BOCAH KECIL DAN SEKOLAHNYA
"𝐊𝐞𝐦𝐚𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢𝐚𝐧 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐛𝐚𝐢𝐤."
(Albert Camus)
Seorang bocah kecil laki-laki masuk sekolah untuk pertama kalinya datang ke sekolahnya.
Meskipun sekolahnya besar, bocah itu dengan mudah menuju ke kelasnya karena adanya jalan lurus dari pintu luar yang langsung menuju ke kelasnya.
Ketika bocah laki-laki kecil itu sudah bersekolah beberapa lama, suatu pagi gurunya berkata:
"Hari ini kita akan melukis"
"Bagus!" pikir bocah laki-laki kecil.
Dia gemar menggambar apa saja: kuda, harimau, sepeda motor, mobil.
Dia mengeluarkan alat lukisnya dan mulai menggambar.
Tetapi gurunya berkata:
"Tunggu! Belum waktunya untuk memulai!"
Dan guru itu menunggu sampai setiap anak tampak siap.
"Sekarang kita akan melukis bunga."
"Bagus!" pikir bocah laki-laki itu.
Dan mulailah dia menggambar kembang-kembang yang indah berwarna merah jambu, oranye dan biru.
Tetapi gurunya berkata,
"Tunggu! Saya akan menunjukkan kepada kalian bagaimana cara melukisnya."
Dan ia menggambar sekuntum bunga di papan tulis. Warnanya merah, dengan tangkai hijau
"Begini. Sekarang kalian dapat memulai."
Bocah laki-laki kecil itu memandang gambar bunga gurunya dan membandingkan dengan lukisannya. Dia lebih menyukai bunganya ketimbang bunga gurunya.
Tetapi dia tidak mengatakannya dan segera membalik kertasnya untuk melukis bunga seperti petunjuk gurunya
Pada hari lain, saat bocah laki-laki kecil telah dapat membuka sendiri pintu kelasnya dari luar, Gurunya berkata,
"Hari ini kita akan membuat sesuatu dengan tanah liat."
"Bagus!" pikir bocah laki-laki kecil. Dia suka membuat mainan dari tanah liat: gajah, kuda, kereta api, mobil.
Dan dia mulai mendorong dan menarik bola lempungnya
Tetapi gurunya berkata
"Tunggu! Belum saatnya mulai". Dan gurunya menunggu sampai semuanya siap
"Nah," kata gurunya, "Kita akan membuat piring."
"Bagus!" pikir bocah laki-laki. Dia mulai membuat beberapa piring dengan bentuk dan ukuran yang berbeda.
Tetapi gurunya berkata,
"Tunggu! Saya akan memperlihatkan kepada kalian bagaimana cara membuatnya."
Dan ia memeragakan bagaimana cara membuat sebuah piring yang cekung.
"Begini," kata gurunya, "Sekarang giliran kalian membuat"
Bocah laki-laki kecil itu menatap piring gurunya
Kemudian melihat piringnya sendiri, dia lebih menyukai piring-piringnya daripada piring gurunya. Tetapi dia tidak mengatakannya, kembali dia menggulung lempungnya menjadi bola, dan membuat sebuah piring seperti piring gurunya yang bentuknya cekung.
Dan dalam waktu singkat, bocah laki-laki kecil itu belajar untuk menunggu dan membuat karya-karya yang persis dengan yang dibuat gurunya.
Dan dalam waktu singkat dia tidak pernah lagi membuat karya-karyanya sendiri.
Kemudian terjadilah itu
Bocah laki-laki kecil itu dan keluarganya pindah rumah di kota lain.
Dia harus pergi ke sekolah barunya
Sekolahnya sekarang lebih besar dari sekolah yang terdahulu.
Untuk menuju ke kelasnya tidak ada pintu lurus dari luar dan harus menaiki beberapa anak tangga serta berjalan menuruni suatu lorong yang panjang untuk sampai ke ruangannya.
Dan pada hari pertama di kelas, gurunya berkata,
"Hari ini kita akan membuat lukisan"
"Bagus!" pikir bocah laki-laki kecil,
Dan dia menunggu gurunya memberitahu apa yang harus dia lakukan.
Tetapi gurunya tidak mengatakan apa pun. Ia hanya berjalan mengelilingi ruangan.
Ketika ia menghampiri bocah laki-laki kecil itu, la berkata,
"Apakah kamu tidak ingin membuat sebuah gambar?"
"Ya," jawab bocah laki-laki kecil
"Apa yang harus kami lukis?"
"Aku tidak tahu sampai kamu sendiri membuatnya,"kata gurunya.
"Bagaimana aku membuatnya?" tanya bocah laki-laki kecil itu.
"Bagaimana? Bagaimanapun yang kamu suka," kata gurunya.
"Dan warna apa pun?" tanya bocah laki-laki kecil.
"Warna apa pun," kata gurunya. Lalu, "Kalau setiap orang membuat gambar yang sama dan memakai warna yang sama, bagaimana aku bisa tahu siapa membuat apa, dan mana yang disebut mana?"
"Aku tidak tahu," kata bocah laki-laki kecil.
Dan dia mulai melukis bunga-bunga berwarna merah jambu, oranye dan biru.
Dia menyenangi sekolah barunya, sekalipun tidak mempunyai pintu yang menuju kelasnya langsung dari luar.[]
"𝙼𝚎𝚗𝚐𝚊𝚓𝚊𝚛𝚒 𝚜𝚎𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚊𝚐𝚊𝚒𝚖𝚊𝚗𝚊 𝚍𝚒𝚊 𝚍𝚊𝚙𝚊𝚝 𝚋𝚎𝚕𝚊𝚓𝚊𝚛 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚝𝚞𝚖𝚋𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚌𝚊𝚛𝚊 𝚖𝚊𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒, 𝚍𝚊𝚗 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚍𝚒𝚛𝚒𝚗𝚢𝚊 𝚜𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒, 𝚋𝚊𝚛𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚕𝚒 𝚖𝚎𝚛𝚞𝚙𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚎𝚕𝚊𝚢𝚊𝚗𝚊𝚗 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚎𝚜𝚊𝚛 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚊𝚙𝚊𝚝 𝚍𝚒𝚕𝚊𝚔𝚞𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚜𝚎𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐."
(Benjamin Jowett)
Dari buku
"CHICKEN SOUP FOR THE SOUL". Menjadi "Kaya" dan Bahagia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar