Kedua kota itu terpisah oleh sebuah sungai yang cukup lebar. Untuk membantu kelancaran transformasi dan hubungan ekonomi, maka direncanakan membuat jembatan besar yang membentang diatas sungai tersebut.
Segera persiapan dibuat termasuk anggaran pembuatan yang cukup besar.
Setelah melihat dan mempelajari, Khalifah Al-Manshur ibn Abi Amir Al-Hajib menyetujui.
Tapi pekerjaan tidak dapat segera dimulai, pasalnya diseberang sungai ada sepetak tanah milik seorang yang tua dan miskin. Meski kecil, tanah itu cukup strategis, karena tempat itu rencananya akan dibuat pondasi jembatan.
Khalifah menerima laporan itu dan segera memerintahkan untuk pemberian ganti rugi tanah tersebut.
Pemilik tanah menawarkan sepuluh dinar emas untuk penggantian tanahnya yang langsung disetujui.
Pemilik tanah merasa gembira karena tanahnya dihargai mahal.
"𝑺𝒆𝒂𝒏𝒅𝒂𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒊𝒕𝒂𝒘𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒊𝒎𝒂 𝒅𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒆𝒎𝒂𝒔, 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒖𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔".
"𝑳𝒊𝒎𝒂 𝒅𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒌𝒖𝒃𝒆𝒍𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒓𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒔𝒊𝒔𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒖𝒕𝒂𝒃𝒖𝒏𝒈" demikian pikirnya.
Dilain pihak, utusan Khalifah pun merasa bangga bisa menyelesaikan kendala itu dengan lancar. Mereka berpikir akan mendapat penghargaan atas usahanya.
"𝑱𝒆𝒎𝒑𝒖𝒕 𝒑𝒆𝒎𝒊𝒍𝒊𝒌 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒅𝒂𝒑𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒆𝒌𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒋𝒖𝒈𝒂!" perintah Khalifah Andalusia tersebut.
Perintah segera dilaksanakan, dan datanglah pemilik tanah dengan takut dan gemetar. Namun Khalifah Al-Manshur menyambut dengan senyum ramah.
"𝑾𝒂𝒉𝒂𝒊 𝑩𝒂𝒑𝒂𝒌, 𝒃𝒆𝒕𝒖𝒍𝒌𝒂𝒉 𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒓𝒆𝒍𝒂 𝒎𝒆𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉𝒎𝒖 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒑𝒖𝒍𝒖𝒉 𝒅𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒆𝒎𝒂𝒔?"
"𝑩𝒆𝒏𝒂𝒓 𝑻𝒖𝒂𝒏𝒌𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒊𝒌𝒉𝒍𝒂𝒔 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒏𝒚𝒂" jawab pemilik tanah."
𝑩𝒂𝒑𝒂𝒌, 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒍𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒌𝒆𝒑𝒆𝒏𝒕𝒊𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒎𝒂𝒔𝒍𝒂𝒉𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒂𝒎𝒂. 𝑶𝒍𝒆𝒉 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒊𝒕𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒂𝒊𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒂𝒕𝒂𝒔 𝒌𝒆𝒔𝒆𝒅𝒊𝒂𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒎𝒖𝒓𝒂𝒉. 𝑬𝒏𝒈𝒌𝒂𝒖 𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒂𝒓𝒕𝒊𝒔𝒊𝒑𝒂𝒔𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒂𝒏𝒈𝒖𝒏𝒂𝒏, 𝒌𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒃𝒂𝒚𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒂𝒕𝒖𝒔 𝒅𝒊𝒏𝒂𝒓 𝒆𝒎𝒂𝒔. 𝑺𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝑨𝒍𝒍𝒂𝒉 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒆𝒓𝒌𝒂𝒕𝒊 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒎𝒖" kata Khalifah.
Pemilik tanah terperanjat mendengar apa yang dikatakan Khalifah, hingga tubuhnya lunglai. Dia sangat bersyukur kepada Allah karena tidak pernah membayangkan akan mendapatkan penghargaan sebesar itu dari pemerintah.[]
Kisah diatas mencerminkan sikap seorang pemimpin yang jujur dan konsisten. Meski orang itu sudah sangat puas dengan harga yang diminta, karena harga pasar lebih tinggi daripada yang diminta orang itu, Khalifah memutuskan untuk tetap membayar ganti rugi dengan harga yang layak (harga pasar).
Namun, karena sangat bersyukur dan bangganya Khalifah terhadap orang yang ikhlas itu, beliau malah menambah lagi jumlah ganti rugi, melebihi harga pasar.
Dari buku
"Kalau Sudah Rezeki Takkan ke Mana"
99 kisah teladan anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar