Selasa, 06 Juni 2023

GENGGAM IMPIANMU

  


“𝑻𝒖𝒋𝒖𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒅𝒊𝒄𝒂𝒑𝒂𝒊 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖𝒊 𝒌𝒆𝒏𝒅𝒂𝒓𝒂𝒂𝒏 𝒓𝒆𝒏𝒄𝒂𝒏𝒂, 𝒅𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒚𝒂, 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒂𝒕𝒂𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒅𝒂𝒌 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒏𝒖𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕"

(Pablo Picasso)


Monty Roberts adalah pemuda yang merupakan anak pelatih kuda yang pergi dari satu kandang ke kandang yang lain, dari satu jalur pacuan ke jalur pacuan yang lain, dari satu tanah pertanian ke tanah pertanian yang lain dan dari satu peternakan ke peternakan yang lain, melatih kuda. Kesibukannya itu membuat pelajaran SMA terus-menerus terganggu. Ketika duduk di bangku akhir, ia diminta untuk menyusun tulisan tentang apa cita-citanya bila ia dewasa.


Malam itu ia menulis karangan setebal tujuh halaman yang memaparkan tujuannya untuk memiliki suatu peternakan kuda pada suatu saat. Ia menjabarkan impiannya secara terperinci, bahkan menggambar sebuah sketsa tentang peternakan seluas dua ratus ekar (acre), yang memperlihatkan lokasi seluruh bangunan, kandang dan jalur pacuan. Monty juga melukis denah yang mendetil untuk rumah seluas empat ribu kaki persegi yang akan terletak di peternakan impiannya.

Pada keesokan harinya ia menyerahkan karangan itu kepada gurunya. Dua hari kemudian ia menerima tulisannya kembali. Di halaman depan tertera huruf F besar dengan catatan yang berbunyi, "Tunggu saya usai jam pelajaran".

Monty pergi menemui gurunya sehabis jam sekolah dan bertanya, "Mengapa saya mendapat nilai F?"


Guru itu berkata, "Ini adalah impian yang tidak realistis untuk anak muda seperti kamu. Kamu tidak punya uang, datang dari keluarga yang berpindah-pindah. Peternakan kuda menuntut banyak uang. Kamu harus membeli tanah, kuda bibit yang asli, kemudian kamu juga harus mengeluarkan biaya untuk kuda pejantan yang mahal. Kamu sama sekali tak akan pernah dapat melakukannya." Lantas si guru menambahkan, "Kalau kamu mau menulis ulang karangan ini dengan tujuan yang lebih membumi, aku akan meninjau kembali nilaimu."


Anak laki-laki itu pulang dan berpikir keras lama sekali tentang hal itu. la bertanya kepada Ayahnya mengenai apa yang sebaiknya ia tempuh.

"Camkan, Nak, kamu harus membulatkan tekadmu tentang ini. Bagaimanapun, aku pikir ini adalah keputusan yang sangat penting bagimu", demikian kata ayahnya 


Akhirnya, setelah menimbang-nimbang selama seminggu, anak itu menyetorkan tulisan yang sama, tidak membuat perubahan sedikit pun. Ia berkata, "Anda dapat mempertahankan nilai F itu dan saya akan mempertahankan impian saya."


Waktu berlalu,...

Guru sekolah itu membawa tiga puluh orang anak berkemah di tanah peternakan yang didalamnya terdapat rumah seluas empat ribu kaki persegi di tengah-tengah peternakan kuda seluas dua ratus ekar (acre) milik Monty Roberts. Diatas perapian dalam rumah, makalah tentang impian Monty terbingkai dengan rapih.

Ketika akan pulang, guru itu berkata, "Begini, Monty, aku dapat mengatakannya kepadamu sekarang. Sewaktu menjadi gurumu, aku merupakan semacam pencuri cita-cita. Sepanjang tahun-tahun itu aku telah mencuri banyak impian anak-anak. Untungnya kamu punya cukup inisiatif untuk tidak melepaskan impian-impianmu."


Jangan biarkan siapa pun mencuri impian-impian Anda. Turuti kata hati Anda, apa pun yang terjadi.[]


Dari buku

"CHICKEN SOUP FOR THE SOUL" Menjadi 'Kaya' dan Bahagia

KECANDUAN SEDEKAH


Pagi itu sebelum berangkat ke Surabaya bersama istriku, aku bersedekah pada pembantuku sebesar 50 ribu. Aku merasa ia benar-benar membantu kami dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.


Semalam aku melanjutkan membaca buku "Ternyata Sedekah Nggak Harus Ikhlas", setelah seharian melanjutkan pekerjaan berkeliling kota pahlawan. Hal yang terngiang dalam buku tersebut adalah tugas kita sedekah, sedekah yang besar, nanti Allah akan membalas minimal 10 kali lipat bahkan lebih, dan pagi itu langsung kuaplikasikan dengan bersedekah kepada pembantuku.


"Bun, Berikan ini pada office boy kantormu ya? "pintaku saat sampai di depan lobi kantornya sembari memberikan uang 20 ribuan tiga lembar

"Tumben .... Untuk apa, Yah?" tanya istriku keheranan dengan alis mengerut.

"Udaahh, pokoknya berikan saja," jawabku sembari tersenyum.


Istriku hanya tersenyum menerima uang 20 ribuan tersebut, dan aku juga membalas dengan senyuman sembari dalam hati tetap yakin pada Sang Maha Pemberi.

Kulanjutkan untuk berkeliling menyebarkan brosur penjualan sapi kurban.

Keluar dari masjid, sebelum melanjutkan perjalanan aku memasukkan uang lembaran 50 ribu rupiah ke dalam kotak infak masjid. Seperti biasanya, ketika memberi peminta-minta di jalan, dalam hatiku malu kepada Allah. Aku biasanya memasukkan dalam kotak infak masjid paling besar dua ribu rupiah saja.


Dengan motor kesayanganku ini, langsung aku menuju rumah orangtua dan rumah beberapa kerabatku di wilayah Surabaya utara. Aku bermaksud memberi rezeki kepada mereka masing-masing 100 ribu rupiah. Pulangnya, arah perjalanan ke rumah Sidoarjo, aku mampir ke yayasan yatim piatu dan duafa untuk bersedekah lagi. Entahlah kenapa aku jadi keranjingan sedekah begini.


Begitulah tiap hari aktivitasku berkeliling menyebar brosur usaha sapi kurban sembari keyakinan untuk berbagi hingga tidak terasa sudah H-5. Aku berhenti berkeliling dan fokus di stan penjualan bersama ayahku melayani konsumen. Namun pemasaran online tetap jalan melalui pesan pendek, jejaring sosial, milis dan lainnya.


10 Dzulhijjah,

Seperti biasa, bersama Ayah aku melakukan hitung laba rugi setelah dikurangi biaya marketing, gaji pegawai selama lima hari di stan, tukang rumput, sewa stan, sewa transportasi pengiriman, dan sisanya bagi hasil berdua dengan ayahku.

"Alhamdulillah, Din, sudah selesai, "ucap ayahku dalam forum kecil perhitungan akhir usaha keluarga kami.

"Alhamdulillah," sambungku juga.

"Semuanya sudah akan Ayah bayarkan, Din! Namun, Ayah minta maaf karena bagi hasil tahun ini untukku dan untukmu tidak ada sama sekali," ucap Ayah dengan tegas.

Deeg! Kaget mendesir dalam hatiku

"Lha, kenapa, Yah?" tanyaku sembari mengerutkan alis. "Ternyata setelah melihat daftar harga jual sapinya, Ayah keliru dengan harga kulakannya, sehingga hasilnya hanya untuk bayar yang lain, sedangkan bagi hasil kita berdua tidak ada," jawabnya lagi mengalir.


Aku masih terdiam dan tidak terima dengan kenyataan ini, seolah-olah tidak percaya dan tidak mungkin hal ini terjadi.


"Yaaa ... Allah!!" keluhku pada-Nya.

"Sudahlah, khusnudzon pada Allah," kata ayahku.

Sedikit keyakinan membuatku tak henti-hentinya beristighfar.


Dalam perjalanan pulang dari rumah orangtua, hanya kalimat istighfar yang kulafalkan pada Allah, meski hanya untuk menenangkan hati. Aku mencoba khusnudzon pada yang Menciptaku. Namun, terkadang setan menggoda untuk tidak terima atas keputusan Allah akan hal ini, padahal aku sudah banyak bersedekah dan berikhtiar atas usaha hewan kurban ini.


Tasyrik hari terakhir,

Semalam aku sudah berunding dengan istri untuk mencari pinjaman secara personal guna melunasi pinjaman dari investor yang notabene teman istri sendiri.

Brrtt .... !

Tiba-tiba getar handphone-ku berbunyi tanda ada SMS masuk. Ternyata pengirimnya dari sahabatku yang bergerak di lembaga kemanusiaan Islam.

"Assalamualaikum akhi, ana minta tolong antum bisa carikan kambing qurban untuk disalurkan ke kaum dhuafa wilayah kumuh dan miskin? Aqadnya jual beli aja ga pa-pa". Begitu bunyi SMS darinya.

Aku pun langsung membalas dan bertanya berapa ekor yang dibutuhkan. Sambil kutunggu balasan darinya.

Kembali HP ku bergetar, tanda ada SMS masuk, benar darinya, "Sekitar 120-an ekor bisa? Dan antum langsung koordinir orang untuk sembelih dan salurkan ke yang membutuhkan", begitu bunyi SMS balasan temanku itu.


Aku tidak langsung menjawab karena masih bingung, kambing sebanyak itu apa bisa kujalankan pada akhir hari tasyrik. Dan dengan keyakinanku Allah pasti menolong, karena masih banyak umat yang tidak merasakan daging kurban.

"Bismillah, insya Allah bisa akhi", aku membalas SMS tersebut singkat dengan penuh keyakinan.

Tak lama aku terima balasannya, "Ok, kirimkan rek antum untk transfer dananya dari total 125 kambing, sekaligus aq email nama pengkurban dan untuk wilayah penyaluran di Surabaya, Syukron".

Subhanaallah ... walhamdulillah .. ! Hatiku benar-benar bahagia dan senang, langsung aku bersujud syukur dan bercerita kebahagiaan ini pada istriku.

Setelah sujud syukur aku langsung cek daftar mutasi via mobile banking, ternyata sudah masuk dengan total 75 juta rupiah. Setelah kuhitung, laba bersihnya mencapai 17 jutaan. Aku masih ingat betul bersedekah ke keluarga, kerabat, yatim, peminta, dan lainnya senilai 1,7 juta.

Sembari berucap hamdalah, aku langsung bergerak menghubungi orang-orang yang bisa menyembelih dan menyalurkan kurban daging kambing, serta langsung menuju mitraku untuk membeli kambing kurbannya.


Ya Allah, Subhanallah ... walhamdulillah! ucap hatiku berkali-kali. Insya Allah bisa melunasi utang pada teman kuliah istriku, dan sisanya masih bisa untuk menafkahi istriku tercinta.[]


Dari buku

"Keajaiban Rezeki" Kisah-kisah Inspiratif yang Menggugah Hati tentang Menjemput Rezeki

Senin, 29 Mei 2023

LOMPATAN TERTINGGI

 

"𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐥𝐚𝐧𝐢 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐮𝐤𝐚, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐦𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐩𝐢𝐧𝐭𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐮𝐭𝐮𝐩."

(Mark W. Perrett)


Seekor belalang menjadi piaraan seorang anak dan ditempatkan dalam wadah bertutup kaca.

Setiap anak melihatnya, belalang itu melompat sehingga anak itu menyukainya dan memberinya makanan. Tapi sang belalang tidak sadar, lompatan yang dilakukan hanya sebatas tutup kaca.

Suatu saat, karena terlupa tutup belalang terbuka dan keluarlah belalang dari wadahnya. Kemudian ia melakukan lompatan dan... ternyata lompatannya lebih tinggi dari saat berada dalam wadah. Mencoba lagi melompat dan lebih tinggi lagi lompatan dari sebelumnya.

Penasaran, belalang itu berjalan dan menemukan sekelompok belalang lain yang juga sedang melompat. Ternyata lompatan para belalang itu jauh lebih tinggi dari lompatannya.

"Kalian memang hebat. Bagaimana kalian bisa melompat sangat tinggi seperti tadi?"

Kawanan belalang yang mendapatkan pertanyaan bukannya senang karena mendapat pujian. Mereka justru merasa heran dengan pertanyaan sang belalang.

"Maksudmu, melompat seperti ini?" kata salah satu belalang.

"Iya," jawab sang belalang.


"Lho, kamu selama ini ada di mana? Lompatan ini kan memang sudah biasa kami lakukan setiap hari. Apa yang kami lakukan bukanlah hal yang baru," serempak kawanan belalang itu menjawab.


Mendengar jawaban dari kawanan belalang itu, sang belalang yang berhasil keluar dari kotak itu bingung mendapati kenyataan seperti itu. Lalu dia pun mencari tahu mengapa hal tersebut tidak terjadi padanya. Lalu sampailah dia di sebuah tempat di mana seekor belalang bijak tinggal.

Belalang bijak itu lalu menjelaskan tentang kehidupan belalang yang sesungguhnya sehingga pada akhirnya sang belalang pun mengerti. Ternyata selama ini dia hidup di dalam kotak yang sempit dan tertutup sehingga kemampuan melompat dan ruang geraknya pun hanya sebatas luas kotak tersebut.

Sang belalang pun akhirnya mengerti bahwa jika dia hidup di luar kotak, dia akan mampu melompat lebih tinggi seperti kawan-kawannya karena tidak ada yang membatasi lompatannya. Dia pun menyadari bahwa pengetahuan yang dimilikinya pun hanya sebatas kotak kecil tempat tinggalnya selama ini. Banyak hal yang belum diketahuinya di luar sana. Dirinya yakin dapat melakukan banyak hal karena kini dia sudah dapat hidup di alam bebas.[]


Banyak orang yang merasa sudah menjadi orang 'paling hebat' dalam segala hal sehingga kadang kala dia enggan menerima hal baru yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang dia ketahui. Akhirnya, dia merasa benar dan hebat sendiri dengan hal-hal baru menurutnya yang sebetulnya adalah sesuatu yang biasa.

Ada pula orang yang memang membatasi dirinya sendiri. Dia enggan untuk melakukan hal baru yang sebetulnya dia mampu lakukan dan hal itu akan melejitkan potensi dirinya. Sayangnya, dia menciptakan sendiri pembatas -pembatas yang akan menghambatnya untuk maju. Pada akhirnya dia pun mewujud menjadi sosok yang aneh di mata orang lain pada umumnya dan tertinggal dalam segala hal.[]


Dari buku

"MENGAPA TIDAK SECERDAS SIPUT?" Menggali Hikmah dari Kehidupan Binatang

ALAS KAKI RAJA

"𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑏𝑎ℎ 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎, 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑢𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑝𝑖𝑘𝑖𝑟 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑏𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑟𝑖𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖."

(Leo Tolstoy)

Seorang Raja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Namun kali ini ia tidak ingin naik kereta kencana, tapi ingin berjalan kaki saja. Tetapi, baru beberapa meter berjalan di luar istana, kakinya sudah terluka karena terantuk batu. 

la berpikir, "Ternyata jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya."

Raja lalu memanggil seluruh menteri istana. la memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari seluruh negeri. Di tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang menteri yang terkenal dengan kecerdikannya. Setelah menghadap raja, ia  berkata, "Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuang sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanya dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja?"

Maka sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut "sandal".

Salah satu hal yang perlu kita miliki untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup adalah cara pandang yang benar. Dunia di sekeliling kita tak akan berubah, bila kita sendiri tak dapat mengubah pola pikir kita. Tuhan tidak akan pernah bisa memberkati kita dengan limpahan anugerahNya, bila yang ada dalam mindset kita hanyalah sebuah kemalasan dan keengganan untuk berusaha dan bekerja.

Kebahagiaan dan kesuksesan hidup tidak berarti ketiadaan masalah. Untuk mencapainya, cukup hanya mengubah cara pandang kita terhadap masalah itu, sehingga sederhana dan mudah diselesaikan.[]

"𝘊𝘢𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘴𝘪𝘵𝘶𝘢𝘴𝘪, 𝘤𝘢𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘯𝘥𝘶𝘳𝘢𝘯, 𝘤𝘢𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘰𝘭𝘶𝘴𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩. 𝘗𝘪𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴-𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘫𝘶𝘢𝘯𝘮𝘶."

(Brian Tracy)


Dari buku

INSPIRASI 5 MENIT

81 Bacaan Ringan untuk Menjadi Lebih Baik



Rabu, 24 Mei 2023

LUANGKAN WAKTU


 "𝙼𝚊𝚗𝚊𝚓𝚎𝚖𝚎𝚗 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚞𝚗𝚌𝚒𝚗𝚢𝚊. 𝙼𝚎𝚜𝚔𝚒 𝚔𝚎𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚒𝚋𝚞𝚔, 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚖𝚊 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚝𝚞𝚛 𝚠𝚊𝚔𝚝𝚞𝚖𝚞 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛, 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚢𝚎𝚕𝚎𝚜𝚊𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚖𝚞𝚊𝚗𝚢𝚊."

(John Cena)

Alkisah, ada seorang pemuda yang ingin bertemu dengan Guru Zen. Ketika bertemu, pemuda itu pun mengeluh: "Guru, saya selalu bermeditasi, membaca mantra, bangun pagi, tidur lebih cepat dari biasanya, berusaha untuk tidak sedikit pun memiliki pikiran negatif dalam otak. Namun, sudah sekian lama bekerja keras, kenapa saya belum bisa mencapai pencerahan?"


Mendengar itu, Guru Zen pun mengeluarkan sebuah labu dan segenggam garam, lalu diberikannya kepada pemuda itu, dan berkata: "Sekarang kamu pergilah dan isi labu ini dengan air, lalu masukkan juga garam ke labu ini dan larutkan. Kalau kamu bisa melakukannya, kamu akan mencapai pencerahan."


Pemuda itu pun melakukan apa yang diminta gurunya. Tidak lama kemudian, pemuda itu kembali dan memberi tahu gurunya: "Guru, mulut labu itu terlalu kecil, saya tidak bisa melarutkan garam yang ada di dalamnya. Kalau saya gunakan sendok untuk mengaduknya, tidak bisa juga!"

Guru Zen mengambil alih labu itu dan menuangkan sedikit air dari mulutnya, mengguncangnya beberapa kali, dan garamnya pun larut.


Guru Zen berkata: "Walaupun bekerja keras setiap hari, siang dan malam, kalau tidak memiliki hati yang sederhana untuk melihat dunia ini, perbuatanmu sama saja seperti air dalam labu ini, tidak bisa diguncang dan diaduk. Pembelajaran Zen ibarat memainkan kecapi, kalau talinya terlalu tegang, akan putus, tetapi kalau terlalu kendur, tidak bisa bersuara. 'Jalan tengah' adalah inti pencerahan Zen."


Setelah mendengar penjelasan sang Guru Zen, barulah pemuda itu menyadari inti pembelajaran ilmu Zen.[]


PESAN:

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang bekerja keras, siang dan malam, untuk mengejar impian dan tujuan. Memang, dibutuhkan kerja keras untuk mencapai cita-cita atau tujuan. Akan tetapi, kalau kita terlalu sibuk sampai tidak ada waktu luang untuk beristirahat, berpikir, dan menikmati proses hidup ini, pasti kita akan stres dan mengalami hidup yang membosankan. Anutlah prinsip "sediakan ruang bagimu supaya bisa bergerak"; kita akan selalu menemukan suatu ide atau gagasan dalam proses menuju kesuksesan.


Dari buku

"Simplify Your Life with Zen" 35 Kisah Zen Untuk Menyederhanakan Masalah Hidup

TIGA EKOR IKAN

"𝘛𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘳𝘪𝘵𝘪𝘬 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘳𝘪𝘶𝘴, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘣𝘢𝘥𝘪. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘯𝘧𝘢𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘳𝘪𝘵𝘪𝘬, 𝘤𝘰𝘣𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘶𝘭𝘪𝘳 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘴𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘯𝘥𝘢."(Hillary Clinton)

Terdapat tiga ekor ikan dengan kemampuan yang berbeda. Ikan pertama adalah ikan yang pandai. Ikan kedua mempunyai kemampuan sedang dan ikan ketiga adalah ikan yang tidak pandai. Ketiga ekor ikan itu hidup pada sebuah kolam.

Suatu kali seorang penangkap datang ke kolam dengan membawa jala dan ember untuk menangkap ikan dalam kolam tersebut. Dengan kecerdasannya, melihat kedatangan penangkap ikan dari dalam air, ikan pertama segera bertindak berdasarkan pengalaman masa lalunya, dan dari cerita-cerita yang didengarnya dari ikan lain.

Ikan pandai tersebut mengerahkan segenap tenaga, melompat keluar dari kolam, dan menjatuhkan diri di dekat kaki si penangkap ikan. Lalu dia berpura-pura mati dengan menahan napasnya.

Melihat peristiwa tersebut, tentu saja si penangkap ikan merasa kaget. Dia merasa belum melakukan apa-apa, namun ternyata sudah ada ikan yang tergeletak di dekatnya. Karena dia mengira ikan itu mati, dia lalu memungut dan melemparkan ikan itu kembali ke dalam kolam. Dia merasa tidak ada untungnya menangkap ikan yang mati karena dia masih melihat ikan yang lebih segar di sana.

Begitu menyentuh kolam, ikan pandai itu langsung bergegas masuk ke dalam lubang kecil di dasar kolam untuk bersembunyi.

Ikan kedua yang melihat kejadian ini, lalu berenang mendekati ikan pandai dan bertanya, "Mengapa kamu berbuat begitu?" Kemudian ikan pandai itu menjelaskan dan menerangkan alasannya.

Setelah mendengar penjelasan ikan pandai, ikan kedua ini kemudian berbuat hal yang sama. Ia melompat dari kolam dan jatuh di dekat kaki si penangkap ikan. Si penangkap ikan pun heran, mengapa ikan-ikan di kolam itu berlompatan keluar. Celakanya, ikan kedua ini lupa tidak menahan napasnya saat berpura-pura mati. Dengan begitu, si penangkap ikan tahu bahwa ikan itu masih hidup. Lalu dia pun memungutnya dan memasukkannya ke dalam ember miliknya.

Karena si penangkap ikan heran dengan kejadian tersebut, dia lalu memerhatikan kolam dan lupa menutup embernya dengan jala. Ikan setengah pandai ini menyadari bahaya yang dialaminya, lalu sekuat tenaga melompat keluar dari ember untuk kembali ke dalam kolam. Dia berhasil! Sesampainya di dasar kolam, cepat-cepat ia bersembunyi di lubang kecil bersama ikan pertama.


Ikan ketiga semakin bingung dengan ulah yang dilakukan oleh kedua temannya dan meminta penjelasan. Dia mendengarkan dua versi cerita dari ikan pertama dan ikan kedua. Mereka menceritakan setiap detail dan menekankan betapa pentingnya menahan napas saat berpura-pura mati.

"Terima kasih banyak, ya," kata ikan ketiga. "Sekarang aku mengerti," tambahnya sambil berlalu.

Setelah berkata begitu, ikan ketiga kemudian melompat keluar kolam dan menjatuhkan diri dekat kaki si penangkap ikan. Sesudah kehilangan dua ekor ikan, penangkap ikan memungut ikan tersebut tanpa memerhatikan apakah si ikan masih hidup atau mati. Kemudian dia memasukkannya ke dalam ember, dan kali ini dia tidak lupa untuk menutup embernya dengan jala. Setelah itu, dia menebarkan jala lainnya di seputar kolam, tapi gagal menangkap ikan lainnya.

Si penangkap ikan akhirnya menyerah. Dia membuka penutup ember dan menemukan ikan ketiga tidak bernapas seperti yang disarankan kedua temannya. Akan tetapi, kali ini si penangkap ikan tidak memedulikan hal itu dan dia pun membawa pulang ikan ketiga.


Dari kisah ketiga ekor ikan ini dapat disimpulkan:


1.Adalah kurang bijak apabila kita menerima saran begitu saja tanpa memikirkan ulang karena bisa jadi kondisinya berbeda. Apa yang baik bagi seseorang belum tentu baik untuk diri kita.


2.Jangan menelan mentah-mentah saran yang diberikan orang lain. Pertimbangkan kondisi dan situasi, lalu ambil tindakan yang tepat.


3.Jangan sekadar mengikuti atau meniru perbuatan orang lain tanpa pengetahuan yang cukup.[]


Dari buku

"MENGAPA TIDAK SECERDAS SIPUT?" Menggali Hikmah dari Kehidupan Binatang



Selasa, 16 Mei 2023

BUKAN SALAH AWANG

 

"𝙹𝚒𝚔𝚊 𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚊𝚙𝚔𝚊𝚗 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚝𝚎𝚛𝚓𝚊𝚍𝚒, 𝚖𝚊𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚌𝚘𝚋𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚖𝚎𝚗𝚢𝚞𝚔𝚊𝚒 𝚊𝚙𝚊-𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚗𝚐 𝚝𝚎𝚛𝚓𝚊𝚍𝚒,”

(Anonim)

Sore menjelang magrib itu, Awang terlihat murung. Hujan turun sangat sebentar. Hanya cukup membasahi jalanan kota yang berdebu dan lumayan bikin kotor pejalan kaki yang bersandal jepit. la pun belum sempat menggigil seperti hari-hari sebelumnya setelah beberapa jam menawarkan jasa payung kepada pejalan kaki yang membutuhkannya. Ya, Awang memang pengojek payung. Kegemarannya setiap hari adalah menatap langit. Mendung adalah senyumnya, terik matahari akan membuatnya murung.


Awang tidak sendirian. Belasan anak di sekitar Pasar Ciputat punya hobi yang sama; menatap langit dan kalau perlu ribuan kali meminta kepada Sang Pemilik hujan agar hari itu hujan diturunkan. "Kalau perlu hujan jangan berhenti seharian, biar uang yang Awang dapat lebih banyak. Pasti ibuku senang," ujar Awang polos. 


Bocah berusia 9 tahun itu bahkan tahu waktu-waktunya hujan turun, termasuk di bulan apa biasanya curah hujan lebih besar dan lebih lama. Desember dan Januari adalah bulan panen baginya. Maka tak heran, jauh-jauh hari ia sudah meminta dibelikan payung oleh ibunya. Dan dengan hati sang Ibu akan menuruti keinginannya, karena dengan payung itu belanja ibunya akan bertambah sekurangnya 20 ribu rupiah tiap harinya.

Kebalikan dengan Awang, masyarakat kebanyakan di ibu kota dan berbagai daerah rawan bencana lainnya di tanah air berharap hujan jangan turun, kalaupun turun hanya sekelebatan saja, sekadar membasahi jalan. Atau gerimis saja bolehlah. Maklum, hujan berkepanjangan sama dengan bencana. Hujan deras terus-menerus membuat masyarakat panik. Dan doa yang dipanjatkan adalah "Ya Allah, jangan biarkan bencana menimpa kami".

Bagi Awang, hujan adalah rezeki. Jangan salahkan Awang yang terus berdoa agar Allah menurunkan hut. Karena di masa lalu pun hujan deras tak pernah ditakuti, hujan seharian tak menimbulkan kepanikan. Jika saat ini hujan justru berakibat bencana, jelas harus ada yang bertanggung jawab. Dan yang pasti bukan Awang.


Bocah berbadan kurus itu tersenyum lebar. Hujan lebat turun kembali, payungnya pun mengembang sudah. Kaki kecilnya mengibas jalan berair dan siap mengais rezeki. Yang pasti, ia begitu sumringah, tak peduli banyak orang selainnya yang ketakutan. []


Dari buku 

"Berguru pada Kehidupan" Menuntun Anda untuk Hidup Bahagia dan Bermakna"

Edisi Hari Buku Nasional AYAH, AKU, DAN BUKU

Saat sudah bisa membaca, saya mendapat rak khusus berisi buku kanak-kanak dari Ayah.  Beliau tidak mau jika buku-buku saya tercecer. Oleh ka...