Kamis, 02 Desember 2021

ANAK YANG TIDAK DAPAT MEMBACA


 Namanya Rommel,siswa Sekolah Dasar Mildred Green, Washington.

Baru kusadari kalau anak itu tidak bisa membaca sejak hari pertama belajar.

"Aku anak terbelakang", katanya dengan suara datar saat kami ngobrol di kantin.Dia katakan tak suka Olah raga dan musik.Tapi dia suka menggambar.Ditunjukkannya buku kumpulan gambar dengan gaya animasi.Digambarnya para tokoh superhero Jepang yang tinggi, kekar dengan gaya rambut eksentrik sedang menembakkan bola api.

Aku kagum pada gambar yang dibuat Rommel,tapi bingung menanganinya.Anak ini seharusnya tidak berada di kelas empat,walaupun begitu,dia bukan anak yang bodoh.Saat aku mengajar matematika,dia dengan mudah bisa memahaminya.Jadi, mengapa Rommel tidak belajar membaca.

Suatu saat aku menyusun rencana mengajar membaca dengan cara 'acak kata'.

Dengan mempersiapkan sebuah kata secara acak,aku membacakan sebuah cerita dan dia memasukkan kata yg tepat itu saat aku menghentikan bacaan.Kalau benar aku lanjutkan bacaan,kalau salah lengannya kucubit dengan pelan.

Tetapi sampai beberapa minggu berlalu, Rommel tetap tidak bisa membaca,justru dia terlibat perkelahian dan diskors.

Seminggu kemudian,dia datang bersama ibunya menghadap aku bersama Wakil Kepala Sekolah, Florine Bruton.Kami bergantian menasihatinya.

Sambil menangis, ibunya berkata "Dengarkan nasihat gurumu Rommel.Kamu pasti akan dapat belajar membaca.Dengarkan pak Curie.Dia akan mengajarmu".

Aku tak mau mengatakan pada ibunya Rommel bahwa yang jadi masalah adalah anaknya.Tetapi kami.Para guru, yang seharusnya mengajari Rommel membaca.Pegawai administrasi, yang meloloskannya untuk terus naik kelas.Kami semua yang telah gagal mendidik anak kecil,kurus yang menunduk dengan perasaan malu.

Malam itu aku membuat keputusan : Mengajar Rommel membaca!

Bu Bruton mendukung ideku tersebut dengan menyediakan sebuah ruang kecil untuk latihan Band.Bersama Rommel,aku akan menghabiskan waktu sembilan jam seminggu.Aku dibebaskan mengajar murid lain selama menangani Rommel.


4 September 2001

Aku dan Rommel pertama kalinya di kelas kecil kami."Selamat datang di proyek Membaca Douglass" ujarku.Kunamakan petualangan kami sesuai dengan nama Frederick Douglass seorang penulis dan negarawan yang masa kecilnya seperti Rommel.

"Mari kita mulai",ujarku sambil mengeluarkan buku fonologi.

Tiap minggu kami mempelajari satu vokal dan satu konsonan.Rommel  menciptakan cara menghafal sendiri.Untuk setiap suara baru,dia ciptakan satu tokoh.Alex si Apple Axeman,Iggy si Iguana Idiot,Oscar si Octopus.

Rommel juga melukis gambar kartun semua tokoh dengan bagus,memenuhi dinding kelas kami.Jika dia lupa bunyinya,dia melihat ke dinding.Dengan perlahan,dia belajar menyatukan suara-suara ini menjadi kata-kata.

Beberapa minggu kemudian,aku dan Rommel datang ke ruangan Bu Bruton, yang dipenuhi para murid."Anak-anak,coba diam sebentar"katanya.

Rommel duduk disebelahnya.Dia berdeham,lalu membuka 'The Foot Book' karangan Dr.Seuss.Layaknya seorang menteri yang serius dia mulai membaca  :"Left foot,left foot Right foot, right Feet in the morning Feet at night"

Usai membaca,Bu Bruton memeluknya "Aku sangat bangga padamu", katanya.

Rommel bersikap seakan-akan hal itu bukan sesuatu yang istimewa.Tetapi kemudian bu Bruton berkata "Aku akan menelepon ibunya dan menceritakannya". Rommel tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya lagi.

Seiring dengan mendekatnya musim liburan, Rommel belajar membaca dengan kecepatan yang mencengangkan,dan dia menyerap semua itu seperti spons kering.Namun,ditengah kehebohan pelajaran membaca ini,aku lupa kembarannya yang sama pentingnya : menulis!.

Kuberi Rommel sebuah buku catatan dan kami akan memulai setiap sesi dengan menulis di buku catatan tersebut.

"Aku suka pasta" adalah bunyi kalimat pertama yang berhasil dikarangnya.

Usai liburan musim semi, dengan bangga ia katakan sudah membaca "Harry Potter & Prisoner of Azkaban"

Saat kuminta menulis tentang buku itu di buku catatannya,ia tulis "Di bab 2,Harry memutuskan kabur dari rumah.Dia memilih kabur karena dia menggelembungkan Bibi Marge.....Menurutku dia membuat pilihan yang tepat karena jika dia tetap tinggal di rumah,dia akan menghadapi kesulitan".


Untuk waktu yang lama,dulu,aku percaya kata-kata yang beredar di sekolah -- bahwa Rommel tidak akan pernah bisa membaca.Tetapi, yang tidak disadari oleh semua orang adalah betapa besarnya keinginan anak ini untuk membaca.

Bukan Rommel yang tidak dapat belajar.Hanya saja kami tidak pernah mengajarinya.


Dari buku

EVERYDAY GREATNESS

Rabu, 01 Desember 2021

SETIAP ANAK ADALAH SPESIAL

Apa yang kita lihat, kita rasakan. Dan apa yang tidak kita lihat tidak kita rasakan. Tapi kadang-kadang apa yang kita lihat, sebenarnya tidak ada. Dan...Apa yang tidak kita lihat sebenarnya ada

Tahun kedua mengulang kelas tiga, oleh orang tuanya Ishaan dipindahkan ke sekolah berasrama dengan harapan akan mendapat perubahan. Karena kalau terus melanjutkan ada kemungkinan dia tidak naik lagi dan dikeluarkan.

Rupanya perilaku anehnya tidak berubah di sekolah barunya. Tidak memperhatikan saat guru mengajar, membaca dan menulis seperti sebuah hukuman, buku seperti menjadi musuhnya sehingga sering kena hukuman.

Kedatangan guru kesenian pengganti yang teatrikal tetap tidak membuat dia tertarik.

Namun, pak Nikhumb, guru tadi punya perhatian kepadanya. 

Buku catatan dan tugas Ishaan diperiksa.

Ternyata ada hal yang aneh pada tulisannya. Tak sampai disitu, Nikhumb bahkan datang kerumahnya untuk melihat dan bertanya tentang Ishaan.

Dan diketahuilah bahwa anak itu mengalami disleksia, suatu kelainan dimana tidak bisa membaca dan menulis karena huruf yang sering tertukar. Namun dibalik itu, rupanya Ishaan punya bakat besar dalam melukis.

Segera Nikhumb menghadap kepala sekolahnya untuk memohon menangani kasus Ishaan. Awalnya kepala sekolah ragu, tapi kemudian meluluskan permintaannya.

Saat memasuki kelas Ishaan Nikhumb bercerita tentang Disleksia.

"Ada seorang bocah laki-laki kecil, jangan tanya itu dimana, yang tidak bisa membaca dan menulis. Meski sulit dia tetap mencoba dan tidak putus asa. Belajar baginya adalah hal yang melelahkan. Semua orang menertawakannya dan menganggap bodoh. Namun kelak bocah ini menjadi terkenal dengan teori Relativitasnya. Tebak siapa dia?"

"Albert Einstein..!" serentak seluruh siswa menjawab saat Nikhumb menunjukkan foto seorang tokoh yang mengalami disleksia.

Ishaan kaget dan menatap ke gurunya. Lalu disebutkan tokoh-tokoh dunia yang pernah mengalami disleksia, seperti Leonardo da Vinci, Thomas Alva Edison, Agatha Christie, Walt Disney dan yang lain.

Saat kelas sepi, Ishaan dipanggil oleh gurunya.

"Tahukah kau Ishaan, di kelas ini juga ada penderita Disleksia yang nantinya jadi orang besar?" Tanya Nikhumb.

Ishaan menggeleng

"Orang itu adalah Ram Shankar Nikhumb" sambil menunjuk dirinya.

Dari sinilah Ishaan bangkit. Dengan cara yang menarik sang guru mengajarinya belajar membaca, menulis dan berhitung yang kemudian dikuasainya. Demikian juga kemampuannya dalam melukis makin terasah. Tarikan garis yang mantap, komposisi warna yang serasi dan obyek yang menarik.

Dan... puncaknya adalah menjelang akhir tahun pelajaran.

Sekolah mengadakan festival melukis untuk guru dan murid dengan juri dari pihak luar. 

"Murid yang mengalahkan gurunya" demikian keputusan Juri dan mengundang Ishaan untuk kedepan menerima penghargaan atas kejuaraan itu.

Kebahagiaan orang tua Ishaan adalah saat menjemputnya menjelang libur panjang setelah bertemu dengan kepala sekolah yang melaporkan kemajuan putranya dalam belajar. Dan, kali ini buku tahunan yang diterbitkan menggunakan sampul lukisan Ishaan dan Nikhumb.


"Diluar sana, ada sebuah persaingan dunia, yang tidak kenal ampun, dimana setiap orang ingin menjadi juara dan pangkat tertinggi. Setiap orang menginginkan nilai tinggi. Ilmu kedokteran, insinyur, manager... apapun yang tidak bisa ditolerir.95,5 ; 95,6; 95,7 persen. Kurang dari itu memalukan. Cobalah pikir... setiap anak mempunyai kemampuan dan mimpi-mimpi yang unik"

Dari film

 "Taare Zameen Par"



Selasa, 30 November 2021

BEKAS GARIS DIATAS PAPAN KAYU


Suatu hari ,Guru Zen membagikan sebilah papan dan sebuah pisau yang tajam kepada setiap muridnya.

Mereka masing-masing disuruh membuat sebuah garis diatas papan. Setelah itu, guru Zen mengambil papan itu dan menyimpannya kembali.

Keesokan harinya, para murid diminta melakukan hal yang sama pada bekas garis sebelumnya. Begitu seterusnya sampai beberapa hari.

Pada hari ke-11, semua murid masih melakukan hal yang sama. Tetapi salah seorang diantara mereka terkejut ketika kayu itu tiba-tiba terbelah menjadi dua bagian.

Guru Zen kemudian berkata "Kalian tentu tak menduga bahwa hanya dengan menggores, tetapi jika dilakukan terus menerus, kalian dapat membelah papan kayu ini?Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kekuatan yang kalian miliki, tetapi seberapa gigih perjuangan kalian"

Kegigihan adalah salah satu dasar untuk meraih keberhasilan dan pembeda paling nyata antara pemenang dan pecundang. Para pemenang akan berusaha terus memperbaiki diri dan strategi untuk mencapai keberhasilan, sebaliknya pecundang akan cepat menyerah saat menghadapi tantangan.


"Prestasi terkait erat dengan tindakan.Orang-orang yang sukses akan terus berupaya.Mereka melakukan kesalahan, tetapi mereka tidak pernah menyerah"

(Conrad Hilton)


Dari buku

Unleash your Inner Power with Zen

KEBAIKAN ITU AKAN KEMBALI LAGI

Bersama Nenek,kami pergi ke supermarket terdekat saat Kakek berulang tahun.

Dengan uang yang terbatas, kami memilih kue yang istimewa. Akhirnya kami menemukan kue yang akan kami beli. Pada saat yang sama seorang laki-laki juga akan mengambil kue yang sama dan kebetulan tinggal satu-satunya. Pria itu akhirnya memberikan kuenya pada kami.

Ketika sampai di meja kasir, Nenek menyuruh saya untuk mengembalikan kue itu. Rupanya uang yang kami bawa tak cukup untuk membeli kue itu. Aku tahu sebetulnya itu adalah kue kesukaan kakek, namun kami tak mampu membelinya. Dengan sedih kami meninggalkan toko itu.

Tak lama, pemuda yg tadi bertemu di bagian kue menghampiri kami

"Hai nek,Tunggu sebentar. Ini kue ulang tahun untukmu"

"Kenapa kau berikan kue ini pada kami?" tanya Nenek.

"Saat aku berusia 6 tahun, aku diajak ibuku ke toko kue  untuk membeli kue ulang tahun. Tetapi uang ibuku tak cukup. Dibelakangku ada seorang Bapak yang antri membeli kue dan memberikan kue yang kuinginkan itu sambil mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku.

"Hingga saat ini aku belum bisa mengucapkan terimakasih padanya, sehingga saat aku mendengar adik tadi menginginkan kue itu ada alasan untuk melakukannya. Meski aku tak mengenalnya, dengan melakukan perbuatan yang sama, maka aku telah melunasi utangku dan rasa terima kasih padanya"

"Bisa kau berikan nomor telpon di kertas ini, agar nanti kami dapat memberikan kue lain atau membayarnya jika kami punya yang?" tanya Nenek

"Tidak perlu nek, Kuminta pada adik ini berjanji jika dewasa nanti melakukan hal yang sama dalam berbuat hal yg sama pada orang lain" sambil berkata, Pemuda itu menuliskan sesuatu di kertas dan diberikan kepada nenek.

Sampai dirumah, kakek sudah lama menunggu dan senang sekali melihat kue itu.

"Ini tentu kue yang mahal. Harusnya jangan dibelanjakan semua uang kita untuk kue semahal ini" kata Kakek

Aku menjawab "Kami tidak membelinya.Ada seorang Pemuda memberikan kue ini pada kami, karena uang Nenek tak cukup untuk membeli"

Nenek teringat akan kertas dari Pemuda tadi dan memberikan pada kakek . Disitu tertulis

"Tindakan kecil, akan menimbulkan riak tak berujung menuju  kebaikan yang lain dan bukan tidak mungkin kebaikan itu kembali padamu"

Kakek tersentak kaget membaca tulisan itu,karena isi tulisan itu sama dengan yg ia tulis untuk anak  yg pernah dia belikan kue ulang tahun berpuluh-puluh tahun lalu ....

Kebaikan itu seperti riak tak berujung yang akan kembali muaranya pada yang pertama kali


Dari buku

BUKAN UNTUK DIBACA 3

Senin, 29 November 2021

Catatan yang tertinggal dari Hari Guru Nasional


 ANAK BERBAHASA ANGKA 

Namanya Upi, umur 7 tahun kelas 2SD 

Dia baru berhenti, saat teman-temannya sudah marah karena terlalu lama mencium tangan saya usai saya usai salat maghrib di Masjid. Ada perasaan kasihan dan simpati. Sepanjang jalan keluar masjid Upi selalu merangkul sebelah kaki saya sambil berjalan. Rupanya Upi adalah adik dari Kurdi, murid kl.5 saya. Mereka tinggal bersama dengan neneknya yang mengasuh 7 orang cucu.

Kedua orang tuanya tinggal di tempat lain sehingga mereka jarang bertemu. Itulah (mungkin) yang membuat Kurdi agak nakal dan Upi sedikit manja.

Namun secara keseluruhan mereka adalah anak-anak yang manis. Mereka sering bermain dan belajar dirumah saya.Kalau saya izinkan masuk, biasanya mereka berusaha merapikan kamar saya, seolah selalu ingin menyenangkan saya.

Suatu saat saya harus menengok murid saya yang sedang sakit. Kurdi dan Upi menemani berjalan ke rumah Aryono yang sakit itu. Sepanjang jalan saya main "tebak tebakan" tambah, kurang, kali, bagi dengan Kurdi. 

Begitu saya kasih soal 63-22, belum sampai Kurdi menjawab, terdengar suara keras dari Upi "41, Pa Guru!". Kaget saya,Upi yang tadinya hanya ikut menemani jalan, tiba-tiba menjawab pertanyaan soal yang bukan untuk kelasnya. Penasaran saya, "berapa 76-33,Upi?" Kembali dia menjawab dengan benar dalam hitungan detik 

Setiap kali saya menjawab betul dengan semangat, dia akan bertepuk tangan dan loncat dengan lucu.

Kalau saya menjawab salah, ia menepuk jidat tak kurang lucunya. Saya lihat dia tidak menggunakan jari-jarinya untuk menghitung. Untuk pengurangan 65-25; 78-28; dan 87-37 Upi tak memerlukan waktu untuk menjawab. Maka untuk pengurangan 76-33 adalah 40 sekian, tinggal menambah selisih 36 dan 33. Saat saya jelaskan pengurangan 45-27 ; 74-28 dengan mudah dan cepat dia mengerti. Saya coba lagi gali kemampuannya.. "10:2 berapa Upi?" Dia jawab 8. Rupanya dia masih terpaku dengan pengurangan. Kemudian saya contohkan kalau Upi dan Kurdi memancing mendapat 10 ikan, "berapa orang yang diperoleh masing² orang?" 

 Upi menjawab "5!" "Oh,tau..tau pa Guru!" Lalu saya berikan soal² pembagian sederhana,dan Upi menjawab dengan semangat dan selalu minta soal lagi untuk dikerjakan. 

Sekarang, tiap ketemu dengan Upi, dia tidak lagi minta pura-pura diobati lukanya. "Kase kita kurang-kurang, tambah-tambah dulu pa Guru..!" sambil berlari menghampiri dan memeluk sebelah kaki saya . 

Saya berjanji kepada diri sendiri bahwa Upi boleh mencium tangan saya selama ia mau, tidak peduli hidungnya beringus, boleh memeluk sebelah kaki saya meski basah selesai berenang dilaut atau panas-panasan dan berteriak menghampiri meminta 'kurang-kurang,tambah-tambah', saya akan kasih pertanyaan-pertanyaan sebanyak yang dia mau. 

Kasih sayang itu bisa dibuat tidak terbatas.Jadi,jika saya merasa mampu mengasihi dan menyayangi, kenapa tidak saya bagi dengan Upi dan anak-anak saya yang lain yang juga membutuhkan kasih sayang itu?

"Ayo ,Upi belajar yang rajin!.Kalau Kurdi bilang dia mau jadi dokter,kamu juga bisa bilang mau jadi apa saja yang kamu mau di dunia ini..."


Disederhanakan dari buku INDONESIA MENGAJAR

Rabu, 24 November 2021

Edisi Hari Guru Nasional (7)


 BERJALAN-JALAN SAMBIL BELAJAR


"Kalian semua telah bekerja keras pagi ini" kata Guru. "Apa yang ingin kalian lakukan sore ini?" 

Sebelum Totto-chan sempat berpikir tentang jawaban itu, terdengar suara serempak

"Jalan-jalan!"

"Baik" kata Guru.

Anak-anak langsung berlarian ke pintu lalu keluar. Totto-chan baru mendengar ada pelajaran berjalan-jalan. Dia pun terheran-heran, dia sangat suka jalan-jalan dan tak sabar ingin segera memulainya.

Seperti yang akan diketahuinya kemudian, jika di pagi hari murid-murid bekerja keras dan menyelesaikan semua tugas dalam daftar yang ditulis guru di papan tulis, biasanya mereka diizinkan berjalan-jalan setelah makan siang. Aturannya sama untuk setiap kelas, baik kelas satu maupun kelas enam.

Mereka keluar dari gerbang - sembilan murid kelas satu bersama guru mereka - lalu menyusuri anak sungai. Dikedua tepi sungai berderet-deret pohon sakura besar yg bunganya sedang mekar. 

Mereka akan berjalan-jalan ke kuil Kuhonbutsu.

Setelah berjalan kira-kira sepuluh menit, Guru berhenti.Dia menunjuk beberapa kuntum bunga berwarna kuning dan berkata, "lihat bunga sesawi itu.Kalian tahu, mengapa bunga-bunga mekar?"

Dia menjelaskan tentang putik dan benang sari sementara anak-anak jongkok dipinggir jalan dan mengamati bunga-bunga itu. Guru menjelaskan bagaimana kupu-kupu membantu bunga-bunga menyerbukkan benang sari ke putik. Memang,semua kupu-kupu itu tampak sibuk membantu bunga-bunga.

Kemudian Guru berjalan lagi.Anak-anak berhenti. Seseorang berkata "ternyata benang sari tidak mirip benang ,ya!"

Totto-chan juga berpendapat sama.Tapi seperti anak-anak lain, ia yakin putik dan benang sari sangat penting.

Setelah berjalan lagi kira-kira sepuluh menit, tampaklah Kuil Kuhonbutsu yang dikelilingi pohon-pohon yang tumbuh rapat.Segera mereka menyebar ke berbagai arah.  "Mau lihat sumur berisi bintang jatuh?" tanya Sakko-chan. Tentu saja Totto-chan mau, dan segera mengikuti temannya yang mengenakan baju mainnya bergambar kelinci itu.

Sumur itu tampaknya terbuat dari batu dengan pinggiran setinggi dada mereka. Tutupnya dari kayu. Saat mereka membuka tutup itu dan melongok ke bawah Totto-chan melihat di kegelapan sesuatu seperti batu, sama sekali tidak mirip bintang berkelip seperti yang dibayangkan,lalu bertanya"kau pernah lihat bintang itu?"

Sakko-chan menggeleng,"Belum,belum pernah"

Totto-chan heran kenapa bintang itu tidak bersinar. Setelah berpikir sebentar,ia berkata,"Mungkin dia sedang tidur"

Dengan mata bulatnya yang membelalak lebar,Sakko&chan bertanya "memangnya bintang bisa tidur?"

"Kurasa mereka harus tidur di siang hari,lalu bangun dan bersinar pada malam harinya", kata Totto-chan cepat-cepat karena sebenarnya dia tidak yakin.

Lalu anak-anak berkumpul dan berjalan-jalan mengelilingi halaman kuil,kolam sambil meneriakkan "Halo" kepada orang-orang yang sedang berperahu. Mereka bermain engklek dengan keping-keping pualam hitam yang diambil dari makam. Semua serba baru bagi Totto-chan,dan ia menyambut setiap hal baru dengan teriakan- teriakan riang.

"Waktunya kembali ke sekolah" kata guru saat matahari mulai turun.Anak-anak  berjalan kembali ke sekolah menyusuri jalan yang diapit deretan pohon sakura dan ladang yang penuh dengan bunga sesawi.

Anak-anak itu tak menyadari bahwa sambil berjalan-jalan -- yang bagi mereka seperti acara bebas dan main-main -- sebenarnya mereka mendapat pelajaran berharga tentang sains, sejarah dan biologi.

"Besok kita jalan-jalan lagi,ya!" teriak Totto-chan kepada mereka semua dalam perjalanan kembali ke sekolah.

"Ya,setuju!" Sahut anak-anak lain sambil melompat-lompat.

Kupu-kupu masih sibuk mondar-mandir melakukan kegiatannya.Kicau burung-burung memenuhi angkasa.

Dada Totto-chan serasa penuh dengan kegembiraan.


Dari buku

TOTTO-CHAN

Gadis cilik di jendela

Senin, 22 November 2021

Edisi Hari Guru Nasional (6)


APRESIASI TERTINGGI


Distrik Kramongmongga, Fakfak, Juni 2012


Ruangan sederhana itu berisi tak lebih dari seratus orang peserta pelatihan guru. Tak hanya guru saja, tetapi ada juga kepala sekolah, mahasiswa STKIP Fakfak yang masih muda belia, dan mungkin belum punya pengalaman mengajar.

Seorang rekan mengajak peserta untuk melakukan refleksi sederhana. Kami membagikan secarik kertas putih kepada setiap peserta, dan seorang kawan memberikan instruksi: "Tuliskan motivasi Anda mau menjadi seorang guru!"

Ruangan berukuran 8x6 meter itu hening setelah mereka menerima kertas tersebut dan sibuk menulis.

Dibandingkan dengan mahasiswa yang nampak santai, guru-guru yang kenyang dengan pengalaman mengajar nampak antusias menulis.

Sepuluh menit kemudian, kami memilih dan membacakan jawaban yang menarik.

Sebuah tulisan miring  cukup menarik, dan membuat hatiku bergetar:

"Saya menjadi guru agar anak-anak dikampung saya tak lagi harus mendayung perahu ke seberang pulau demi mendapat pendidikan"


Suasana haru menyelimuti kami-para fasilitator pelatihan- mengundang penulis jawaban itu untuk berbagi didepan peserta.

Seorang ibu paruh baya yang duduk di barisan terdepan berdiri dan maju. Namanya Nun Patiran dengan penampilan sederhana, mengenakan blazer berpadu dengan rok dibawah lutut serta bersepatu pantofel warna gelap.

"Dulu, setiap hari saya harus mendayung ke pulau seberang untuk bersekolah" wanita dengan sanggul sederhana itu membuka kisahnya dengan suara bergetar menunjukkan adanya emosi yang tertahan.

Ibu Nun lalu melanjutkan ceritanya. Saat hendak bersekolah, perahu yang ditumpangi dengan beberapa orang kawannya tiba-tiba terbalik. Untung perahu itu belum jauh berlayar, dan ayahnya ibu Nun yang melihat kejadian itu segera menolong. Dengan baju yang basah kuyup dan kedinginan, ibu Nun membatalkan ke sekolah. Ternyata, hal itu membuat ayahnya berang.

"Kamong harus tetap sekolah. Bodoh itu harus berhenti di beta! Beta pu anak cucu, semua tidak boleh bodoh lai!" Ibu Nun mengulang kembali kata-kata ayahnya yang mengatakan biarlah bodoh itu sampai pada dia, tidak perlu sampai ke anak cucu.

Kami yang hadir terharu, meresapi betul ucapan itu dalam hati. Betapa keinginan untuk melepaskan diri dari kebodohan sudah terpatri begitu lama dalam di ibu Nun Patiran.

Selama kurang lebih 30 tahun, ia mengabdi sebagai guru di kampung tanpa penerangan listrik, sinyal internet dan keterbatasan lain. Beliau juga pernah mendirikan 'sekolah darurat' di sebuah gereja pada awal bertugas. Semua perjuangan itu dilakukannya demi membuat anak cucu dikampung halamannya terbebas dari kebodohan.

Apresiasi tertinggi untuknya justru muncul dari hal yang sederhana "Saya merasa jerih payah saya terbayarkan saat melihat murid saya berhasil, ada yang jadi pejabat, bekerja sebagai guru, sebagai dokter, dan banyak lagi". Makna apresiasi tertinggi baginya adalah saat melihat bahwa tidak ada lagi label bodoh di dahi muridnya.

Secara nyata.


(Dikisahkan oleh Maria Jeanindya, pengajar muda di Fakfak)


 Dari buku "Catatan Kecil Pengajar Muda" Setahun Mengajar Seumur Hidup Menginspirasi.


Keterangan foto: Pembelajaran di daerah pedalaman

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “π‘Ίπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ-π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ π’Žπ’‚π’π’–π’”π’Šπ’‚ 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 π’šπ’‚π’π’ˆ π’‘π’‚π’π’Šπ’π’ˆ π’ƒπ’†π’“π’Žπ’‚π’π’‡π’‚π’‚π’• π’ƒπ’‚π’ˆπ’Š π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’.”  (Hadits Riway...