"𝑲𝒆𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏𝒂𝒏 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒖𝒓𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒊𝒏𝒋𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒘𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒌𝒊. 𝑯𝒂𝒘𝒂 𝒏𝒂𝒇𝒔𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒖𝒓𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒂𝒏𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒍𝒆𝒕𝒂𝒌𝒌𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒕𝒊𝒏𝒈𝒈𝒊 𝒅𝒊 𝒂𝒕𝒂𝒔 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒍𝒂.”
Selain kedua mempelai, para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu tampak dari senyum, canda, dan keceriaan yang tak ada hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak-saudara dan kerabat orangtua kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahmi. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir, jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan dengan menu khusus, inilah saatnya melakukan perbaikan gizi.
Kalaupun ada yang sedih mungkin adalah seorang pria yang merasa kekasihnya direbut atau wanita yang tersingkirkan oleh hadirnya wanita lain di sisi pria yang dikasihinya.
Kalau ada lagi yang sedih adalah tukang pembawa piring kotor dan bekas makan yang imbalannya adalah makan gratis usai pesta dan uang yang tidak seberapa banyak.
Namun... rupanya ada lagi yang lebih sedih. Mereka memang tak terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Merekalah para pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta.
Bukan bayaran yang tidak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor atau jatah makan yang diberikan belakangan. Hal itu sudah mereka sadari sejak awal mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa para tamu yang hadir.
Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anak-anak mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap.
Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang berpakaian bagus di pesta itu tak mengikuti nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia karena tak semua bisa masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu.
Barangkali perlu dipertimbangkan oleh yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat "Mohon Doa Restu" dan "Selamat Menikmati" yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar "Terima Kasih untuk Tidak Mubazir."
Mungkinkah? []
“𝐊𝐞𝐜𝐞𝐫𝐝𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐧𝐚𝐟𝐬𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐧𝐝𝐚𝐥𝐢 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 (𝐥𝐨𝐠𝐢𝐤𝐚) 𝐬𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐞𝐛𝐢𝐣𝐚𝐤𝐬𝐚𝐧𝐚𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐧𝐚𝐟𝐬𝐮 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐧𝐝𝐚𝐥𝐢 𝐡𝐚𝐭𝐢 (𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚𝐚𝐧). 𝐒𝐞𝐢𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐧𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐡𝐚𝐥 𝐢𝐧𝐢 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐛 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐧𝐠-𝐦𝐚𝐬𝐢𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐫𝐮𝐩𝐚 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧.”
Dari buku
"BERGURU PADA KEHIDUPAN" Menuntun Anda untuk Hidup Bahagia dan Bermakna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar