuatan sombong dan pamer.
Mungkin ini adalah yang dimaksud oleh sebuah ayat yang mengatakan "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun"
(QS Al-Baqarah [2]: 263)
Dari kejauhan aku melihat wanita tua itu masih terus mengangkat tangannya dengan wajah menengadah ke langit, meski anak itu sudah pergi jauh. Meski aku sendiri tidak mendengar apa yang diucapkannya, namun terasa ada yang mendorongku untuk mengaminkannya dengan penutup "Ya Allah, Ya Robb, masukkanlah laki-laki belia itu beserta orangtuanya ke dalam golongan orang-orang yang mulia".
Jalan sudah mulai lengang, aku pun bergegas untuk pulang ke rumah dengan membawa oleh-oleh pengalaman dan pelajaran manis tentang ketulusan, yang diajarkan oleh seorang bocah belia. []
Dari buku
VISA KE SURGA
Catatan Harian Inspiratif Tentang Indahnya Berbagi