Namanya Rommel,siswa Sekolah Dasar Mildred Green, Washington.
Baru kusadari kalau anak itu tidak bisa membaca sejak hari pertama belajar.
"Aku anak terbelakang", katanya dengan suara datar saat kami ngobrol di kantin.Dia katakan tak suka Olah raga dan musik.Tapi dia suka menggambar.Ditunjukkannya buku kumpulan gambar dengan gaya animasi.Digambarnya para tokoh superhero Jepang yang tinggi, kekar dengan gaya rambut eksentrik sedang menembakkan bola api.
Aku kagum pada gambar yang dibuat Rommel,tapi bingung menanganinya.Anak ini seharusnya tidak berada di kelas empat,walaupun begitu,dia bukan anak yang bodoh.Saat aku mengajar matematika,dia dengan mudah bisa memahaminya.Jadi, mengapa Rommel tidak belajar membaca.
Suatu saat aku menyusun rencana mengajar membaca dengan cara 'acak kata'.
Dengan mempersiapkan sebuah kata secara acak,aku membacakan sebuah cerita dan dia memasukkan kata yg tepat itu saat aku menghentikan bacaan.Kalau benar aku lanjutkan bacaan,kalau salah lengannya kucubit dengan pelan.
Tetapi sampai beberapa minggu berlalu, Rommel tetap tidak bisa membaca,justru dia terlibat perkelahian dan diskors.
Seminggu kemudian,dia datang bersama ibunya menghadap aku bersama Wakil Kepala Sekolah, Florine Bruton.Kami bergantian menasihatinya.
Sambil menangis, ibunya berkata "Dengarkan nasihat gurumu Rommel.Kamu pasti akan dapat belajar membaca.Dengarkan pak Curie.Dia akan mengajarmu".
Aku tak mau mengatakan pada ibunya Rommel bahwa yang jadi masalah adalah anaknya.Tetapi kami.Para guru, yang seharusnya mengajari Rommel membaca.Pegawai administrasi, yang meloloskannya untuk terus naik kelas.Kami semua yang telah gagal mendidik anak kecil,kurus yang menunduk dengan perasaan malu.
Malam itu aku membuat keputusan : Mengajar Rommel membaca!
Bu Bruton mendukung ideku tersebut dengan menyediakan sebuah ruang kecil untuk latihan Band.Bersama Rommel,aku akan menghabiskan waktu sembilan jam seminggu.Aku dibebaskan mengajar murid lain selama menangani Rommel.
4 September 2001
Aku dan Rommel pertama kalinya di kelas kecil kami."Selamat datang di proyek Membaca Douglass" ujarku.Kunamakan petualangan kami sesuai dengan nama Frederick Douglass seorang penulis dan negarawan yang masa kecilnya seperti Rommel.
"Mari kita mulai",ujarku sambil mengeluarkan buku fonologi.
Tiap minggu kami mempelajari satu vokal dan satu konsonan.Rommel menciptakan cara menghafal sendiri.Untuk setiap suara baru,dia ciptakan satu tokoh.Alex si Apple Axeman,Iggy si Iguana Idiot,Oscar si Octopus.
Rommel juga melukis gambar kartun semua tokoh dengan bagus,memenuhi dinding kelas kami.Jika dia lupa bunyinya,dia melihat ke dinding.Dengan perlahan,dia belajar menyatukan suara-suara ini menjadi kata-kata.
Beberapa minggu kemudian,aku dan Rommel datang ke ruangan Bu Bruton, yang dipenuhi para murid."Anak-anak,coba diam sebentar"katanya.
Rommel duduk disebelahnya.Dia berdeham,lalu membuka 'The Foot Book' karangan Dr.Seuss.Layaknya seorang menteri yang serius dia mulai membaca :"Left foot,left foot Right foot, right Feet in the morning Feet at night"
Usai membaca,Bu Bruton memeluknya "Aku sangat bangga padamu", katanya.
Rommel bersikap seakan-akan hal itu bukan sesuatu yang istimewa.Tetapi kemudian bu Bruton berkata "Aku akan menelepon ibunya dan menceritakannya". Rommel tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya lagi.
Seiring dengan mendekatnya musim liburan, Rommel belajar membaca dengan kecepatan yang mencengangkan,dan dia menyerap semua itu seperti spons kering.Namun,ditengah kehebohan pelajaran membaca ini,aku lupa kembarannya yang sama pentingnya : menulis!.
Kuberi Rommel sebuah buku catatan dan kami akan memulai setiap sesi dengan menulis di buku catatan tersebut.
"Aku suka pasta" adalah bunyi kalimat pertama yang berhasil dikarangnya.
Usai liburan musim semi, dengan bangga ia katakan sudah membaca "Harry Potter & Prisoner of Azkaban"
Saat kuminta menulis tentang buku itu di buku catatannya,ia tulis "Di bab 2,Harry memutuskan kabur dari rumah.Dia memilih kabur karena dia menggelembungkan Bibi Marge.....Menurutku dia membuat pilihan yang tepat karena jika dia tetap tinggal di rumah,dia akan menghadapi kesulitan".
Untuk waktu yang lama,dulu,aku percaya kata-kata yang beredar di sekolah -- bahwa Rommel tidak akan pernah bisa membaca.Tetapi, yang tidak disadari oleh semua orang adalah betapa besarnya keinginan anak ini untuk membaca.
Bukan Rommel yang tidak dapat belajar.Hanya saja kami tidak pernah mengajarinya.
Dari buku
EVERYDAY GREATNESS