Saya adalah seorang fisikawan teori dan guru SMA sebelum menjadi biksu, tidak terbiasa bekerja kasar. Setelah beberapa tahun, saya menjadi cukup terampil bertukang, bahkan saya menjuluki tim saya "BBC" (Buddhist Building Company).
Pada tahun 1983 dengan modal yang pas-pasan, kami para biksu membangun sebuah wihara.
Pada saat membangun tembok, saya pastikan setiap batu bata terpasang sempurna, tak peduli berapa lama jadinya. Akhirnya saya menyelesaikan tembok batu bata saya yang pertama dan berdiri dibaliknya untuk mengagumi hasil karya saya. Semua batu bata lain sudah lurus, tetapi terdapat dua batu bata yang tampak miring. Tentu saja dua bata tersebut merusak keindahan seluruh tembok.
Karena semen adukan sudah mengeras, saya bertanya kepada kepala wihara apakah saya boleh membongkar tembok itu dan memperbaiki letak dua bata tersebut. Namun Kepala wihara bilang tak perlu, biarkan saja temboknya seperti itu.
Kira-kira tiga bulan setelah saya membangun tembok itu, saya berjalan dengan seorang pengunjung dan dia melihatnya.
"Sebuah tembok yang indah," ia berkomentar dengan santainya.
"Pak" saya menjawab dengan terkejut, "Tidakkah Anda melihat dua batu bata miring yang merusak keseluruhan tembok itu?"
Apa yang ia ucapan selanjutnya telah mengubah keseluruhan pandangan saya terhadap tembok itu, berkenaan dengan diri saya sendiri dan banyak aspek lainnya dalam kehidupan. Dia berkata, "Ya, saya bisa melihat dua bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus."
Saya tertegun. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga bulan, saya mampu melihat batu bata-batu bata lainnya selain dua bata jelek itu. Di atas, di bawah, di kiri, dan di kanan dari dua batu bata jelek itu adalah batu bata-batu bata yang bagus, batu bata yang sempurna. Lebih dari itu, jumlah bata yang terpasang sempurna, jauh lebih banyak daripada dua bata jelek itu. Selama ini, mata saya hanya terpusat pada dua kesalahan yang telah saya perbuat; saya terbutakan dari hal-hal lainnya. Itulah sebabnya saya tak tahan melihat tembok itu, atau tak rela membiarkan orang lain melihatnya juga. Itulah sebabnya saya ingin membongkarnya. Sekarang, saya dapat melihat batu bata-batu bata yang bagus, tembok itu jadi tampak tak terlalu buruk lagi. Tembok itu menjadi, seperti yang dikatakan pengunjung itu, "Sebuah tembok yang indah." Tembok itu masih tetap berdiri sampai sekarang, setelah dua puluh tahun, namun saya sudah lupa persisnya di mana dua bata jelek itu berada. Saya benar-benar tak dapat melihat kesalahan itu lagi.
Kita semua memiliki "dua bata jelek", namun bata yang baik di dalam diri kita masing-masing, jauh lebih banyak daripada bata yang jelek. Begitu kita melihatnya, semua akan tampak tak terlalu buruk lagi. Bukan hanya kita bisa berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan-kesalahan kita.
Saya telah beberapa kali menceritakan anekdot ini. Pada suatu pertemuan, seorang tukang bangunan mendatangi dan memberi tahu saya tentang rahasia profesinya.
"Kami para tukang bangunan selalu membuat kesalahan," katanya, "tetapi kami bilang ke pelanggan kami bahwa itu adalah "ciri unik" yang tiada duanya di rumah-rumah tetangga. Lalu kami menagih biaya tambahan ribuan dolar!"
Jadi, "ciri unik" di rumah Anda, bisa jadi, awalnya adalah suatu kesalahan. Dengan cara yang sama, apa yang Anda kira sebagai kesalahan pada diri Anda, rekan Anda, atau hidup pada umumnya, dapat menjadi sebuah 'ciri unik' yang memperkaya hidup Anda di dunia ini, tatkala Anda tidak lagi terfokus padanya.[]
(Diceritakan oleh Peter Betts yang kemudian mengubah namanya menjadi Ajahn Brahm dalam buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya")
Tidak ada komentar:
Posting Komentar