Kamis, 24 November 2022

Edisi menyambut Hari Guru Nasional SURAT CINTA DARI PUTRI


  


Namanya Putri, seorang anak perempuan berambut panjang yang selalu dikuncir satu di belakang, berkulit sawo matang, serta bermata bulat, tegas, namun sendu. Tidak pernah tersenyum dan cenderung kaku. Putri tidak pernah berkata-kata, selalu menghindar saat bertemu denganku. Diapun tidak pernah menatapku balik ketika aku menatapnya, tidak pernah menjawab ketika kutanya.

Jika dia melihatku berjalan kearahnya, ia memilih jalan lain. Dia selalu berusaha untuk tidak terlihat terlebih-lebih olehku. Tapi selalu kutunggu surat-surat cintanya yang dia titipkan di akhir jam sekolah. 

Aku mengetahui bahwa Putri adalah anak yang sangat cemerlang, baik hati, namun sangat pemalu, saat aku mulai menjadi wali kelasnya saat kelas V. Semakin hari aku jadi semakin tertarik oleh sosok anak ini. Aku sempat berpikir bahwa Putri bersama dua sahabatnya adalah anak yang biasa-biasa saja. 

Karena penasaran, aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah mereka. Jarak rumah mereka ke sekolah sekitar satu kilometer dan kutempuh dengan berjalan kaki. Medan yang dilewati sangat tidak mudah. Namun, rasa lelah segera terbayar oleh pemandangan yang elok dan sambutan yang hangat bersahabat dari Putri serta beberapa teman sekelasnya yang juga tinggal di dusun itu.


Tujuanku adalah ingin mengenal keluarga Putri dan dua sahabatnya yang membuatku penasaran. Seperti sebuah anomali, dusun mereka bukanlah termasuk pedalaman, ada listrik dan sinyal yang memadai untuk dusun yang didiami oleh tidak lebih dari 17 kepala keluarga ini, namun hampir semua keluarga yang tinggal di situ sangat pemalu dan pasif. Rupanya hal inilah yang mempengaruhi tabiat Putri dan beberapa temannya.

Putri adalah seorang anak yang bisa menarik perhatianku untuk terus memperhatikannya walaupun dia tidak berusaha untuk mencari perhatianku sama sekali. Sorot mata berbinar yang kucoba curi-curi pandang saat kami bertemu, membuatku ingin sekali mengajaknya berbincang berdua, untuk mengingatkannya bahwa menjadi pemalu itu tak ada gunanya. Namun aku tahu hal itu akan sia-sia. Setiap hari, aku mencari cara untuk membuat rasa percaya diri Putri tumbuh. Aku mencoba berbagai cara pendekatan seperti mengajak bermain dan membagi anak-anak ke dalam tim yang menitikberatkan pada persamaan daripada perbedaan. Mengajak anak-anak bernyanyi dan bermain drama, di mana Putri kutempatkan dalam tim yang berbeda dari sahabat karibnya.


Waktu berlalu, tugasku tinggal tiga bulan lagi bersama mereka. Namun aku yakin, dalam diamnya dia selalu memanjatkan doa untukku.

Dan itu terbukti...

Kembali sepucuk 'surat cinta' dia selipkan saat bersalaman pulang. Doa inilah yang selalu membuatku terharu sampai menangis, bahkan meski kubaca berkali-kali 

 

𝑰𝒃𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒊𝒏𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒊𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒚𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒂𝒈𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂

𝑨𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒏𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊. 𝑺𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒖𝒕𝒓𝒊 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒏𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒔𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒊𝒃𝒖 𝒑𝒖𝒏 𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒏𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒉 𝒊𝒃𝒖 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒂𝒓𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒆𝒄𝒂𝒏𝒕𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊𝒔 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒌𝒂 𝒑𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒈𝒖𝒓𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒂𝒓𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒏𝒚𝒖𝒎𝒂𝒏 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒎𝒊

𝒀𝒂 𝒂𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒎𝒂𝒖 𝒋𝒂𝒖𝒉-𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒂𝒄𝒆𝒉 𝒌𝒆 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊


𝑷𝒖𝒕𝒓𝒊-𝑳𝒐𝒗𝒆- 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂


𝑮𝒖𝒓𝒖𝒌𝒖 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒊𝒃𝒖

𝑺𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈

𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖


Aku pernah berpikir bahwa aku telah gagal sebagai seorang guru. Nyatanya, aku guru yang paling berbahagia saat ini. Guru yang yakin memiliki anak yang sangat tulus dan akan sukses di masa depan. Aku yakin mereka akan bertumbuh menjadi anak-anak yang baik, tidak terkecuali Putri. Aku tidak bisa memaksa dia untuk tampil dan terlihat. Mungkin saat ini dia perlu waktu untuk tetap menjadi anak yang santun dan rendah hati. Anak yang cemerlang walaupun tidak terlihat. Anak yang darinya aku belajar bahwa "untuk diakui orang lain, kita tidak perlu terlalu terlihat; cukup tunjukkan kemampuan dan kerendahan hati, maka orang lain akan menemukanmu dan mengakuimu". Untuk hal inilah Putri menjadi salah seorang yang spesial di hatiku. Untuk sebuah penghargaan betapa aku dicintai dan disayangi sebagai seorang guru. Untuk sebuah semangat yang mendorongku untuk terus bekerja maksimal. Untuk sebuah keputusan yang tidak akan pernah kusesali. Untuk sebuah masa depan yang akan kujalani dengan penuh percaya diri. Untuk sebuah kalimat yang dengan bangga kukatakan di hadapan orang-orang nanti bahwa "aku bangga menjadi GURU". Hanya karena sebuah surat cinta dari muridku yang luar biasa. Terima kasih, anak-anak. Terima kasih, Putri.


Teruslah panjatkan doa untuk Ibu. Karena sejauh apa pun jarak kita, doa akan tetap sampai.[]


(Diceritakan oleh Raudatul Akmal, Pengajar Muda di SDN 25 Inp.Apoang,Majene, Sulawesi Barat dalam buku "Merajut Mimpi di Sudut Negeri")

NURMI, MENDIDIK DENGAN HATI


Kebutuhan biaya untuk pengobatan sang adik membuat Nurmi 'mencukupkan' kuliahnya sampai semester 7 Universitas Muhammadiyah Makassar.

Minat wanita itu terhadap pendidikan lalu mengantarkannya ke dusun Tatibajo, Majene, Sulawesi barat untuk mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar sukarela.

Sedikit pun tak ada keraguan dalam diri Nurmi saat ia mengajukan diri sebagai tenaga pengajar. Asluddin, kepala sekolah saat itu, sudah mengingatkan ihwal ketiadaan honorarium bagi tenaga pengajar tambahan (sukarela). Namun, perempuan, ini mantap dengan tekadnya untuk mengajar.


"Sewaktu saya menyampaikan niat ingin mengajar di sekolah, Bapak Kepala Sekolah bilang tidak ada honor yang bisa dibayarkan. Saya katakan bahwa hal itu tidak jadi soal karena memang niat saya ikhlas untuk memberi," kata perempuan gigih ini.


Suatu ketika, secara tak terduga Nurmi menerima "honor" yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 20 ribu. Masih jelas dalam ingatannya mengenai pemberian honor tersebut.


"Honor itu merupakan sumbangan warga. Mereka merasa saya pantas menerimanya karena bersedia hadir dan mengajar anak-anak," jelas Nurmi.

Untuk menuju sekolah tempat ia mengajar, Nurmi harus berjalan kaki. Selain menelusuri jalan setapak, ia mesti tiga-empat kali menyeberangi sungai. Jika debit aliran sungai meningkat drastis ia terpaksa absen mengajar.


"Suatu ketika air sungai mengalir sangat deras sehingga tidak bisa diseberangi. Saya hanya bisa melambaikan tangan kepada anak-anak yang sudah menanti di sisi lain sungai. Akhirnya, mereka saya suruh pulang saja," kenang Nurmi.

Berawal dari proses belajar mengajar di surau dan kolong rumah warga, dengan siswa sejumlah tidak sampai 30 orang, tempat belajar itu lalu berkembang menjadi SDN 27 Titibajo.

Untuk mengasah kemampuannya mengajar, usai menyelesaikan D2 PGSD Universitas Terbuka, Nurmi melanjutkan studinya ke program S1.


Adalah sebuah anomali ketika Nurmi yang masih berstatus guru honorer (sejak 2004) memiliki jam terbang pelatihan yang hampir sama dengan guru PNS di lingkungannya, mulai pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Pelatihan kurikulum 2013 sampai  Kursus Mahir Dasar Pramuka. Nurmi mengungkapkan bahwa tidak sedikit guru yang justru khawatir untuk mengikuti pelatihan, dengan alasan mereka khawatir kemampuan mengajar mereka dilihat oleh penguji ataupun oleh rekan guru lainnya.


"Banyak guru justru tidak ingin ikut pelatihan karena takut diuji. Kalau memang sudah jadi guru, kenapa mesti takut. Saya yang hanya berstatus honerer saja lebih antusias untuk ikut," ungkapnya.


Meskipun kesempatan meningkatkan kemampuan mengajar tentu akan lebih besar jika ia berada di kota karena ketersediaan akses dan fasilitas pengajaran yang lebih memadai, Nurmi tetap mengabdikan diri di desa. la mengakui bahwa kesanggupannya bertahan sebagai tenaga honorer adalah karena ia ingin dapat terus belajar.


"Mendidik itu memang tidak mudah. Sejauh ini, saya dapat bertahan karena keinginan untuk terus belajar. Yang lebih penting, saya merasa masih ada panggilan hati untuk terus memberi dengan jalan mengajar," ungkapnya.


Dengan keberadaan dua pasang anak dalam keluarganya, Nurmi terkadang berhadapan dengan situasi di mana urusan keluarga perlu diprioritaskan.


"Saya selalu berpikir, seandainya saya tidak hadir di sekolah, bagaimana nasib anak-anak. Tetapi, sering kali pula saya tidak bisa meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan keluarga dan sifatnya mendesak," kata Nurmi.


Menurut Nurmi, pendidikan saat ini dan di masa depan mestinya bisa terus membaik. la menegaskan bahwa para pendidik khususnya guru di sekolah wajib meningkatkan kemampuan mengajar. Menurutnya, seorang guru mestinya tidak hanya menjalankan tugas dengan mengajar di kelas. Lebih dari pada itu, guru harus bisa menjadi teman bagi murid-muridnya.


"Awali mendidik dengan hati, baru mau mengajar. Mulailah dengan niat ikhlas untuk memberi dan bermanfaat," pesan Nurmi.[]


(Dikisahkan oleh Hari Triwibowo, Pengajar Muda Dusun Tatibajo, Kabupaten Majene, Sulawesi barat dalam buku "Merajut Mimpi di Sudut Negeri)


Keterangan foto: Bu Guru Nurmi bersama murid-muridnya

Senin, 14 November 2022

DAUN-DAUN YANG GUGUR

Suatu saat, seorang biksu sedang bermeditasi di pondoknya di tengah hutan. Tiba-tiba turun hujan deras dan datang angin topan yang dahsyat.

Sang biksu segera sadar bahwa pondok jeraminya tak akan sanggup melindunginya. Jika sebuah pohon tumbang menimpa pondoknya, atau meskipun cuma sebuah dahan besar, pondoknya akan rata dengan tanah dan meremukkannya sampai mati. Dia tidak tidur sepanjang malam karena suasana yang mencekam.


Beberapa jam sebelum fajar menyingsing, secepat datangnya, begitu pula badai itu berlalu. Pada dini hari, sang biksu keluar dari pondoknya untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Banyak dahan besar dan dua pohon berukuran lumayan yang luput mengenai pondoknya. Dia merasa beruntung masih hidup. Apa yang tiba-tiba menarik perhatiannya, bukanlah pohon yang tumbang  dan dahan-dahan patah yang berserakan di mana-mana, tetapi dedaunan yang sekarang tersebar menyelimuti lantai hutan.


Seperti dugaannya, kebanyakan dedaunan yang berguguran adalah daun-daun yang berwarna cokelat tua dan kering seperti pada umumnya. Di antara dedaunan yang berwarna cokelat terdapat banyak daun yang kuning. Bahkan terdapat pula beberapa daun yang hijau. Dan daun-daun yang berwarna hijau itu masih segar dan cerah, sehingga sang biksu tahu bahwa dedaunan itu baru saja jatuh dari pucuknya. Pada saat itulah hati sang biksu memahami sifat kematian sebagaimana adanya.


Dia ingin menguji kebenaran dari pengetahuan yang baru saja dipahaminya, lalu dia mendongak ke arah dahan-dahan pohon itu. Cukup meyakinkan, hampir sebagian besar dedaunan yang tertinggal di pohonnya adalah dedaunan hijau yang sehat segar. Namun, meskipun banyak dedaunan muda yang gugur di atas tanah, ada sebagian daun berwarna cokelat tua  dan keriting yang tetap bertahan di dahannya. 

Sang biksu tersenyum


Ketika badai kematian datang menghempaskan keluarga kita, badai itu biasanya mengambil orang-orang yang sudah tua, dedaunan yang cokelat dan kering. Badai itu juga mengambil orang-

orang yang paruh baya, seperti daun-daun kuning di pohon. Kadang, anak-anak belia pun meninggal juga, seperti halnya dedaunan yang berwarna hijau.

Inilah sifat hakiki dari kematian dalam kehidupan kita, sebagaimana hakikat badai di sebuah hutan.


Tak seorang pun yang perlu disalahkan dan tak seorang pun yang harus merasa bersalah atas kematian seseorang. Inilah sifat alami dari segala sesuatu. Siapa yang bisa menyalahkan badai? Hal ini dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan mengapa kematian bisa menghampiri anak-anak, orang belia, atau orang yang sudah tua. Jawabnya sama dengan mengapa tidak hanya daun yang tua dan kering saja yang  berguguran dalam sebuah badai.[]


"𝙷𝚒𝚍𝚞𝚙 𝚍𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚝𝚒 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚜𝚊𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚗𝚐, 𝚐𝚊𝚛𝚒𝚜 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚍𝚒𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚜𝚒𝚜𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊."

(Lao Tzu)


Dari buku

"Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya"



Minggu, 06 November 2022

NILAI DIRI


"𝙳𝚒𝚛𝚒 𝚜𝚎𝚓𝚊𝚝𝚒𝚖𝚞 𝚖𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚎𝚖𝚋𝚞𝚗𝚢𝚒 𝚍𝚒 𝚜𝚞𝚊𝚝𝚞 𝚝𝚎𝚖𝚙𝚊𝚝, 𝚌𝚊𝚛𝚒𝚕𝚊𝚑 𝚍𝚒 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖, 𝚔𝚎𝚝𝚒𝚔𝚊 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚖𝚎𝚗𝚎𝚖𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚍𝚒𝚛𝚒𝚖𝚞, 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚍𝚊𝚙𝚊𝚝 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚋𝚊𝚜 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚊𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚒𝚗𝚐𝚒𝚗𝚔𝚊𝚗."

(Michael Bassey Johnson)


Saat bertemu dengan sebuah sungai yang lebar, sekelompok anak muda memutuskan untuk menyeberanginya. Sebelumnya, sang ketua kelompok mengumpulkan para anggotanya dan berkata, "Jumlah kita ada 10 orang. Aku harap semuanya selamat. Oleh sebab itu masing-masing harus menyeberang dengan hati-hati."


Para anggota mematuhi nasihat ketua mereka. Satu per satu menyeberangi sungai dengan sangat hati-hati. Mereka menggunakan cara sendiri-sendiri untuk menyelamatkan diri dari arus sungai yang deras yang di dalamnya terdapat batu-batu kali yang tajam. Tak lama kemudian, semua anggota kelompok sampai di seberang sungai. Sang ketua  lalu mengumpulkan anggotanya dan mulai menghitung, memastikan jumlah mereka masih utuh, yakni 10 orang.

Namun alangkah kaget ketika dia mendapati kelompok itu hanya ada 9 orang. "Salah satu dari kita telah lenyap," ujar sang ketua, membuat panik kelompok itu. Dengan wajah tegang, semua orang di kelompok itu mulai menghitung. Memang benar, mereka hanya ada 9 orang. "Mungkin dia terbawa arus sungai," duga sang ketua. "Ayo kita cari dia secepatnya," perintahnya kepada seluruh anak buahnya yang masih tersisa.


Semua orang pun sibuk mencari di sepanjang sisi sungai. Mereka berjalan dari ujung satu sampai ujung yang lain, mengamati setiap hal dengan teliti. Namun setelah sekian lama, tak seorangpun menemukan teman mereka yang hilang. Tak ada orang hanyut, tak ada jasad tersangkut, juga tak ada mayat mengambang. Dengan wajah putus asa merekapun kembali ke tempat semula. Sang ketua mulai menghitung lagi, dan mendapati jumlah mereka masih 9 orang.


Di tengah kebingungan dan kepanikan itu, seorang pemancing melihat mereka. "Aku lihat kalian sedang bingung. Apa yang terjadi dengan kalian?"


Sang ketua menjelaskan kejadian yang menimpa mereka kepada pemancing itu. "Sebelum menyeberang jumlah kami ada 10 orang" katanya. "Tapi kini tinggal 9. Kami sudah mencari sepanjang sungai tapi tak menemukan teman kami yang hilang itu."


Pemancing itu diam mengamati, memandang mereka satu per satu. Lalu tiba-tiba tertawa. "Jumlah kalian 10 orang ," ujarnya. "Jumlah kalian berkurang satu karena kalian tidak menghitung diri sendiri." 

Semua orang di kelompok itu pun terbengong-bengong.[]


𝐌𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐫𝐮𝐩𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐫𝐨𝐬𝐞𝐬 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐡𝐚𝐦𝐢 𝐤𝐞𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐝𝐚 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠. 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐧𝐚𝐥 𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐡𝐚𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐩𝐨𝐥𝐚 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧, 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧, 𝐝𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐧𝐝𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐧𝐠𝐚𝐫𝐮𝐡𝐢 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐬𝐞𝐭𝐢𝐚𝐩 𝐤𝐞𝐩𝐮𝐭𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐛𝐮𝐚𝐭.*


Dari buku

"NEVER GIVE UP"

LUPA

"𝙎𝙖𝙩𝙪-𝙨𝙖𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖 𝙘𝙖𝙧𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙪𝙣𝙟𝙪𝙠𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙗𝙖𝙝𝙬𝙖 𝘿𝙞𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙚𝙣𝙙𝙖𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙨𝙞𝙩𝙪𝙖𝙨𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙠𝙚𝙣𝙙𝙖𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣。"


Seorang murid mendapat ajaran dari guru spiritualnya bahwa "Tuhan ada dalam segala sesuatu".


Ketika berjalan di tepi hutan, ia mendengar kegaduhan. Orang-orang berlarian dan berteriak bahwa seekor gajah mengamuk, dan sedang menuju ke arah si murid.


Namun si murid tenang.


"Tuhan ada dalam segala sesuatu. Tuhan ada di dalam gajah. Tuhan ada di dalam diriku," batinnya, "Mana mungkin Tuhan bisa melukai Tuhan!"


Gajah makin mendekat. Di atasnya seorang penunggang berusaha mengendalikan, meski terlihat sia-sia. "Minggir...!, ayo minggir," teriak si penunggang.


Si murid tetap tenang.


Saat gajah hampir menubruk, tiba-tiba ia menyorongkan belalainya, mengibas ke tubuh si murid dan menjungkalkannya ke samping.


Malam hari ia menceritakan kejadian itu kepada gurunya, dan menyimpulkan, "Ajaran Guru keliru! Jika Tuhan ada dalam segala sesuatu, tentu Dia ada dalam diriku dan di dalam gajah. Jadi bagaimana mungkin Tuhan melukai Tuhan ? "


Sang guru dengan ringan menjawabnya, "Benar sekali, tapi mengapa kau tidak mendengar Tuhan yang ada pada si penunggang gajah, yang menyuruhmu menyingkir?"[]


𝚃𝚞𝚑𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚍𝚊 𝚍𝚎𝚔𝚊𝚝 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚕𝚒 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚍𝚒𝚛𝚒𝚖𝚞. 𝚃𝚊𝚙𝚒 𝚕𝚊 𝚜𝚎𝚗𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚎𝚔𝚊𝚕𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚖𝚊𝚒𝚗 𝚙𝚎𝚝𝚊𝚔 𝚞𝚖𝚙𝚎𝚝, 𝚍𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚕𝚊 𝙼𝚊𝚑𝚊 𝙻𝚞𝚊𝚛 𝙱𝚒𝚊𝚜𝚊, 𝚕𝚊 𝚕𝚎𝚋𝚒𝚑 𝚜𝚞𝚕𝚒𝚝 𝚍𝚒𝚝𝚎𝚖𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚑𝚊𝚕-𝚑𝚊𝚕 𝚋𝚒𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚎𝚌𝚊𝚛𝚊 𝚝𝚎𝚕𝚊𝚗𝚓𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚊𝚝𝚊 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚜𝚊𝚔𝚜𝚒𝚔𝚊𝚗!



Dari buku

MEMBUKA MATA

288 Percikan Motivasi & Renungan Inspiratif

𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗞𝗨𝗧❟ 𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗡𝗬𝗘𝗦𝗔𝗟


Ada seorang anak muda yang ingin meninggalkan kampung halamannya untuk pergi ke kotam engadu nasib.Sebelum berangkat, beliau berkunjung ke kediaman seorang Guru Zen di desa itu. Setibanya di tempat tinggal Guru Zen tersebut, sang guru terlihat sedang latihan menulis. Beliau menggunakan sebatang pena bambu untuk menulis di lantai. Ketika mendengar permintaan pemuda itu akan nasihat darinya, beliau langsung menulis dua kata di atas lantai: "Jangan takut."


Lalu, Guru Zen itu berkata: "Saya mempunyai empat kata rahasia kehidupan. Hari ini saya berikan kepada kamu separuhnya. Itu sudah sangat memadai untuk dipakai setengah hayatmu." Lalu, Guru Zen pun meneruskan latihan menulisnya.


Merasa tidak diperhatikan, pemuda tersebut lalu meninggalkan tempat itu.


Tiga puluh tahun berlalu. Pemuda tadi sudah berhasil dan kebetulan sedang mengalami masalah dalam hidupnya. Beliau kemudian pergi untuk bertemu dengan Guru Zen itu lagi. Akan tetapi, ketika tiba di kediaman sang guru, ia mendapat kabar bahwa Guru Zen itu sudah meninggal dunia. Salah seorang murid Guru Zen tersebut memberikan sepucuk surat kepada pemuda itu.


"Surat ini khusus ditujukan untuk Anda," kata murid tersebut. Pemuda itu membuka suratnya dan di dalamnya tertulis dua kata: "Jangan Menyesal."


Pemuda itu merenungkan empat kata rahasia kehidupan "Jangan Takut, Jangan Menyesal". Pemuda itu baru menyadari bahwa sepanjang proses perjuangannya, ia tidak pernah keluar dari empat kata ini. Ia telah mempraktikkannya.[]


PESAN:

𝑫𝒊𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒌𝒆𝒃𝒆𝒓𝒂𝒏𝒊𝒂𝒏 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒓𝒊𝒆𝒓, 𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂, 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒎𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒆𝒑𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌. 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 𝒎𝒆𝒎𝒖𝒍𝒂𝒊 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒊𝒏𝒊. 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 𝒈𝒂𝒈𝒂𝒍 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒊𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒂𝒉 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏. 𝑵𝒊𝒌𝒎𝒂𝒕𝒊𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒈𝒂𝒍𝒂 𝒑𝒓𝒐𝒔𝒆𝒔 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒖𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒊, 𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒕𝒂𝒌𝒖𝒕 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒊𝒏𝒚𝒂. 𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒔𝒂𝒍𝒊 𝒑𝒓𝒐𝒔𝒆𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒃𝒊𝒂𝒔𝒂, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒃𝒆𝒓𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒌𝒊𝒕𝒊 𝒉𝒂𝒕𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂. 𝑫𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒂𝒍 𝒊𝒏𝒊, 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒊 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒊𝒏𝒊 𝒂𝒑𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒏𝒚𝒂. 𝑯𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒎𝒖𝒅𝒂𝒉.


Dari buku

"Simplify Your Life With Zen"

Senin, 24 Oktober 2022

PERBEDAAN HATI

 

Thich Quang Do, mengenakan pakaian cokelat pertapa Buddha Vietnam, menyambut hangat tamunya. Rezim komunis Vietnam beberapa kali memenjarakannya. la hanya dapat menerima telpon masuk.

"Engkau bahagia sekali," komentar jurnalis yang mewawancarainya.

"Mereka tidak dapat memenjarakan pikiranku. Aku mengatupkan mataku dan pikiranku terbang kemana pun aku menghendakinya."

"Mengapa engkau sedemikian peduli dengan rakyat?" 

Thich Quang Do hening sejenak untuk merangkai pikirannya.

"Aku seorang pertapa Buddha. Aku peduli dengan kebahagiaan rakyat Vietnam."

"Banyak pertapa bungkam. Engkau bersuara," tanggap jurnalis.

"Perbedaannya pada hati yang berbela rasa.Kebanyakan berpikir tentang kebahagiaan tubuhnya sendiri. Mereka jarang berpikir tentang kebahagiaan dan penderitaan sesamanya."

"Agama Buddha memiliki tradisi bela rasa, hormat akan hak asasi manusia, dan kebebasan. Rezim komunis melucuti perasaan relijius dari pikiran rakyat. Mereka merampas Pagoda dan menjadikannya gudang beras dan pupuk, bahkan kandang ayam."

"Namun mereka gagal menghancurkannya," ujar jurnalis.

"Rezim tidak dapat melakukan segala yang disukainya, meskipun mengira dapat melakukannya."[]


"𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢? 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐚𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐝𝐞𝐫𝐡𝐚𝐧𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐰𝐚 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮 𝐩𝐚𝐥𝐢𝐧𝐠 𝐤𝐫𝐢𝐭𝐢𝐬 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐩𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚." 

(Craig D. Lounsbrough)


Dari buku

"JUST FOR YOU "

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “𝑺𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌-𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒎𝒂𝒏𝒇𝒂𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒈𝒊 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏.”  (Hadits Riway...