Senin, 15 November 2021

PUTUKU AYU TENAN....

Tahun ini sudah yang keempat cucuku tidak ke Jakarta. Aku merencanakan akan membawanya ke Jakarta saat pulang dari Bandung. Tidak seperti biasanya berkereta api kalau ke Bandung, kali ini aku membawa kendaraan sendiri.

Perjalanan bersama cucu kesayangan tentu bukan perkara yang sederhana. Ibunya menyiapkan semua keperluan Salwa mulai dari makanan di jalan dan pakaian untuk 4 hari.

Bocah enam tahun itu tidak kalah sibuknya dibandingkan ibunya dengan menyiapkan keperluannya: buku bacaan, buku tulis, dan buku gambar. Saat menjelang keberangkatan, dia berseru "Tunggu, ada yang ketinggalan!"

Aku tanya "Ada apa?"

"Kenclengan" jawabnya sambil berlari masuk rumah.

"Apa itu?" Tanyaku kepada ibunya

"Celengan, Yah. Orang disini menyebut kenclengan. Kaleng buat nabung" jelasnya.

"Sudahlah, ditinggal saja. Nanti bikin repot" Aku membayangkan kaleng itu akan dibawa kemana-mana, bahkan sampai jadi kawan tidurnya. Namun Salwa bersikeras mengambil dan membawanya ke Jakarta. Aku kehabisan akal.

"Buat apa bawa-bawa uang segala?. Ditinggal saja. Nanti kalau ilang Akung ganti!" kataku meyakinkan.

"Buat dijalan Kung" jawabnya pendek.

Wah, jangan-jangan ini faktor keturunan. Aku bekerja di perusahaan keuangan. Ayah Salwa yang berwirausaha juga bersinggungan dengan uang. Kini sikecil sudah mulai menaruh perhatian kepada uang. Apakah ini yang disebut materialistis?

"Bukan itu,Kung. Buat nanti di pinggir jalan itu. Ada masjid lagi dibangun, ada yang minta sumbangan pake jaring ikan, nanti ada pengemis kita kasih. Ada nenek-nenek lagi jualan, kita kasih. Ada orang cacat kita kasih, juga teman-teman seusiaku yang miskin dan minta-minta di pinggir jalan" jawabnya enteng.

Setelah terdiam sesaat, aku bertanya dengan penasaran

"Uang dari mana itu?"

"Ini uang jajan setiap hari yang dikasih bunda, ayah dan juga Akung dan Uti setiap datang kesini"

"Terus yang mau dikasihkan berapa?"

"Semua, Kung... Semuanya. Pulangnya kenclengan ini kosong. Ngumpulin lagi dan kalau penuh dikasihkan lagi. Begitu terus..."

"Semuanya? Tak disisakan?"

"Iya, Kung" jawabnya.

Allahuakbar! Betapa besar dosaku menuduh cucuku sendiri sebagai manusia materialistis. Makhluk kecil polos, tetapi menyimpan jiwa besar lagi mulia.

Ia tidak memberi 2,5%, bukan pula 5%, tetapi 100% semua yang dimiliki untuk orang lain tanpa mengharap apa-apa.

Hari ini, aku diajari oleh cucuku sendiri. Terimakasih ya Allah, Engkau telah menganugerahi kami keturunan yang mempunyai jiwa kepedulian sejak dini. Aku pandangi wajahnya yang cantik seperti ibunya, seperti neneknya saat belia. Dan kini, dia menjadi lebih cantik dan ayu.

"Putuku ayu tenan lan solehah..."


Dari buku

VISA KE SURGA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “π‘Ίπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ-π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ π’Žπ’‚π’π’–π’”π’Šπ’‚ 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 π’šπ’‚π’π’ˆ π’‘π’‚π’π’Šπ’π’ˆ π’ƒπ’†π’“π’Žπ’‚π’π’‡π’‚π’‚π’• π’ƒπ’‚π’ˆπ’Š π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’.”  (Hadits Riway...