"𝘊𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯. 𝘊𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘦𝘮𝘣𝘶𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘨𝘢𝘨𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘊𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵."
(Buya Hamka)
Gadis cilik itu bernama Siti Marhamah. Dalam usia yang 7 tahun ia sudah bergolek menunggu habisnya quota usia. 𝑨𝒏𝒆𝒎𝒊𝒂 𝑨𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌, suatu penyakit kelainan darah, telah membuatnya akrab dengan jarum suntik dan infus yang menghujam tubuhnya. Dan akibatnya penampilan gadis itu makin menyeramkan: mata membelalak, rambut jarang dan wajah yang pucat. Mengetahui anaknya tak punya harapan hidup, bapaknya menghilang dengan bajaj nya. Ibunya meninggal diseruduk angkutan umum dalam perjalanan menuju apotek untuk menebus obatnya. Kini tinggal dua orang kakaknya yang menemani usai mengamen di perempatan Salemba.
Di usianya yang masih hijau, ia telah belajar bahwa setiap detik dalam kehidupan begitu berharga. la tidak pernah menangis meski suster berulangkali menghujamkan jarum-jarum tajam di sekujur tubuhnya. Ia malah acapkali bertanya,
"𝑺𝒖𝒔𝒕𝒆𝒓 𝒊𝒕𝒖 𝒐𝒃𝒂𝒕 𝒂𝒑𝒂, 𝒌𝒐𝒌 𝒘𝒂𝒓𝒏𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒍𝒖𝒄𝒖 𝒚𝒂?","𝑺𝒖𝒔𝒕𝒆𝒓 𝒌𝒐𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒚𝒂 𝒄𝒂𝒊𝒓𝒂𝒏 𝒊𝒕𝒖 𝒅𝒊𝒎𝒂𝒔𝒖𝒌𝒌𝒂𝒏 𝒍𝒆𝒘𝒂𝒕 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏𝒌𝒖?" atau "𝑺𝒖𝒔𝒕𝒆𝒓 𝒄𝒂𝒑𝒆𝒌 𝒚𝒂? 𝑴𝒂𝒂𝒇 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒑𝒐𝒕𝒌𝒂𝒏." Siti Marhamah tidak menangis meskipun lengannya terasa sangat pedih.
Para susterlah yang kerap bersimbah air mata. Silih berganti mereka datang sekadar untuk menemani Siti bermain atau mendongengkan sebuah cerita.
Siti mengetahui bahwa usianya tidak akan panjang dan hidupnya tidak lama lagi akan berakhir. Sering para suster mengintip Siti yang terpekur dan tersenyum sendiri, tampak sekali ia rindu untuk bebas dari himpitan rasa sakit.
Lalu datanglah wanita cantik paruh baya itu. Seorang ibu bernama Anne Situmorang yang dengan lembut merawat dan bertukar cerita dengan Siti. Ia rela duduk berjam-jam hanya untuk membelai dahi Siti, atau sekadar menggenggam lengannya yang menggigil dalam serangan kesakitan. Anne bukanlah kerabat Siti, bahkan Siti pun tak mengenalnya, namun ia selalu datang setiap hari, membelai dan mendampingi seolah Siti adalah anaknya sendiri.
la pernah bertanya, apakah yang Siti paling inginkan saat ini? Lalu dengan kalimat lirih yang terpatah-patah, Siti membisikkan bahwa ia ingin memiliki sebuah boneka Barbie berjilbab yang pernah dilihatnya di majalah "Ummi" milik Suster Rahmi. Keesokan harinya, Anne datang dengan membawa sebuah kardus berukuran sedang terbungkus kertas kado bergambar beruang yang bagus. Dibukanya kardus itu perlahan di sisi Siti, isinya boneka Barbie berjilbab! Empat hari kemudian Siti meninggal dalam tidurnya, di bibirnya terulas senyum bahagia, sambil mendekap erat boneka Barbie itu di dadanya. Ia menutup mata dengan memeluk sepenggal kebahagiaan satu-satunya yang bisa ia rasakan sepanjang usianya di dunia!.
Anne Situmorang bisa merasakan itu.Dalam hati,ia bersyukur dan berterima kasih kepada Allah Swt.yang telah mengembalikan makna hidupnya. Ya, apa yang dilakukan Anne Situmorang adalah wasiat anak bungsunya, Mariam Situmorang yang telah pergi untuk selamanya. 𝑳𝒆𝒖𝒌𝒆𝒎𝒊𝒂 (kanker darah putih) telah merenggut kehidupan dan sisa umurnya yang belum genap sembilan tahun. Pesan terakhir kepada sang Ibu adalah agar bersedia mengabulkan permintaan terakhir dari anak-anak lain yang bernasib seperti dirinya. Sebuah permintaan terakhir yang tak dapat ditolak Anne, karena malamnya malaikat maut datang menjemput Mariam.
Dalam dukanya, suatu malam, ia bermimpi Mariam mendatanginya dan kembali mengingatkan, "𝑩𝒖𝒏𝒅𝒂, 𝒂𝒏𝒂𝒌-𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒊𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒚𝒂!"
Anne ingat, ia harus mengabulkan permintaan anak-anak yang tengah menghadapi akhir hidupnya.Dengan berat ia berjalan dengan gontai keluar dari keputusasaan. Namun Allah-lah Dzat Pembolak-balik hati, Mahabesar Allah dengan segala kehendak dan iradah-Nya, sejak pertama kali Anne bertatap muka dengan seorang anak yang senasib dengan Mariam, seolah sejak hari itu ia kembali memiliki Mariam. Kini, ia justru memiliki jauh lebih banyak "Mariam" di dalam hatinya. Hati Anne kini hangat kembali dan perlahan-lahan rasa cinta datang lagi, menyapa, tumbuh, bertunas, bersemi, dan putik ranumnya kembali harum. Kebekuan jiwanya cair dalam hangatnya kebahagiaan. Mencintai tidak sekadar memiliki, tetapi juga hadir pada saat kita harus berbagi.[]
Dari buku
"OVERALL LOVE" Mengembara di Dalam Dunia Cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar