Minggu, 19 Maret 2023

ANAK SEKOLAH BUKAN UNTUK DIUSIR

 

"Biang Ribut" begitu mereka memberikan julukan padaku. Aku dianggap sebagai anak yang sering membuat kegaduhan di kelas, berkelahi dengan teman, mengeluarkan kata-kata kotor yang aku sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang kukatakan.

Aku hanya ikut-ikutan teman lainnya. Dan karena postur tubuhku paling besar, maka pukulan yang kulakukan tentunya paling keras, sehingga aku satu-satunya anak yang dikeluarkan dari sekolah. Sebenarnya, aku melakukan itu karena dipancing oleh anak lain. Semua mata tertuju hanya padaku, dan tidak ada lagi kebaikan yang bersisa padaku. Nakal, kasar, perusak, tidak sopan dan semua sebutan yang negatif dan akhirnya berujung pada kesimpulan sekolah tidak sanggup mendidikku lagi.

Seorang wali murid yang anaknya ku pukul mengadu ke kepala sekolah dan mengancam akan memperkarakan hal ini jika aku tidak dikeluarkan. Maka ibuku pun akhirnya dipanggil oleh kepala sekolah, dan beliau hanya bisa menangis, karena sekolah meminta Ibu membawaku keluar dari sekolah secepatnya.

Dalam usia 9 tahun, sebagai siswa kelas 3 SD aku tidak paham akan hal itu. Yang kutahu aku tidak boleh lagi bersekolah disini karena semua guru, kepala sekolah dan teman-teman membenciku. Padahal tidak semua. Ada beberapa anak yang masih peduli. Ada beberapa anak yang menganggap aku anak yang baik. Ada guru yang paham tentang mendidik anak bahwa itu adalah kenakalan yang biasa.

Ibuku juga sudah membawaku ke psikolog, dan hasi tes mengatakan bahwa usia mentalku setara dengan anak umur 7 tahun, sedangkan secara kronologis umurku adalah 9 tahun. Aku tidak suka matematika, tapi menyukai puisi, menggambar dan pelajaran IPA. Aku mengalami gangguan fokus dan konsentrasi dibanding teman sekelasku. Aku berada pada peringkat 14 dari 22 siswa sekelas. Kekuranganku adalah kadang tidak bisa mengontrol emosi saat ada anak lain memancing keributan.

Ibu hanya bisa menangis saat pulang sekolah. Ibu sakit hati karena anaknya tidak boleh bersekolah lagi. Padahal ibuku adalah ibu yang luar biasa. Beliau rela menjagaku agar aku tidak menyakiti orang lain. Namun malah disuruh pergi, karena hal itu akan membuat siswa lain iri. Ibu adalah satu-satunya orang yang memahami ku. Ibu hebat yang rela mengorbankan segalanya untuk anaknya.

Tak ada pilihan lain bagi sekolah selain mengeluarkanku dari sekolah yang kubanggakan.

Saat terakhir, didepan kelas aku berkata

"Teman-teman, maafkan saya jika selama ini melakukan kesalahan dan menyakiti kalian. Mulai hari ini saya tidak akan ada di kelas ini lagi. Jadi teman-teman tidak usah takut saya sakiti lagi"

Ruangan hening. Semua tertunduk sedih. Ada 4 atau 5 anak dari 22 siswa yang sering bertengkar dan memancing kemarahanku yang terlihat bersikap acuh.

Ibu memelukku didepan kelas dan kami keluar diantar dengan puluhan pasang mata yang basah.

Aku berjalan tegak meninggalkan sekolah yang kusayangi. Aku berjanji kelak sekolah ini akan mengundangku sebagai orang yang sukses. Lihatlah, aku adalah pribadi yang unik. Pribadi yang menyenangkan dan anak yang penyayang. Ada jiwa lembut dibalik besarnya tubuhku. Aku tahu bahwa aku harus keluar dari sekolah ini, tetapi ada jalan lain yang akan kulalui.

Ada sekolah lain yang mau dengan senang hati menerimaku dengan segala kelebihan dan kekuranganku. Sekolah yang mau memahami anak berkebutuhan khusus sepertiku. Secercah harapan untuk masa depan bahwa apa yang terjadi padaku hari ini, bukanlah sebuah akhir tapi awal dari perjuanganku. Akan ku buktikan bahwa siswa yang diusir dari sekolahnya itu akan menjadi siswa yang dinantikan dan dibicarakan prestasinya pada suatu hari nanti.[]


Ditulis kembali dengan beberapa perubahan dari buku "Bukan untuk Dibaca 3"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ADA YANG LEBIH HEBAT

 “π‘Ίπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ-π’ƒπ’‚π’Šπ’Œ π’Žπ’‚π’π’–π’”π’Šπ’‚ 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 π’šπ’‚π’π’ˆ π’‘π’‚π’π’Šπ’π’ˆ π’ƒπ’†π’“π’Žπ’‚π’π’‡π’‚π’‚π’• π’ƒπ’‚π’ˆπ’Š π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’.”  (Hadits Riway...