SUNGGUH,AKU JATUH CINTA...
Baru satu pekan, pesan itu sudah saya langgar: Saya jatuh cinta!
Lusiman Senen,biasa dipanggil Iman.Murid saya kelas 6
Pada usia yg belia itu nampak sosok kharismatik yang disenangi dan didengarkan teman²nya.Sulit membayangkan dibalik kecerdasan,keceriaan dan kebandelan nya kelak anak ini akan jadi pemimpin.
DI LAPANGAN
Minggu lalu ada pertandingan bola disekolah.Saat ada pemain cadangan yang sudah gelisah karena belum diturunkan ,Iman biasanya adalah orang pertama yang berbesar hati menawarkan untuk diganti.Dan selalu saja dilarang oleh teman-temannya.Bagaimana tidak,Iman adalah 'top scorer' di liga sepakbola ini.
Pada pertandingan lain, pelanggaran pada tim lawan membuat wasit memberikan tendangan pinalti pada tim Iman.Sebagai 'striker utama' dan kapten tim bisa saja Iman mengambil kesempatan itu.Namun justru dia berikan kesempatan itu kepada pemain lain."Tendang sudah!" katanya dalam bahasa Indonesia pasar khas Halmahera.
Meski tak membuahkan gol, kejadian ini adalah momen yang paling saya ingat.
DI RUMAH
Anak bandel ini tak mau terkungkung dg cara belajar yang konvensional.Membosankan, katanya.Tiap malam dia datang ketempat saya dg rasa ingin tahu yang meluap-luap.Tiap saya berikan soal atau buku untuk dibaca,ia akan menghilang dalam sekejap mata saat saya memalingkan pandangan.Tapi kalau saya sudah bercerita apa saja tentang negeri diseberang lautan,apa itu Demokrasi,tata Surya,maka Iman akan mendengarkan dengan mata berbinar.Seringkali ia belum mau pulang meski saya sudah selesai berkisah
DI SEKOLAH
Setelah "bermain" tata surya,kami duduk melingkar di sudut lantai kelas untuk menceritakan masa rotasi dan revolusi planet yang berbeda satu dengan yang lain.Saat sampai pada rotasi planet Jupiter yg lamanya90 hari bumi,Iman kontan berkata "Wah,kalau kita berpuasa di Jupiter,bisa mati,ya,Bu?".Luar biasa,logika anak itu sudah melampaui usianya dalam menarik kesimpulan.
DI RUMAH
Pulang sekolah kali ini, rumah murid yang saya datangi adalah tempat Iman yang kebetulan tak jauh dari tempat tinggal saya.Dari pintu saya lihat ada seorang anak kecil tetangga sedang duduk di ruang tengah nampak kesulitan membuka bungkus kemasan makanan.Ia dengan tenang mengambil kemasan itu,membuka,dan memberikan kepada anak kecil itu.Kemudian dia berpaling kepada saya "Ibu mauminum air putih?".Saya mengangguk sambil masih sedikit tertegun.
..........................................
Begitulah,aku jatuh cinta setengah mati.
Bila aku hanya boleh mengajar di satu sekolah,aku ingin mengajar di sekolah Iman.
Bila aku hanya boleh mengajar di satu kelas,aku ingin mengajar di kelas Iman.
Bila aku hanya boleh mengajar satu anak,aku ingin mengajar Iman...
Dari buku
INDONESIA MENGAJAR
Bu Marwia akhirnya mengeluh kepadaku tentang Ajrul muridnya. Sebagai wali kelas V beliau terkenal guru yang paling baik di SDN Bibinoi. Anak itu sering bolos dan keluar kelas saat jam pelajaran dan tidak kembali.
Keesokan harinya, saat apel pagi aku memperingatkan Ajrul dan anak-anak lain untuk menghormati guru tanpa kecuali, mengikuti pelajarannya dengan baik, mengerjakan tugas yang diberikan.
Sebagian anak mengikuti nasihat ini, sayang Ajrul bukan salah satunya.
"Pak Guru, tadi Ajrul kencing di rumah belajar" seorang anak melapor padaku.Astaga, anak itu. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi.
Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menasihati anak itu. Ketika kata-kata tak dihiraukan, aku langsung kehabisan cara untuk mengubah tabiat Ajrul.
Keesokan harinya, usai apel sekolah, aku meminta Ajrul menemuiku. "Ajrul, Pak Guru minta maaf karena harus menamparmu" kataku.
Ajrul terkejut mendengar ucapanku. Sesaat mungkin dia tidak percaya Pak Guru yang dekat dengan anak-anak akan mengeluarkan kata "tampar" di depannya.
Dia mendekat, dan...plak!. Telapak tanganku menyengat kulit wajahnya.
Air matanya keluar tak tertahan. Badannya bergetar. Mungkin hatinya takut membayangkan akan ada tamparan selanjutnya. Kupegang tangannya untuk membawanya mendekat
"Ajrul, biki apa kong ngoni paksa Pak Guru untuk berbuat begini? Pak Guru salah apa deng ngoni kong ngoni tara mau hormat deng pak Guru dan guru-guru lain?" (Sedang apa, kok kamu paksa Pak Guru berbuat begini? Pak Guru salah apa dengan kamu sampai kamu tak mau menghormati Pak Guru dan guru-guru lain?)
"Pak Guru tara salah. Kitong yang salah" Ajrul membalas sambil mengusap air mata di pipinya.
Aku meminta maaf dan menyuruhnya kembali ke kelas. Ia sudah berjanji tidak mengulang kesalahan yang sama. Tindakanku mungkin tak bisa dibenarkan, namun aku selalu berharap anak ini bisa berubah demi kebaikan dirinya sendiri. Aku memang melewati batas, tapi kuharap hal itu layak dilakukan.
Kuminta agar ia menyayangi Ibu Marwia. Dia mengangguk tulus, tak berani menatap wajahku.
Keesokan harinya Bu Marwia menghampiriku dan menanyakan apa yang kulakukan terhadap Ajrul.
"Ajrul sekarang sudah berubah, Pak. Tak pernah lagi keluar kelas dan mau mengerjakan tugas yang diberikan"
"Alhamdulillah,Ibu. Maaf,Ibu, kemarin saya harus menamparnya"
Ibu Marwia membalas dengan tersenyum.
Aku menyaksikan sendiri bagaimana Ajrul berubah.
Ketika azan Maghrib berkumandang, dia sudah siap sedia, berada di jalan menuju masjid bersama anak-anak lain. Usai turun salat Maghrib, dia ikut rombongan anak-anak mengaji denganku. Dari raut wajah dan perilakunya, ketulusan dan kebaikannya meningkat tak terkira. Bahkan dalam beberapa kesempatan, aku menunjuknya untuk menjadi pembaca teks Pancasila dalam upacara bendera. Bukan kebetulan kalau kemudian aku menunjuknya menjadi wakil SDN Bibinoi dalam lomba membaca puisi tingkat kecamatan. Suaranya lantang dan artikulasinya jelas. Dia punya kelebihan. Meskipun akhirnya tidak menang, itu tak mengurangi sedikit pun kebanggaan pada dirinya. Dia sudah memulai tahapan baru dalam hidupnya.[]
Dari buku
ANAK-ANAK ANGIN
keping perjalanan seorang pengajar muda.
(dari Jakarta ke Halmahera Selatan)