Senin, 06 Desember 2021

SETIAP ANAK ADALAH 'BINTANG' (2)


"Dewi mau jadi badut, Bu"

Bagaimana reaksi awal seorang guru jika ada muridnya yang bercita-cita menjadi badut? Adalah hal yang diluar dugaan.

Disaat sebagian besar anak bercita-cita sebagai dokter, pilot, atau polisi, Dewi justru memilih menjadi badut.

Dewi memang anak yang spesial. Dia tidak seperti anak-anak yang lain. Di saat anak-anak seumurnya berlarian pada jam olahraga, Dewi hanya berjalan gontai karena keterlambatan perkembangan motoriknya. Di saat teman-teman sekelasnya sudah bisa mengeja rangkaian kata, Dewi sedang berjuang keras mengingat huruf a dan b karena disleksia yang ia derita. Ketika anak-anak seumurannya menangis saat jatuh atau dipukul kawannya, Dewi akan tetap diam, karena seringnya perlakuan tersebut membuatnya refleknya kurang responsif.

Dewi tetaplah Dewi, seorang anak bertubuh mungil berusia tujuh tahun dengan segala keistimewaannya. Seorang anak kecil berhati besar dan mampu mengajari  gurunya arti kasih sebenarnya. Karena keistimewaannya itulah, guru kelasnya, menitipkan Dewi untuk mendapat pelajaran tambahan.

Suatu saat aku memperlihatkan tiga buah gambar, yaitu gambar polisi, dokter dan badut. Kemudian aku jelaskan bahwa tugas polisi adalah menangkap penjahat sehingga semuanya aman. Dokter bertugas mengobati orang sakit, sehingga menjadi sehat. Saat akan menjelaskan tentang badut, aku agak bingung juga tugasnya. Akhirnya kukatakan tugas badut adalah membuat orang tertawa dan senang. 

Aku bertanya "Dewi, kalau besar ingin jadi apa?"

Dewi menjawab " Mau jadi badut, Bu. Buat orang senang"

Seketika itu aku menangis. Seorang Dewi dengan keistimewaannya. Dewi, seorang anak kecil yang sudah mengalami masa sangat sulit dengan kemiskinan yang dialami keluarganya yang membuatnya harus berjalan tiga kilometer melewati jalan rusak menuju sekolah. Kekerasan fisik yang hampir tiap hari dilakukan orangtuanya, kekerasan verbal yang sering dilontarkan orang-orang, perundungan oleh teman-temannya. Dalam kondisi demikian, dia masih bisa mengatakan ingin membuat orang lain bahagia. Aku belajar tentang kasih yang begitu besar, kasih yang mampu mengampuni tanpa syarat. 

Tidak ada dendam dalam diri Dewi.


Dikisahkan oleh Fidelis Permana Dari, Pengajar Muda di SD Negeri 6 Kadur, Bengkalis, Riau

Minggu, 05 Desember 2021

JEMBATAN ROEBLING



Seorang insinyur yang kreatif, John Roebling, pada tahun 1883 mempunyai ide untuk membangun jembatan yang menghubungkan New York dan Long Island.

Tapi rupanya ide tersebut jadi bahan tertawaan para ahli bangunan pada masanya. Alasannya adalah ide tersebut tidak mungkin dilakukan dan tidak praktis, karena selama ini belum ada yang mencobanya.

Roebling tidak dapat mengabaikan impian tersebut dan selalu memikirkannya.

Setelah berdiskusi dengan anaknya, Washington, seorang insinyur pula, maka mereka melaksanakan ide tersebut.

Bekerja sama anak dan bapak itu dimulai dengan mengembangkan konsep tentang bagaimana rencana ini dapat dilaksanakan dan mengatasi hambatan yang menghadangnya. Dengan semangat tinggi mereka merekrut para pekerja untuk membangun jembatan impian mereka.

Awalnya proyek berjalan dengan lancar. Tapi setelah beberapa bulan berjalan, sebuah kecelakaan terjadi sehingga merenggut nyawa John Roebling. Washington sendiri mengalami luka yang cukup parah dengan rusaknya jaringan otak sehingga dia tidak bisa berjalan, berbicara, bahkan bergerak.

"Kami sudah memberitahu mereka"

"Orang gila dengan impiannya"

"Adalah hal bodoh mengejar impian-impian yang mustahil"

Setiap orang berkomentar negatif dan merasa proyek ini akan berakhir, karena hanya Roebling lah yang tahu idenya.

Rupanya penderitaan yang parah itu tak menghalangi Washington untuk meneruskan impiannya.

Dia mencoba untuk menginspirasi dan membagi semangatnya kepada beberapa rekannya yang masih trauma dengan kejadian itu.

Dengan menggerakkan jarinya, dia membuat bahasa isyarat dengan isterinya untuk berkomunikasi.

Dia menyentuh lengan isterinya dengan jari itu, agar menelepon para insinyur sekali lagi. Lalu dia menggunakan metode komunikasi itu untuk memberi tahu apa yang harus dilakukan.

Tiga belas tahun hal itu dilakukan Washington sampai akhirnya jembatan itu selesai dibangun.

Sekarang Jembatan Brooklyn yang spektakuler itu berdiri megah sebagai penghargaan atas semangat seseorang yang tidak pernah mati dalam segala keadaan. Jembatan ini juga merupakan penghargaan bagi para insinyur dan timnya, dan keyakinan mereka kepada seseorang yang dianggap gila oleh banyak orang.

Jembatan ini juga berdiri sebagai monumen seorang isteri yang selama 13 tahun dengan sabar menerjemahkan pesan-pesan suaminya dan memberi tahu para insinyur tentang apa yang harus dilakukan.[] 


"Banyak kegagalan dalam hidup, mereka tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah."

(Thomas A. Edison)


Dari buku

The Power of Motivation for Soul

56 Kisah Motivasi dan Pengembangan Diri Penyejuk Jiwa

Kamis, 02 Desember 2021

CELAH PINTU HATI








Pada saat di Negeri Cina dikuasai  oleh Komunis, ucapan bebas seorang tentang suatu kritik dianggap sama berbahayanya dengan perbuatan jahat.

Ada seorang Aktivis sedang dipenjara oleh Rezim tersebut. Kebetulan selnya bersebelahan dengan sel seorang penjahat. Beruntung, sel yang ditempati oleh aktivis itu ada retakan di dindingnya sehingga terdapat celah sehingga dia bisa melihat keluar. Setiap aktivis itu melihat keluar melalui celah itu kemudian dia ceritakan dengan baik-karena ia seorang penulis juga- kepada tetangga selnya. Dia ceritakan dengan rinci tentang sawah yang menghijau, burung-burung yang terbang di angkasa. Juga tentara yang sedang berbaris.

Demikian kehidupan dua orang yang bertetangga dalam penjara itu berlangsung. Hari berganti tahun, mereka sudah tidak punya harapan lagi kapan bisa keluar. Jadi kehidupan mereka hanya diperoleh dengan cara tersebut, aktivis itu mengintip dunia lewat lubang kebahagiaannya, sementara penjahat tetangganya ikut berbahagia dengan mendengarkan ceritanya sambil membayangkan.

Namun sifat jahatnya tidak juga hilang, sehingga punya pikiran "mengapa selama ini hanya aktivis itu yang bisa melihat dunia luar, sedangkan ia hanya bisa membayangkan. Mengapa bukan aku saja yang mengintipnya?"

Maka muncullah niat jahatnya dengan melemparkan racun pada tempat minum,saat aktivis itu tidur.

Si Aktivis meninggal keesokan harinya dan mayatnya dibawa keluar oleh sipir penjara.Sebelum sel yang kosong itu diisi lagi dengan narapidana baru, penjahat itu minta dipindahkan ke sel tersebut dan sipir mengabulkannya.

Dengan girang ia memasuki sel itu dengan harapan bisa mengintip dunia luar seperti aktivis sebelumnya.

Namun, alangkah kagetnya dia,saat mengintip keluar yang dilihatnya adalah kuburan tempat memakamkan para narapidana yang meninggal karena lamanya dipenjara.

Setiap kali mencoba mengintip, selalu yang nampak adalah kuburan dan kuburan.Dia tidak melihat apa yang ada di kejauhan. Padahal saat aktivis mengintip, sebenarnya juga melihat kuburan yang sama pas didepan matanya, tapi fokus penglihatannya adalah pemandangan di kejauhan, dimana dia bisa melihat sawah, gunung, burung-burung yang terbang,juga tentara yang sedang berparade.

Karena setiap hari pikiran penjahat itu dihantui oleh kuburan yang berada didepan temboknya,dia tidak bisa bertahan dan akhirnya meninggal tidak seberapa lama justru setelah dipindahkan ke sel yang diidam-idamkannya.


HIKMAH

Peran yang dilakukan oleh orang lain nampak indah sehingga tergoda untuk memilikinya,namun setelah didapatkan kita tidak bisa melaksanakan dengan baik.


Kebahagiaan tidak datang melalui pintu rumah atau lubang untuk mengintip,tetapi dari celah pintu hati.Dengan pemandangan yang sama, karena fokusnya adalah hal yang baik maka akan menghasilkan kesan yang baik pula


Dari buku

INSPIRING ONE

MENEMBUS BATAS

 


Batasan segala kemungkinan hanya dapat didefinisikan ketika kita mampu menembus ketidakmungkinan.

(Arthur C. Clarke)

Pengetahuan lama mengatakan struktur tulang yang tidak menunjang, hambatan(drag) akibat angin yang terlalu besar, keterbatasan sistim jantung dan kekuatan paru-paru yang tidak memadai akan membuat seorang tidak akan mungkin berlari menempuh jarak satu mil dalam waktu kurang dari empat menit. Pendapat itu dipercaya sampai pertengahan abad ke 20 oleh ilmuwan, dokter, atlet, pelatih.

Namun, Roger Bannister, seorang pelari dari Inggris pada tanggal 6 Mei 1954 mampu berlari satu mil dalam waktu 3 menit 59.4 detik!

Ia menembus batas 4 menit itu karena ia percaya dan yakin bahwa ia bisa.

Pada tahun itu, setelah Bannister menembus batas satu mil dalam empat detik, 37 pelari lainnya menembus batas itu juga.Pada tahun berikutnya, 300 pelari menembus batas tersebut.

Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?

Tidak ada latihan yang intensif. Tidak ada yang menemukan cara melawan hambatan angin. Struktur tulang dan fisiologis manusia tidak mengalami perubahan yang tiba-tiba.

Tetapi sikap dan persepsi manusia telah berubah drastis.

Yang dilakukan Roger Bannister adalah menepis keraguan dan menghancurkan ketidakpercayaan orang-orang yang lamban. Ia berjuang berbekal keyakinan, bahwa manusia bisa melakukan lebih dari apa yang didogmakan saat itu meskipun dalam pandangan orang lain hal itu 'mustahil' dilakukan...

Kemungkinan dan ketidakmungkinan itu ibarat dua sisi yang berbeda. Kita hanya perlu membalik ketidakmungkinan, untuk menemukan kemungkinan.

Dari buku

The Tsunami Effect

PERMINTAAN TERAKHIR


Ada dua keputusan penting dalam hidup: menerima kondisi sebagaimana adanya, atau menerima tanggung jawab untuk mengadakan perubahan

(Denis Waitley)

Setelah menggunakan semua siasat  dan adu tembak yang menewaskan beberapa anak buahnya, akhirnya Landon Tyler berhasil menyeret Fabio Joaquin, pimpinan Kelompok Penjahat terbesar di New Orleans, kedepan pengadilan.

Pengadilan telah memutuskan bahwa Fabio terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman mati.

"Ada apa Fabio?"

Ini adalah kunjungan ke sekian kali agen Polisi itu berkunjung ke sel Fabio.

"Ah, tidak. Aku hanya ingin bercerita padamu saja" jawab Fabio "Mau kau mendengarkannya?"

Tanpa menjawab, Landon duduk di lantai depan sel Fabio, sehingga dua orang itu hanya dibatasi oleh jeruji besi.

"Dulu sekali...tiga puluh tahun lalu, aku dibesarkan dalam keluarga yang mengerikan. Ayahku sangat jahat. Hampir tiap hari dia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan merusak semua barang-barang dirumah. Apalagi kalau kalah berjudi.Semua anaknya dipukuli satu-persatu. Bagiku tidak masalah, asal dia tidak memukul Ibu kami" ia menarik nafas sejenak "aku sangat mencintai ibuku dan tak ingin dia terluka.

Yang lebih menyakitkan, jika ayah membawa perempuan lain kerumah dan mengusir ibu dari kamarnya dan menyuruh tidur di beranda"

Fabio menyeka air matanya yang mulai menggenang, dibawah tatapan keheranan Landon.

"Tak hanya itu, Ayah tidak hanya menyakiti kami dengan kekerasan, tetapi juga tidak pernah mengucapkan kata-kata sayang. Tiap hari lelaki itu hanya menyebut kami "terkutuk", "anak jahanam" dan sebutan lain yang tidak pantas. Terkutuklah dia, Mr.Tyler. Kalau aku jadi seperti ini, semua itu akibat salah ayahku!" teriak Fabio dengan suara gemetar.

Landon mulai paham dan memandang Fabio dengan perspektif baru. Tak disangka, dibalik perawakannya yang kejam tersimpan hati yang rapuh dan tersakiti.

"Aku turut menyesal, Fabio" kata Landon akhirnya.

"Aah..., lupakan itu" Fabio mengebaskan tangannya.

"Sekarang aku punya sebuah permintaan, bolehkah?"

"Apa itu, Fabio?" sela Landon "kuharap kau tidak minta kunci sel ini"

Fabio tertawa terbahak-bahak, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Bisa saja kau bergurau, kawan" katanya berusaha menahan geli."Tolong hubungi saudara kembarku yang ada di Roma. Dia seorang pengusaha sukses.Aku ingin bertemu dengannya untuk yang terakhir"

Landon mengangguk, "Akan kuusahakan, Fabio" janjinya "semoga ia tidak datang terlambat"

"Terimakasih, Mr.Tayler" ucap Fabio tulus yang membuat Landon terhenyak.

Bagaimanapun, Landon adalah pria yang selalu menepati janjinya. Ia segera menghubungi saudara kembarnya, seorang pengusaha properti yang sukses. Suara diujung telpon terdengar terkejut, dan ia berjanji akan mengejar penerbangan terakhir malam ini agar bisa sampai di New Orleans  keesokan paginya. 

Persis seperti jam yang dijanjikan Raphael Joaquin muncul di penjara.

"Terimakasih sudah menghubungi saya, Mr. Tayler" kata Raphael dengan ramah.

Raphael mengulurkan tangannya pada Landon yang menyambutnya dengan terkejut. Bagaimana tidak keduanya tidak ada perbedaan, meski Raphael wajahnya tidak ditumbuhi brewok, dan ada bekas luka. 'Untung ia berbisnis di Roma, kalau tidak kami bisa salah tangkap'...

Landon pun membawa Raphael ke sel Fabio dan menyaksikan bagaimana dua saudara kembar terisak-isak, menangisi pertemuan mereka yang pertama dalam dua puluh tahun terakhir ini. Tanpa sadar Landon ikut terharu dan matanya berkaca-kaca.

Sejam kemudian Raphael kembali dengan wajah sedih dan Landon mengajaknya minum kopi.

"Terimakasih sudah mengajakku ke sini, Mr. Tyler. Aku memang sedang butuh ketenangan"

"Sama-sama, Mr.Joaquin" sahut Landon lembut. "Aku turut menyesal atas saudara Anda. Kemarin dia ceritakan betapa pahitnya masa kecil kalian dulu"

"Oh ya" sahut Raphael, " boleh dibilang kami memang tak beruntung mendapatkan seorang ayah yang kejam. Karena itu, saat ayah kami meninggal sepuluh tahun lalu -- saat kami lulus dari sekolah menengah atas -- aku berjanji pada diriku sendiri: aku takkan menjadi orang seperti ayah"

Ia menghela nafas dan memandang jauh. "Karena itu, saat bertemu Fabio tadi, aku tidak bisa menyembunyikan kesedihanku. Aku... sangat menyayangkan, mengapa Fabio memilih untuk menjadi seperti Ayah".

Saat pesanan mereka datang, baik Raphael maupun Landon menikmatinya dalam diam. Dua orang yang berwajah sama -- Raphael dan Fabio -- dibesarkan dalam keluarga yang sama, juga menempuh pendidikan yang sama, namun menganggapi kehidupan dengan cara yang sangat berbeda...[]

Anda selalu bisa menentukan sikap terhadap kehidupan. Baik menjadi korban keadaan maupun pemenang, pilihan ada di tangan Anda

Dari buku

A CHAPTER OF KINDNESS

ANAK YANG TIDAK DAPAT MEMBACA


 Namanya Rommel,siswa Sekolah Dasar Mildred Green, Washington.

Baru kusadari kalau anak itu tidak bisa membaca sejak hari pertama belajar.

"Aku anak terbelakang", katanya dengan suara datar saat kami ngobrol di kantin.Dia katakan tak suka Olah raga dan musik.Tapi dia suka menggambar.Ditunjukkannya buku kumpulan gambar dengan gaya animasi.Digambarnya para tokoh superhero Jepang yang tinggi, kekar dengan gaya rambut eksentrik sedang menembakkan bola api.

Aku kagum pada gambar yang dibuat Rommel,tapi bingung menanganinya.Anak ini seharusnya tidak berada di kelas empat,walaupun begitu,dia bukan anak yang bodoh.Saat aku mengajar matematika,dia dengan mudah bisa memahaminya.Jadi, mengapa Rommel tidak belajar membaca.

Suatu saat aku menyusun rencana mengajar membaca dengan cara 'acak kata'.

Dengan mempersiapkan sebuah kata secara acak,aku membacakan sebuah cerita dan dia memasukkan kata yg tepat itu saat aku menghentikan bacaan.Kalau benar aku lanjutkan bacaan,kalau salah lengannya kucubit dengan pelan.

Tetapi sampai beberapa minggu berlalu, Rommel tetap tidak bisa membaca,justru dia terlibat perkelahian dan diskors.

Seminggu kemudian,dia datang bersama ibunya menghadap aku bersama Wakil Kepala Sekolah, Florine Bruton.Kami bergantian menasihatinya.

Sambil menangis, ibunya berkata "Dengarkan nasihat gurumu Rommel.Kamu pasti akan dapat belajar membaca.Dengarkan pak Curie.Dia akan mengajarmu".

Aku tak mau mengatakan pada ibunya Rommel bahwa yang jadi masalah adalah anaknya.Tetapi kami.Para guru, yang seharusnya mengajari Rommel membaca.Pegawai administrasi, yang meloloskannya untuk terus naik kelas.Kami semua yang telah gagal mendidik anak kecil,kurus yang menunduk dengan perasaan malu.

Malam itu aku membuat keputusan : Mengajar Rommel membaca!

Bu Bruton mendukung ideku tersebut dengan menyediakan sebuah ruang kecil untuk latihan Band.Bersama Rommel,aku akan menghabiskan waktu sembilan jam seminggu.Aku dibebaskan mengajar murid lain selama menangani Rommel.


4 September 2001

Aku dan Rommel pertama kalinya di kelas kecil kami."Selamat datang di proyek Membaca Douglass" ujarku.Kunamakan petualangan kami sesuai dengan nama Frederick Douglass seorang penulis dan negarawan yang masa kecilnya seperti Rommel.

"Mari kita mulai",ujarku sambil mengeluarkan buku fonologi.

Tiap minggu kami mempelajari satu vokal dan satu konsonan.Rommel  menciptakan cara menghafal sendiri.Untuk setiap suara baru,dia ciptakan satu tokoh.Alex si Apple Axeman,Iggy si Iguana Idiot,Oscar si Octopus.

Rommel juga melukis gambar kartun semua tokoh dengan bagus,memenuhi dinding kelas kami.Jika dia lupa bunyinya,dia melihat ke dinding.Dengan perlahan,dia belajar menyatukan suara-suara ini menjadi kata-kata.

Beberapa minggu kemudian,aku dan Rommel datang ke ruangan Bu Bruton, yang dipenuhi para murid."Anak-anak,coba diam sebentar"katanya.

Rommel duduk disebelahnya.Dia berdeham,lalu membuka 'The Foot Book' karangan Dr.Seuss.Layaknya seorang menteri yang serius dia mulai membaca  :"Left foot,left foot Right foot, right Feet in the morning Feet at night"

Usai membaca,Bu Bruton memeluknya "Aku sangat bangga padamu", katanya.

Rommel bersikap seakan-akan hal itu bukan sesuatu yang istimewa.Tetapi kemudian bu Bruton berkata "Aku akan menelepon ibunya dan menceritakannya". Rommel tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya lagi.

Seiring dengan mendekatnya musim liburan, Rommel belajar membaca dengan kecepatan yang mencengangkan,dan dia menyerap semua itu seperti spons kering.Namun,ditengah kehebohan pelajaran membaca ini,aku lupa kembarannya yang sama pentingnya : menulis!.

Kuberi Rommel sebuah buku catatan dan kami akan memulai setiap sesi dengan menulis di buku catatan tersebut.

"Aku suka pasta" adalah bunyi kalimat pertama yang berhasil dikarangnya.

Usai liburan musim semi, dengan bangga ia katakan sudah membaca "Harry Potter & Prisoner of Azkaban"

Saat kuminta menulis tentang buku itu di buku catatannya,ia tulis "Di bab 2,Harry memutuskan kabur dari rumah.Dia memilih kabur karena dia menggelembungkan Bibi Marge.....Menurutku dia membuat pilihan yang tepat karena jika dia tetap tinggal di rumah,dia akan menghadapi kesulitan".


Untuk waktu yang lama,dulu,aku percaya kata-kata yang beredar di sekolah -- bahwa Rommel tidak akan pernah bisa membaca.Tetapi, yang tidak disadari oleh semua orang adalah betapa besarnya keinginan anak ini untuk membaca.

Bukan Rommel yang tidak dapat belajar.Hanya saja kami tidak pernah mengajarinya.


Dari buku

EVERYDAY GREATNESS

Rabu, 01 Desember 2021

SETIAP ANAK ADALAH SPESIAL

Apa yang kita lihat, kita rasakan. Dan apa yang tidak kita lihat tidak kita rasakan. Tapi kadang-kadang apa yang kita lihat, sebenarnya tidak ada. Dan...Apa yang tidak kita lihat sebenarnya ada

Tahun kedua mengulang kelas tiga, oleh orang tuanya Ishaan dipindahkan ke sekolah berasrama dengan harapan akan mendapat perubahan. Karena kalau terus melanjutkan ada kemungkinan dia tidak naik lagi dan dikeluarkan.

Rupanya perilaku anehnya tidak berubah di sekolah barunya. Tidak memperhatikan saat guru mengajar, membaca dan menulis seperti sebuah hukuman, buku seperti menjadi musuhnya sehingga sering kena hukuman.

Kedatangan guru kesenian pengganti yang teatrikal tetap tidak membuat dia tertarik.

Namun, pak Nikhumb, guru tadi punya perhatian kepadanya. 

Buku catatan dan tugas Ishaan diperiksa.

Ternyata ada hal yang aneh pada tulisannya. Tak sampai disitu, Nikhumb bahkan datang kerumahnya untuk melihat dan bertanya tentang Ishaan.

Dan diketahuilah bahwa anak itu mengalami disleksia, suatu kelainan dimana tidak bisa membaca dan menulis karena huruf yang sering tertukar. Namun dibalik itu, rupanya Ishaan punya bakat besar dalam melukis.

Segera Nikhumb menghadap kepala sekolahnya untuk memohon menangani kasus Ishaan. Awalnya kepala sekolah ragu, tapi kemudian meluluskan permintaannya.

Saat memasuki kelas Ishaan Nikhumb bercerita tentang Disleksia.

"Ada seorang bocah laki-laki kecil, jangan tanya itu dimana, yang tidak bisa membaca dan menulis. Meski sulit dia tetap mencoba dan tidak putus asa. Belajar baginya adalah hal yang melelahkan. Semua orang menertawakannya dan menganggap bodoh. Namun kelak bocah ini menjadi terkenal dengan teori Relativitasnya. Tebak siapa dia?"

"Albert Einstein..!" serentak seluruh siswa menjawab saat Nikhumb menunjukkan foto seorang tokoh yang mengalami disleksia.

Ishaan kaget dan menatap ke gurunya. Lalu disebutkan tokoh-tokoh dunia yang pernah mengalami disleksia, seperti Leonardo da Vinci, Thomas Alva Edison, Agatha Christie, Walt Disney dan yang lain.

Saat kelas sepi, Ishaan dipanggil oleh gurunya.

"Tahukah kau Ishaan, di kelas ini juga ada penderita Disleksia yang nantinya jadi orang besar?" Tanya Nikhumb.

Ishaan menggeleng

"Orang itu adalah Ram Shankar Nikhumb" sambil menunjuk dirinya.

Dari sinilah Ishaan bangkit. Dengan cara yang menarik sang guru mengajarinya belajar membaca, menulis dan berhitung yang kemudian dikuasainya. Demikian juga kemampuannya dalam melukis makin terasah. Tarikan garis yang mantap, komposisi warna yang serasi dan obyek yang menarik.

Dan... puncaknya adalah menjelang akhir tahun pelajaran.

Sekolah mengadakan festival melukis untuk guru dan murid dengan juri dari pihak luar. 

"Murid yang mengalahkan gurunya" demikian keputusan Juri dan mengundang Ishaan untuk kedepan menerima penghargaan atas kejuaraan itu.

Kebahagiaan orang tua Ishaan adalah saat menjemputnya menjelang libur panjang setelah bertemu dengan kepala sekolah yang melaporkan kemajuan putranya dalam belajar. Dan, kali ini buku tahunan yang diterbitkan menggunakan sampul lukisan Ishaan dan Nikhumb.


"Diluar sana, ada sebuah persaingan dunia, yang tidak kenal ampun, dimana setiap orang ingin menjadi juara dan pangkat tertinggi. Setiap orang menginginkan nilai tinggi. Ilmu kedokteran, insinyur, manager... apapun yang tidak bisa ditolerir.95,5 ; 95,6; 95,7 persen. Kurang dari itu memalukan. Cobalah pikir... setiap anak mempunyai kemampuan dan mimpi-mimpi yang unik"

Dari film

 "Taare Zameen Par"



ADA YANG LEBIH HEBAT

 “π‘Ίπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ-π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ π’Žπ’‚π’π’–π’”π’Šπ’‚ 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 π’šπ’‚π’π’ˆ π’‘π’‚π’π’Šπ’π’ˆ π’ƒπ’†π’“π’Žπ’‚π’π’‡π’‚π’‚π’• π’ƒπ’‚π’ˆπ’Š π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’.”  (Hadits Riway...