Namanya Putri, seorang anak perempuan berambut panjang yang selalu dikuncir satu di belakang, berkulit sawo matang, serta bermata bulat, tegas, namun sendu. Tidak pernah tersenyum dan cenderung kaku. Putri tidak pernah berkata-kata, selalu menghindar saat bertemu denganku. Diapun tidak pernah menatapku balik ketika aku menatapnya, tidak pernah menjawab ketika kutanya.
Jika dia melihatku berjalan kearahnya, ia memilih jalan lain. Dia selalu berusaha untuk tidak terlihat terlebih-lebih olehku. Tapi selalu kutunggu surat-surat cintanya yang dia titipkan di akhir jam sekolah.
Aku mengetahui bahwa Putri adalah anak yang sangat cemerlang, baik hati, namun sangat pemalu, saat aku mulai menjadi wali kelasnya saat kelas V. Semakin hari aku jadi semakin tertarik oleh sosok anak ini. Aku sempat berpikir bahwa Putri bersama dua sahabatnya adalah anak yang biasa-biasa saja.
Karena penasaran, aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah mereka. Jarak rumah mereka ke sekolah sekitar satu kilometer dan kutempuh dengan berjalan kaki. Medan yang dilewati sangat tidak mudah. Namun, rasa lelah segera terbayar oleh pemandangan yang elok dan sambutan yang hangat bersahabat dari Putri serta beberapa teman sekelasnya yang juga tinggal di dusun itu.
Tujuanku adalah ingin mengenal keluarga Putri dan dua sahabatnya yang membuatku penasaran. Seperti sebuah anomali, dusun mereka bukanlah termasuk pedalaman, ada listrik dan sinyal yang memadai untuk dusun yang didiami oleh tidak lebih dari 17 kepala keluarga ini, namun hampir semua keluarga yang tinggal di situ sangat pemalu dan pasif. Rupanya hal inilah yang mempengaruhi tabiat Putri dan beberapa temannya.
Putri adalah seorang anak yang bisa menarik perhatianku untuk terus memperhatikannya walaupun dia tidak berusaha untuk mencari perhatianku sama sekali. Sorot mata berbinar yang kucoba curi-curi pandang saat kami bertemu, membuatku ingin sekali mengajaknya berbincang berdua, untuk mengingatkannya bahwa menjadi pemalu itu tak ada gunanya. Namun aku tahu hal itu akan sia-sia. Setiap hari, aku mencari cara untuk membuat rasa percaya diri Putri tumbuh. Aku mencoba berbagai cara pendekatan seperti mengajak bermain dan membagi anak-anak ke dalam tim yang menitikberatkan pada persamaan daripada perbedaan. Mengajak anak-anak bernyanyi dan bermain drama, di mana Putri kutempatkan dalam tim yang berbeda dari sahabat karibnya.
Waktu berlalu, tugasku tinggal tiga bulan lagi bersama mereka. Namun aku yakin, dalam diamnya dia selalu memanjatkan doa untukku.
Dan itu terbukti...
Kembali sepucuk 'surat cinta' dia selipkan saat bersalaman pulang. Doa inilah yang selalu membuatku terharu sampai menangis, bahkan meski kubaca berkali-kali
𝑰𝒃𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒊𝒏𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒔𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒊𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒚𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒖 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒂𝒈𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒃𝒆𝒍𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂
𝑨𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒏𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊. 𝑺𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝑷𝒖𝒕𝒓𝒊 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒏𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒔𝒂 𝒊𝒏𝒊 𝒊𝒃𝒖 𝒑𝒖𝒏 𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒏𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒋𝒂𝒉 𝒊𝒃𝒖 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒂𝒓𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒌𝒆𝒄𝒂𝒏𝒕𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒂𝒉 𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒃𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊 𝒌𝒂𝒎𝒊𝒔 𝒏𝒂𝒏𝒕𝒊 𝒂𝒌𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝒅𝒊 𝒔𝒊𝒏𝒊 𝑲𝒂𝒎𝒊 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒌𝒂 𝒑𝒂𝒏 𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒈𝒖𝒓𝒖 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖𝒑𝒖𝒏 𝒊𝒃𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒎𝒂𝒓𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒏𝒚𝒖𝒎𝒂𝒏 𝒃𝒖𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒎𝒊
𝒀𝒂 𝒂𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂 𝒌𝒂𝒓𝒏𝒂 𝒔𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒎𝒂𝒖 𝒋𝒂𝒖𝒉-𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒂𝒄𝒆𝒉 𝒌𝒆 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒍𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒎𝒊 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒋𝒂𝒓 𝒌𝒂𝒎𝒊
𝑷𝒖𝒕𝒓𝒊-𝑳𝒐𝒗𝒆- 𝒊𝒃𝒖 𝑶𝒋𝒂
𝑮𝒖𝒓𝒖𝒌𝒖 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒊𝒃𝒖
𝑺𝒖𝒅𝒂𝒉 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈
𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖
Aku pernah berpikir bahwa aku telah gagal sebagai seorang guru. Nyatanya, aku guru yang paling berbahagia saat ini. Guru yang yakin memiliki anak yang sangat tulus dan akan sukses di masa depan. Aku yakin mereka akan bertumbuh menjadi anak-anak yang baik, tidak terkecuali Putri. Aku tidak bisa memaksa dia untuk tampil dan terlihat. Mungkin saat ini dia perlu waktu untuk tetap menjadi anak yang santun dan rendah hati. Anak yang cemerlang walaupun tidak terlihat. Anak yang darinya aku belajar bahwa "untuk diakui orang lain, kita tidak perlu terlalu terlihat; cukup tunjukkan kemampuan dan kerendahan hati, maka orang lain akan menemukanmu dan mengakuimu". Untuk hal inilah Putri menjadi salah seorang yang spesial di hatiku. Untuk sebuah penghargaan betapa aku dicintai dan disayangi sebagai seorang guru. Untuk sebuah semangat yang mendorongku untuk terus bekerja maksimal. Untuk sebuah keputusan yang tidak akan pernah kusesali. Untuk sebuah masa depan yang akan kujalani dengan penuh percaya diri. Untuk sebuah kalimat yang dengan bangga kukatakan di hadapan orang-orang nanti bahwa "aku bangga menjadi GURU". Hanya karena sebuah surat cinta dari muridku yang luar biasa. Terima kasih, anak-anak. Terima kasih, Putri.
Teruslah panjatkan doa untuk Ibu. Karena sejauh apa pun jarak kita, doa akan tetap sampai.[]
(Diceritakan oleh Raudatul Akmal, Pengajar Muda di SDN 25 Inp.Apoang,Majene, Sulawesi Barat dalam buku "Merajut Mimpi di Sudut Negeri")